"Mom! Apa benar mommy itu mommy tiri Ray?"
Deg... Jantung Naura langsung berdegup kencang mendengar pertanyaan putra sambungnya itu. Walaupun usianya masih sangat muda, akan tetapi Raygan memiliki pemikiran yang sangat dewasa. Jadi, walaupun Tania tidak mengucapkan secara langsung, tetapi dia dapat mengerti apa maksud ucapan wanita itu. "Sayang! Kamu tidak perlu memikirkan perkataan mereka." Naura memilih untuk tidak membahas masalah itu lagi. "Tapi Ray juga berhak tahu, Mom," ucap Raygan dengan tegas. Sudah cukup selama ini dia di bully oleh teman-temannya, memang dia tidak masalah mendapatkan hinaan dan ejekan dari mereka. Namun, dia tidak terima jika ada orang yang menyakiti Naura, wanita yang telah memberikan kasih sayang seorang ibu untuknya. Mendengar ucapan Raygan, Naura hanya bisa diam membisu. Mulutnya seperti terkunci, sehingga dia tidak bisa mengucapkan sepatah katapun. "Sayang!" ucap Naura menatap Raygan dengan mata yang berkaca-kaca. "Kebohongan tidak akan pernah bisa mengalahkan kejujuran. Aku bisa menerima jika mommy adalah mommy tiriku. Tapi, aku tidak mau mendengar itu dari mulut orang lain," ucap Raygan memalingkan wajahnya. Dia menatap ke arah kaca jendela mobil dengan tatapan kosong. Dia memilih untuk diam, sehingga membuat suasana dalam mobil itu menjadi sangat mencekam. Sedangkan Naura hanya bisa diam, dia menatap bocah itu dengan tatapan penuh kebingungan. "Apa yang harus aku lakukan? jika aku mengatakannya," batin Naura berada didalam sebuah dilema besar. Jika dia mengatakan yang sebenarnya, dia takut Leon akan marah besar. Namun, jika dia tidak mengatakannya, dia tidak sanggup melihat bocah itu bersedih seperti ini. Sesampainya di rumah utama. Raygan turun dari mobil dengan wajah yang murung. Dia langsung masuk ke rumah tanpa memperdulikan Naura yang terus membujuknya. Hal itulah yang paling ditakuti semua orang, jika bocah itu sudah marah, maka dia tidak akan mau bicara dengan siapapun. "Sayang!" Ucap seorang wanita berpenampilan modis langsung memeluk Raygan. Melihat wanita itu, Naura langsung terdiam. Tubuhnya langsung bergetar hebat. Dia menatap wanita itu dengan tatapan tidak dapat di artikan. Cantik, sungguh cantik hanya itu yang ada di pikirannya. "Maaf! Anda siapa?" Tanya Raygan dengan polos. Dia menatap wanita itu dengan tatapan penuh tanda tanya. "Ini Mommy, Sayang. Apa kau tidak merindukan mommy?" Tanya Grace menatap sang putra dengan tatapan penuh kebahagian. Sudah tujuh tahun dia tidak bertemu dengan putranya, dan hari ini dia datang kembali. Namun, tidak ada yang tau apa tujuan wanita itu kembali setelah begitu lama menghilang. Walaupun sudah memiliki satu putra, akan tetapi tubuhnya masih begitu indah, kulit putih bersih, di tambah lagi wajah yang begitu mulus tanpa ada sedikitpun flek ataupun jerawat. "Maaf! Anda siapa?" Tanya Naura memberanikan diri. Mendengar pertanyaan itu, Grace langsung beralih menatapnya. Dia menatap penampilan Naura dari atas sampai bawah sambil tersenyum sinis. "Aku Grace Alvando. Nyonya besar rumah ini," Ucap Grace dengan sombong. "Apa kau istri kedua suamiku?" Tanya Grace kembali. "Istri kedua?" Batin Naura bertanya pada dirinya sendiri. Dia tidak menyangka jika dia ternyata istri kedua dari Leon, akan tetapi mengapa Leon tidak mengatakan itu kepadanya? "Ternyata kau masih sangat muda," Ucap Grace tersenyum sinis. "Tapi jangan harap kau mendapatkan hakmu di sini." Naura hanya bisa diam menunduk mendengarkan ocehan Grace. Tanpa dia sadari butiran-butiran air bening berhasil lolos membasahi wajah cantiknya. Sakit! Sungguh sakit, hatinya begitu hancur mengetahui kebenaran ini. Seperti jatuh di kerikil-kecil kecil yang begitu tajam dan menancap ke seluruh tubuhnya. "Dia adalah mommy Ray! Jadi jangan buat dia menangis," Ucap Raygan langsung berlari ke arah Naura. Tangan mungilnya mengenggam tangan Naura, dan memberikan semangat untuk sang mommy. "Mom! Mommy jangan menangis ya. Mommy adalah mommy Ray, tidak akan ada yang bisa mengantikan mommy," Ucap Raygan dengan tegas. "Sayang! Mommy adalah mommy kandungmu, mommy yang telah melahirkanmu," Ucap Grace tidak terima. Dia menarik Raygan dengan kasar agar menjauh dari Naura. "Hentikan!" Ucap Naura menatap tajam Grace. "Aku memang bukan ibu kandungnya, tapi jangan sesekali kau mengasarinya di depanku. Atau aku akan mematahkan tanganmu saat ini juga," Naura langsung menepis kasar tangan Grace yang mencengkram tangan Raygan. Dia menatap wanita itu penuh keberanian. Bahkan dia tidak perduli dengan tanggapan Leon nantinya. Tiba-tiba terdengar suara mobil memasuki area perkarangan rumah itu. Para pelayan langsung bergegas keluar untuk menyambut kedatangan pemilik mobil itu. Sedangkan Raygan langsung berlari keluar dengan air mata yang mengalir membasahi wajahnya. Tentu saja dia ingin meminta penjelasan dari sang daddy untuk semua ini. "Lihat saja! Aku akan menendangmu keluar dari istanaku hari ini juga." Grace sangat yakin jika Leon akan senang melihat kedatangannya. "Seorang babu tidak akan bisa menjadi ratu, jadi kau tidak perlu berkhayal terlalu tinggi," Ucapnya tersenyum sinis. "Aku memang bukan wanita hebat seperti Anda, tapi setidaknya aku punya hati dan juga ketulusan yang bisa aku andalkan. Asal Anda tau, kecantikan Anda hanyalah sebuah titipan, jadi apa yang perlu Anda banggakan?" Tanya Naura tersenyum sinis lalu memilih untuk mengejar Raygan. "Asal Anda tau, aku juga istri Tuan Leon, jadi kita memiliki hak yang sama di rumah ini," Ucap Naura kembali sebelum melangkahkan kakinya.Leon tersenyum sendiri melihat layar ponselnya. Seperti anak remaja yang sedang jatuh cinta, dia terus tersenyum sambil menatap foto propil whatshap milik Naura. Dia melihat jika pesan yang dia kirim telah di baca, akan tetapi san istri sama sekali tidak ada niat untuk membalas pesan itu. "Walaupun aku tidak bisa mendapatkanmu, tapi aku bisa memiliki putrimu. Maaf karena aku bersikap terlalu keras kepadanya. Aku janji akan memperbaiki sikapku," batin Leon beralih menatap foto Shella yang ada di meja kerjanya. "Tuan!" Tiba-tiba Arga main nyelonong masuk, sehinga Leon refleks meletakkan ponselnya (Tapi lupa mematikan layar) "Ehm! Ternyata duda jika jatuh cinta melebihi anak ingusan," Batin Arga melihat layar ponsel Leon yang masih menyala. Melihat tatapan asistennya itu, Leon langsung tersadar. Dia mengambil ponsel itu lalu memasukkannya ke saku celana. "Aku hanya ingin bertanya bagaimana keadaannya" jelas Leon tanpa menatap sekertarisnya itu. "Memangnya saya bertanya, Tu
Naura berjalan memasuki kediaman keluarga Debora. Dia menatap satu persatu pelayan yang menyambut kedatangannya, akan tetapi dia tidak menemukan Rita di barisan itu. "Dimana tante?" Tanya Naura kepada ketua pelayan. "Nyonya ada di kamarnya, Nyonya. Beberapa hari ini dia terus mengurung diri di kamarnya," Jelas pelayan itu. Mendengar penjelasan pelayan itu, Naura perlahan berpikir sejenak. Tidak biasa sang tante seperti itu, biasanya dia selalu ikut dalam barisan pelayan saat Naura berkunjung. "Baiklah! Aku akan menemuinya," ucap Naura kembali melangkahkan kakinya. Dia melangkahkan kakinya menuju kamar yang di tempati Rita. Kamar yang begitu sempit dan juga tidak memiliki perlengkapan tidur yang lengkap. Naura menatap pintu kamar yang tertutup dengan rapat. Melihat kamar itu, ingatan akan masa lalu yang begitu menyakitkan kembali muncul di ingatannya. Kamar yang sempit dan tidak layak itu adalah saksi penderitaan Naura selama ini. Di sana dia selalu menangis menumpahkan se
Mendengar ucapan Leon yang menyudutkan nya, Dirga hanya bisa terdiam. Dia tidak bisa berkata-kata lagi, dia sadar jika dia salah. Namun, dia juga merasa kesal akan sikap Leon yang selalu acuh tak acuh kepada Naura. "Maafkan saya, Tuan!" hanya kata-kata itu yang bisa muncul dari bibir Dirga. "Tidak masalah. Kau sudah menebus kesalahanmu," Leon tersenyum sekilas mengingat permainan panasnya dengan Naura semalam. Walaupun awalnya sang istri menolak, akan tetapi lama-lama dia juga menikmati setiap sentuhan yang Leon berikan kepadanya. "Tuan! kita ada pertemuan penting dengan salah satu klien. Apa Anda sudah siap?" tanya Arga mengalihkan pembicaraan. "Sudah!" ucap Leon melangkahkan hedak melangkahkan kakinya keluar. "Dimana Alex?" "Alex!" mendengar nama sang adik di sebut, Arga dan Dirga langsung saling lempar pandang. Tidak biasanya tuan besar mereka itu mengingat adik mereka. "Di ... Dia sedang kuliah, Tuan!" ucap Dirga sedikit gugup. Dia merasa cemas dan menduga jik
Setelah selesai melanjutkan olahraga, Leon langsung bergegas ke kamar mandi. Dia membersihkan tubuhnya sambil sesekali membayangkan olahraga panas yang telah dia laukan bersama sang istri. Sudah cukup lama dia tidak menuntaskan birahinya, sehingga dia tidak bisa mengontrol diri dan menguras habis seluruh tenaga sang istri. "Pasti dia sangat lelah," batin Leon tersenyum kecil. "Tapi dia sangat nikmat. Bahkan aku ingin lagi." Tiba-tiba pria itu berubah bucit. Padahal baru beberapa waktu lalu dia mengucapkan kata perpisahan. Apa sebenarnya yang ada dipikirannya selama ini? Setelah selesai membersihkan diri, dia bergegas keluar dengan mengunakan handuk yang melilit di pingangnya. Dia menatap ke arah Naura yang kembali tertidur karena kelelahan. "Ternyata dia sangat kelelahan. Aku sudah seperti singa lapar saja," ucap Leon terkekeh kecil sambil merapikan selimut yang menutupi tubuh naura. Tidak lupa dia sedikit mengintip untuk melihat tubuh polos istrinya itu. Tidak lupa dengan hi
"Apa?" Tanya Arga dan Alex terkejut, bahkan mereka hampir kesedak minuman mendengar ucapan Dirga. "Kenapa? Aku tidak salah. Mereka sudah menikah, jadi wajar saja mereka melakukannya," ucap Dirga tersenyum tanpa dosa. Sebenarnya Dirga tidak rela jika Naura dan Leon berpisah. Terlebih lagi mengingat wanita itu sangat menyayangi Raygan, tentu saja Dirga tidak mau jika hidup Tuan Kecilnya itu kembali seperti dulu. Dimana dia selalu merindukan kasih sayang seorang ibu. "Aku hanya ingin menebus kesalahanku. Aku secara tidak sengaja mendukung keputusan Nyonya untuk berpisah dari Tuan Leon. Jadi, aku hanya ingin memperbaiki kesalahanku saja," ucap Dirga mencoba memberikan pengertian kepada kedua adiknya itu. "Kakak tidak salah. Aku juga mendukung," ucap Alex tersenyum puas. "Malam indah yang pernah tertunda akhirnya terlaksana juga," ucap Arga tersenyum mesum. Tanpa mereka sadari, ternyata sejak tadi ada sepasang kuping yang mendengarkan pembicaraan mereka. Siapa lagi jika bu
Leon berdiri seorang diri di balkon kamarnya. Dia menatap langit yang begitu gelap sambil mengisap sebatang rokok. Wajahnya terlihat murung, seperti sedang memikirkan sesuatu. "Dad!" Suara lembut sang buah hati tiba-tiba menyadarkannya. "Ia!" Dia menatap sumber suara itu dengan tatapan yang tidak bisa di artikan. "Apa daddy dan mommy bertengkar? kenapa mommy ingin pergi?" tanya Raygan dengan mata berkaca-kaca. Leon hanya bisa terdiam membisu. Mulutnya seakan terkunci dengan rapat, sehingga dia tidak bisa mengucapkan sepatah katapun. Dia mencoba mencari alasan agar sang putra dapat mengerti. Namun, pikirannya juga sangat kacau, sehingga membuatnya tidak bisa berpikir dengan jernih. "Daddy!" Leon mencoba berbicara, akan tetapi dia tetap tidak tau apa yang harus dia katakan. "Mom! mommy mau kemana? mommy sudah janji tidak akan meninggalkan Ray, tapi ini," Raygan mencoba beralih ke Naura yang sedang membereskan barang-barangnya. Dia menatap wanita itu dengan tatapan pe
Semua yang telah berpartisipasi di dalam kejahatan Heri telah di hukum satu persatu. Mulai dari Arif yang telah memalsukan surat wasiat Tuan Besar Debora, dan juga Budi yang telah membantu dalam kecelakaan yang di alami kedua orang tua Naura. Setelah menemukan beberapa bukti, ternyata kematian mereka terjadi karena rencana Budi dan Heri. Mereka sengaja menciptakan kejadian itu seperti kecelakaan, dan menghilangkan semua bukti kejahatan mereka. Namun, sepintar-pintarnya mereka menyembunyikan kejahatan yang mereka lakukan, pasti akan terbongkar juga. Hari ini, di depan seluruh pejabat penting dan juga para pegawai penting Pt. Debora grub Naura di tetapkan sebagai direktur utama Pt. debora grub dan juga pewaris tunggal keluarga Debora. "Selamat, Nyonya!" Dirga memberikan selamat atas keberhasilan Naura merebut kembali apa yang seharusnya menjadi miliknya. "Terima kasih! ini semua karena bantuan Anda," ucap Naura tersenyum. "Selamat, Nyonya! Akhirnya Anda berhasil menyingkirkan s
"Maaf! dengan Vico Asrico Debora?" beberapa pria berbadan tegap dan mengunakan seragam dinas polisi mendekati Rico yang sedang minum di sudut bar. "Ya! saya adalah Vico Asrico Debora. Ada apa?" tanya Rico tidak mengerti. "Anda di tahan atas tuduhan penggelapan dana perusahaan Debora, dan juga pemalsuan dokumen kepemilikan perusahaan itu," ucap ketua polisi memberikan surat perintah penahanan. "Bukan hanya itu, ada juga terlibat dalam sindikat jaringan narkoba dan juga judi online. Jadi, ikut kami sekarang," ucap polisi itu kembali sambil memborgol tangan Rico. "Pemalsuan dokumen? saya tidak tau masalah itu, Pak. Itu semua pengacara itu, dia yang memalsukan surat wasiat kakek." Rico berusaha untuk membela diri. "Silakan Anda jelaskan di kantor. Sekarang ikut kami secara baik-baik, atau kami akan berbuat kasar." Melihat tatapan tajam para polisi itu, Rico langsung ketakutan. Wajahnya memucat, diikuti dengan keringat dingin yang bercucuran. Tentu saja dia tidak berani menghada
Di saat semua orang masih tertidur dengan lelap, terlihat seorang wanita paruh baya sedang sibuk berkutik di dapur. Dia meracik setiap bumbu yang hendak dia masak dengan perasaan kesal. Terlihat wajahnya begitu lelah, apalagi usianya kini yang sudah tidak muda lagi, sehingga membuat seluruh tubuhnya terasa sakit. "Lelah sekali!" dia mencoba menyeka keringat yang memenuhi keningnya. "Ternyata Anda tau lelah juga," ucap seorang wanita berdiri di depan pintu sambil memperhatikan wanita itu. "Naura!" ucap Rita melihat kedatangan keponakan sekaligus majikan barunya. "Aku mau sarapan, cepat siapkan sarapan untukku," ucap Naura melirik jam tangannya yang sudah menunjuk ke pukul enam pagi. "Sebentar! Tante akan masakkan nasi goreng untukmu," ucap Rita menunduk. Jujur tubuhnya sudah sangat lelah, akan tetapi dia tidak berani membantah sama sekali. Apalagi mendengar ancaman Naura semalam, tentu dia tidak mau mendapatkan hukuman karena tidak becus bekerja. Di saat semua pelayan masih