"Bagaimana, Ra. Apa kamu mau temenin aku bertemu klien?" Andi menatap Zahra penuh harap. "Kalau kamu keberatan, tidak apa-apa kok."
Zahra tak ingin Andi kecewa karena Andi begitu baik padanya. "Aku mau kok, Kak. Kapan?" "Kamu serius, Ra?" "Ya serius dong Nak Andi, Zahra itukan sebentar lagi jadi istrinya Nak Andi. Sudah pasti nanti kalau Zahra akan sering Nak Andi bawa ke acara-acara bertemu klain kan?" sela Bu Aisyah datang membawa minum. "Kamu itu, Ra. Bukannya bawain minum buat Nak Andi, malah diem saja," omel Bu Aisyah. "He he, tadi Zahra udah nawarin minum kok, Bu. Cuma Andi tolak karena Andi mau bicara sama Zahra," kata Andi membela Zahra.Kebaikan, perhatian serta pengertian Andi pada Zahra membuat Zahra semakin merasa bersalah karena hatinya masih menyimpan cinta untuk pria lain. Padahal sebentar lagi mereka akan menikah. Zahra berusaha keras untuk menepis dan melupakan perasan cinta pada Erlangga. Namun, nyatanya tak mudah karena mungkin Erlangga adalah cinta pertamanya. ***** "Jimmy, jam berapa kita bertemu klien dari PT Bima Sakti?" Erlangga menoleh ke asistennya. "Siapa namanya tadi?" "Pak Andi, Pak Er," kata asistennya. Pak Er adalah panggilan untuk Erlangga karena Erlangga yang memintanya sendiri. Erlangga sedikit berpikir dan mencoba mengingat nama itu. Nama Andi seperti pernah di dengarnya dan sudah tidak asing lagi."Baiklah jam berapa, Jim?" "Jam makan siang katanya, Pak. Mereka pun sudah menyiapkan tempatnya. Pak Er tinggal duduk saja nanti, he he," canda Jimmy. Erlangga menganggap Jimmy tidak hanya sebagai asistennya. Jimmy juga sudah di anggap sebagai saudara oleh Erlangga. Untuk itu, mereka terkadang sering bergurau di sela-sela pekerjaan mereka. Karena bapak Jimmy pun dulu adalah asisten papanya yang sudah lama mengabdi di perusahaan yang dirinya saat ini pimpin. Karena usia bapak Jimmy sudah tidak muda lagi, pada akhirnya Jimmy pun mengambil alih pekerjaan bapaknya. Seperti halnya Erlangga yang kini mengambil alih kepemimpinan perusahaan papanya."Masih ada waktu dua jam lagi bukan? Aku ingin istirahat sebentar, Jim. Jangan kau berikan lagi aku berbagai dokumen yang membuatku pusing," kata Erlangga bercanda tapi nadanya sangat datar. Jimmy yang sudah hafal bagaimana Erlangga pun hanya cengengesan. Jimmy akhirnya pamit dan keluar dari ruangan Erlangga. Sepeninggal Jimmy, Erlangga membuka laci yang berada di meja kerjanya. Lalu keluarkan sebuah foto berukuran kecil. Erlangga menatap foto itu dengan dalam menahan rindu pada gadis yang ada di foto itu. "Aku rindu kamu, Ra," lirihnya. "Aku sangat merindukanmu, Khanza Az-Zahra," sebutannya lagi menyebut nama panjang Zahra. **** "Ke sini, Pak Er. Mereka sudah menunggu kita." Jimmy menunjukkan jalan menuju ruang pertemuannya dengan klien.Erlangga dan Jimmy terus berjalan dengan sedikit tergesa karena sudah telat akibat kena macet. Saat mereka tengah terburu-buru, handphone Erlangga berdering. Erlangga melihat layar itu dengan sedikit malas saat tahu siapa yang menghubunginya. "Jim, masuk duluan ya. Saya angkat telepon dulu." Erlangga mencari tempat untuk mengangkat teleponnya, sedangkan Jimmy masuk duluan. Erlangga sangat malas sebenarnya jika harus mengangkat telpon dari sang papa. Karena yang di tanyain sangatlah penting. Cuma Erlangga tak mau mengecewakan papanya seperti sebelum-sebelumnya di mana Yudistira merajuk karena telponnya tak di angkat.Setelah selesai berbasa basi dengan Yudistira, Erlangga masuk ke ruangan orang yang sudah menunggunya. "Maaf, saya barusan ada urusan sedikit," ucapnya saat memasuki ruangan itu. “Oh iya tidak apa-apa, Pak Er.” Erlangga pun duduk di samping asistennya. Lalu menatap kedua orang yang sudah menunggunya itu. Betapa terkejutnya saat siapa yang ditemui Erlangga saat ini. Tidak hanya Erlangga, melainkan gadis di sembrang tempat duduknya juga sangat terkejut. 'Kak Erlangga? Ya Allah, kenapa aku harus bertemu lagi dengannya?' gumam Zahra dalam hatinya. 'Zahra? Khanza Azzahra? Gadis yang selalu aku rindukan?' lirih Erlangga dalam hatinya pula.Erlangga dan Zahra saling berpandangan. Mata mereka beradu mendalami apa yang ingin mereka tanyakan pada perasaan masing-masing. Namun, pandang-memandang itu tidak berlangsung lama. Karena Andi menyadarkan mereka berdua. "Pak Er, sebelumnya saya ucapkan terima kasih karena Anda mau bertemu dengan saya. Juga terima kasih karena Anda mau bekerja sama dengan perusahaan kecil seperti perusahaan saya," ujar Andi sangat senang dengan senyum merekah. Erlangga masih menatap Zahra yang kini menundukkan wajahnya. Zahra sudah memutuskan untuk melupakan Erlangga karena yakin jika Erlangga sudah tak punya perasaan lagi padanya. Andi yang melihat sedikit tak suka pada sikap Erlangga yang terus menatap calon istrinya pun menyadarkan Erlangga."Pak Er ... ini kenalkan calon istri saya, Khanza Az-Zahra." Andi berpaling pada Zahra yang sudah mengangkat wajahnya dan menatap Andi. Erlangga tersadar akan kesalahannya. “Ah iya, maaf gimana tadi, Pak Andi?” "He he, Bapak tidak mendengar saya karena Bapak terus saja menatap calon istri saya," kata Andi menyindir. "Apa kalian sudah saling kenal?" Andi menoleh pada Zahra lalu pada Erlangga kembali. "Tidak, Kak. Kita baru bertemu sekarang," pungkas Zahra cepat. Rahang Erlangga mengeraskan tangannya mengepal erat. Walau mungkin Zahra dan Jimmy tidak mengerti dengan reaksi dari Erlangga. Akan tetapi, tidak dengan Andi yang merasa ada yang disembunyikan oleh Erlangga. Andi ingin sekali mengoreknya, tetapi Andi juga tak ingin terlalu buru-buru.'Apa kamu benar-benar sudah melupakan aku, Ra? Apa sudah tak ada lagi cinta di hatimu untukku, Ra? Tapi kenapa, kenapa Zahra?' Hati Erlangga begitu sakit saat Zahra mengatakan jika mereka tak pernah saling kenal. Erlangga semakin yakin jika Zahra memang sudah bahagia dengan pria pilihan ayahnya. Erlangga menarik napasnya berusaha menetralkan emosi dan gejolak dalam hatinya. "Tidak Pak Andi. Saya minta maaf karena saya pikir dia adalah wanita yang pernah saya kenal. Tapi ternyata bukan," ucap Erlangga berbohong. Erlangga berusaha untuk tidak meledakkan emosi saat pertemuan itu terjadi. Erlangga benar-benar kecewa karna Zahra ternyata sudah melupakannya. Padahal Zahra sendiri saat ini mati-matian menahan gejolak dan amarahnya pada Erlangga.Zahra sangat marah pada dirinya sendiri karena harus terus merasa sakit saat Erlangga tak mengenalnya. Suasana jadi canggung dan mencekam antara Erlangga dan Zahra. Namun, untungnya Jimmy asisten Erlangga mencairkan suasana itu. "Jadi, bagaimana Pak Er?" Erlangga tersadar dan menoleh pada Jimmy yang menunggu jawaban. "Terima kerja samanya dengan kita," ucap Erlangga, lalu menoleh ke Andi. "Saya terima kerja sama ini, untuk kelanjutannya Anda bisa menghubungi asisten saya. Saya pergi dulu.' Erlangga beranjak meninggalkan kursinya dengan perasaan hancur. Bagaimana dirinya sangat menjaga cinta untuk Zahra. Namun ternyata Zahra malah sudah melupakannya. Melupakan semua kenangan suka cita saat bersama dulu. Erlangga hanya mengepalkan tangannya agar sedikit mengurangi amarahnya.'Ra, apa kamu benar-benar sudah melupakan aku, Ra?' batin Erlangga sambil memejamkan matanya. 'Ini sakit sekali, Ra,' batinnya lagi.Erlangga segera kembali ke mobilnya dengan cepat dan segera pergi dari restoran itu. Erlangga tak ingin menumpahkan amarahnya di tempat yang salah. Tentu saja salah jika Erlangga harus marah-marah di hadapan Andi dan Jimmy..Mereka tak tahu apa pun tentang masalahnya dengan Zahra. Erlangga melesat secepat mungkin agar segera tiba di tempat biasanya menumpahkan amarah. Setelah sampai di tempat itu, Erlangga segera masuk ke satu ruangan yang terdapat berbagai macam alat lukis lalu dengan segera Erlangga melukis wajah Zahra lalu dirinya, kemudian di gambarnya Andi berada di tengah-tengah mereka bagai seorang pemisah. "Aaakkkhhh ...." Erlangga melempar semua alat lukisnya ke lukisan wajah Zahra. "Kenapa, Ra? Kenapa kamu secepat itu melupakanku?" Erlangga menggusar rambutnya sangat kasar. Tak ada yang tahu ke mana Erlangga kini pergi dan menuntaskan amarahnya. Baik Jimmy maupun Andi mereka mengira jika Erlangga memang memiliki urusan lain. Lain lagi dengan hati Zahra yang sedari tadi sud
"Ayah ... ada apa?" Aisyah menghampiri suaminya yang kini tengah cemas. Malik mengambil napasnya sedikit berat. "Bu, perusahaan Andi tadi menemui klien dari perusahaan 'ElangGrup'. Dan ternyata 'Elanggrup' itu adalah milik Erlangga, Bu." Malik menatap sang istri meminta pendapatnya. "Itu artinya Andi dan Erlangga akan sering bertemu bukan, Bu? Zahra saat ini tengah menangisi cintanya yang kandas karena Ayah, Bu." Aisyah membekap mulutnya terkejut. "Astaghfirullah, kenapa harus begini?" "Ayah juga berharap jika Zahra tidak bertemu lagi dengan Erlangga agar hati mereka tak kembali terluka. Karena Ayah tahu jika Zahra tidak mungkin menyakiti Andi. Tapi, jika mereka sering bertemu kemungkinan mereka untuk ...." Malik tak melanjutkan ucapannya karena yakin jika istrinya akan sangat faham maksudnya. Untuk itu, Malik hanya mengatakan sedikit kemungkinannya saja. Baik Aisyah maupun Malik tak menyangka jika Zahra akan bertemu kembali dengan Erlangga terlebih sekarang Andi bahkan bekerja sa
Hari berganti hari begitu terasa lama bagi Erlangga. Erlangga terus menghitung kapan dirinya akan bertemu kembali dengan Andi. Erlangga sangat berharap jika nanti Andi kembali membawa Zahra. Hingga waktu pertemuan kembali itu datang, Erlangga sangat kecewa ternyata Andi tidak datang bersama Zahra melainkan bersama asistennya. Raut kecewa dan tak semangat menyambut kedatangan dari perusahaan Andi begitu tertera di wajah Erlangga. Jimmy memang tahu akan hal itu, tapi Jimmy pun harus mengingatkan Erlangga jika Erlangga harus profesional dalam bekerja. Erlngga harus ingat jika dulu dirinya di tolak oleh ayah Zahra karena dirinya pria tak bermasa depan. "Masih banyak waktu untuk bertemu lagi dengannya, Pak Er," bisik Jimmy, "saya mohon untuk tetap profesional dalam bekerja jangan sampai Pak Er nanti di tolak kembali oleh orang tuanya karena masa depan Pak Er yang tidak jelas." Erlngga menatap Jimmy mengerti. Tentu saja penolakan Malik pada dirinya itu tak mungkin Erlangga lupakan. Karen
"Ra, aku ingin ajak kamu jalan nanti siang. Sekaligus makan siang'lah gitu. Apa kamu sibuk siang ini?" Zahra terdiam sejenak menimbang pertanyaan dari Andi. "Tidak, Kak. Aku akan sibuk nanti menjelang ke lulusan untuk sekarang masih belum." "Alhamdulillah syukur deh, udah nggak sabar juga pengen melafadzkan ijab qobul," ujar Andi bergurau. Zahra tersenyum tipis. Entah senang atau tidak saat Andi mengatakan ingin segera menikah. Zahra masih berusaha untuk meyakinkan dirinya untuk melupakan Erlangga dan berusaha mencintai Andi. Zahra tak ingin kembali ke masa lalu yang terus saja menyakiti hatinya. "Sabar dong! Kan cuma tinggal beberapa bulan lagi," ujar Zahra menyenangkan Andi. "Insya Allah dan tentu saja aku selalu sabar menunggu, Ra. Aku juga tidak mau nanti kamu malah tertekan dan nggak fokus kuliah gara-gara mikirinn ucapan'ku barusan. Maafkan aku ya, Ra." Tutur kata lembut, sopan santu juga rasa penyayang yang Andi berikan pada Zarha memang belum mampu membuat Zahra melupaka
Suasana sedikit canggung sampai Zahra kembali dari toilet. Kali ini Zahra memang tidak terlalu lama di toilet karena takut jika Andi curiga jika dirinya pernah berhubungan dengan Erlangga dulu. Zahra tak ingin menyakiti Andi karena Zahra merasa jika Andi tak bersalah atas kandasnya hubungan dirinya dengan Erlangga. Untuk itu, Zahra tak ingin Andi tahu jika dirinya dan Erlangga pernah berhubungan. Erlangga kembali menatap Zahra sekilas. "Apa saya mengganggu, kalian?" ujar Erlangga, "jika mengganggu mungkin lebih baik saya cari meja lain." Erlngga hendak pergi. "Tidak, Pak Er. Tidak sama sekali. Kita bisa duduk di meja yang sama di sini, iya'kan, Ra?" Zahra menatap Andi dengan tatapan yang sulit di artikan. "Iya," jawabnya singkat. Erlangga akhirnya duduk kembali bersebrangan dengan Zahra. Erlangga dengan mudah mencuri-curi pandang ke wajah gadis yang selalu di rindukannya. Zahra sendiri tak banyak mengeluarkan kata-kata hanya menjawab dan tersenyum jika Andi bertanya. Padahal sikap
Zahra mengambil napasnya walau dengan dada yang sesak. "Ya, itu mungkin pernah terjadi, tapi kita sudah tidak saling mengenal lagi." Zahra menatap Erlangga sedikit kesal karena Erlangga sama sekali tak ada niatan memperjuangkan cinta mereka. Lagi-lagi rahang Erlangga mengeras. Ludahnya berasa tersekat pahit di tenggorokannya. Erlangga mengerti apa yang di ucapkan oleh Zahra. Erlangga menganggap jika itu karena kini Zahra sudah mencintai Andi. Suasana tegang berlangsung kembali cukup lama. Apalagi kini Andi pun merasakan hal yang sama dengan Zahra dan Erlangga, yaitu sesak. Dari beberapa hari lalu Andi memikirkan tentang hubungan Zahra dan Erlangga. Namun, Andi tak menyangka jika rasanya sesakit itu saat tahu yang sebenarnya. Tentang perasaan Erlangga jangan di tanya lagi. Keinginannya untuk kembali pada Zahra akan dia lanjutkan jika Zahra masih mau menerimanya. Akan tetapi, kini pertanyaan itu terjawab sudah dan nyatanya Zahra sudah tak ingin menerimanya. "Kak, apa kita bisa seger
Sesampainya di rumah Zahra pun kembali dalam perasaan cemas. Lalu kembali membuka kotak yang berisi kenangan indah bersama Erlangga. Zahra kembali meneteskan air matamu saat kenangan itu kembali melintas di depan benaknya. "Aku masih cinta padamu, Kak. Tapi aku bisa apa jika memang Kakak sudah tak menginginkan'ku lagi." Zahra terus mengusap foto kenangan bersama Erlangga. "Aku harus berusaha untuk melupakanmu walaupun sangat susah."Zahra pun segera merapikan kotak berisi kenangan itu lalu menyimpannya kembali dengan rapat. Kini tekadnya adalah melupakan kenangannya bersama Erlangga. Dan berusaha menerima dengan sepenuh hati pernikahannya nanti dengan Andi. ******Erlangga terus menatap foto yang sama dengan yang Zahra tadi tatap. Bedanya Erlangga masih begitu tak terima jika kini Zahra sudah tak bisa menerimanya lagi. Erlangga kali ini seperti kehilangan hidupnya kembali seperti awal hubungan mereka ditentang Malik. Jika dulu Erlangga mampu bangkit kembali karena ingin menunjukkan
"Alhamdulillah, apa itu benar Nak Zahra?" Zahra pun tersadar. "Iya, Ayah. Alhamdulillah hubungan kita baik-baik saja," ucap Zahra pada akhirnya. Santosa mengangguk-anggukkan kepalanya merasa lega. "Syukurlah kalau begitu. Ayah hanya tak ingin jika hubungan kalian putus di tengah jalan. Ayah merasa sangat cocok dengan Nak Zahra apalagi Ayah juga adalah sahabat baik ayahmu, Nak," ujar Santosa penuh harap pada Zahra. "Iya Ayah, tolong doakan kami terus agar kami bisa tetap menjaga hubungan ini sampai halal nanti dengan baik." "Ya ya ya, apa kalian sudah tidak sabar untuk segera halal, hem?" ujar Santosa menggoda sang putra juga calon menantunya itu. "Ayaaaah, jangan menggoda kami!" kata Andi, "jika kami tidak bisa menjaga nafsu kami bagaimana?" "Astagfirullah kamu ya, An. Jika itu sampai terjadi maka ayah tidak akan menganggapmu lagi sebagai putra ayah!" ujar Santosa bergurau. Zahra dan Andi pun akhirnya tertawa dan menikmati makan malam bersama sang Ayah. Malam ini Andi dan Zahra