Erlangga segera kembali ke mobilnya dengan cepat dan segera pergi dari restoran itu. Erlangga tak ingin menumpahkan amarahnya di tempat yang salah. Tentu saja salah jika Erlangga harus marah-marah di hadapan Andi dan Jimmy..Mereka tak tahu apa pun tentang masalahnya dengan Zahra.
Erlangga melesat secepat mungkin agar segera tiba di tempat biasanya menumpahkan amarah. Setelah sampai di tempat itu, Erlangga segera masuk ke satu ruangan yang terdapat berbagai macam alat lukis lalu dengan segera Erlangga melukis wajah Zahra lalu dirinya, kemudian di gambarnya Andi berada di tengah-tengah mereka bagai seorang pemisah."Aaakkkhhh ...." Erlangga melempar semua alat lukisnya ke lukisan wajah Zahra. "Kenapa, Ra? Kenapa kamu secepat itu melupakanku?" Erlangga menggusar rambutnya sangat kasar.Tak ada yang tahu ke mana Erlangga kini pergi dan menuntaskan amarahnya. Baik Jimmy maupun Andi mereka mengira jika Erlangga memang memiliki urusan lain. Lain lagi dengan hati Zahra yang sedari tadi sudah sangat sakit karena Erlangga seperti tak ada usaha menyapa dan mengingatnya lagi.Zahra tak tahan menahan sesak di hatinya. "Kak, aku ke toilet dulu." Zahra pergi tanpa menunggu jawaban dari Andi.Andi semakin yakin jika ada hubungan atau hal lain antara Erlangga dan Zahra. Apalagi tatapan Erlangga pada Zahra tadi begitu dalam seperti menyiratkan rasa rindu yang begitu dalam. Kini sangkaan itu di perkuat lagi dengan dengan sikap Zahra yang menurutnya sedikit aneh. Namun, Andi berusaha untuk santai dan biasa saja karena kini dirinya pun tengah menghadapi ujian di perusahaannya sehingga Andi sangat berharap pada kerja samanya dengan Erlangga.'Aku akan mencari tahunya nanti jika waktunya sudah tepat,' batin Andi menatap kepergian Zahra. 'Aku tahu, Ra. Pasti ada yang kamu sembunyikan dariku' kan?' gumamnya lagi dalam hati.Zahra masuk ke toilet lalu menumpahkan semua rasa yang di rasakannya sejak tadi. Rasa sesak karena Erlangga sungguh telah melupakannya. Rasa rindu karena sampai saat ini cinta Zahra masih untuk Erlangga. Mereka tidak menyadari jika sesungguhnya cinta mereka masih terjaga, hanya saja mereka tidak tahu dan tidak menyadari perasaan masing-masing."Kamu sungguh sudah melupakan'ku, Kak? Aku pikir kamu tidak akan melupakan'ku, aku pikir kamu ... hik." Zahra menumpahkan air mata yang sejak tadi ingin di tumpah'kannya. "Aku masih mencintaimu, Kak. Masih sangat mencintaimu, Kak." Zahra meremas dadanya yang sesak.Lumayan lama Zahra izin pada Andi, sampai akhirnya Zahra kembali Andi sudah menunggunya karena Jimmy pun sudah pulang. Pipi Zahra masih terlihat sembab karena menangis sedikit lama. Andi menyadari itu, tapi lagi-lagi Andi tak ingin langsung bertanya pada Zahra melainkan ingin mendengar langsung dari Zahra apa yang terjadi padanya."Ra, apa kamu tidak apa-apa?"Zahra menoleh pada Andi yang kini sudah bersiap untuk pulang. "Aku tidak apa-apa, Kak."Andi mengangguk tak ingin lagi bertanya. "Kamu yakin? Urusanku dengan Pak Er sudah selesai. Alhamdulillah perusahaan besar itu menerima kerja sama dengan perusahaan'ku."Ada sedikit perasaan yang menusuk pada hati Zahra karena kini Erlangga sudah menjadi pria yang di inginkan sang ayah namun, tak bisa di gapainya lagi. "Oh, iya Kak. Alhamdulillah, selamat ya," ucapnya pada Andi."Kalau gitu kita pulang! Apa kamu ingin pergi dulu ke mana?""Tidak, Kak. Kita pulang saja ya. Aku lelah, ada banyak tugas juga dari kampus yang belum selesai," ujar Zahra, "apa tidak apa-apa, Kak?""Tentu saja tidak apa-apa, aku tidak mau hubungan kita saling menyakiti atau pun menekan kamu." Andi tersenyum pada Zahra menyiratkan suatu hal yang tak biasa dari Andi.Zahra tak ingin banyak berpikir tentang sorotan mata tak biasa Andi. Zahra dan Andi segera pergi dari Restoran ternama itu dengan sejuta rasa. Perasaan senang karena bisa bekerja sama dengan perusahaan besar seperti 'ElangGrup' milik Erlangga. Perasaan penasaran dari Andi karena yakin jika ada hal yang tidak dirinya tahu antara Zahra dan Erlangga. Rasa kecewa Zahra, karena Erlangga sudah tak mencintainya lagi. Rasa sakit yang di rasakan Erlangga karena kini Zahra sudah menerima perjodohan dari ayahnya.Sampai rumah, Zahra langsung pamit pada Andi tanpa ingin bertanya apapun pada Andi. Andi yang memang sangat baik dan bijaksana pun tak mempermasalahkan hal itu. Andi langsung pamit pada Aisyah, ibu Zahra untuk pulang setelah mengantarkan Zahra.Tak ada yang bisa mengerti perasaan mereka bertiga. Erlangga dan Zahra, maupun Andi hanya lah korban dari ke egoisan orang tua yang tak mau mengerti perasaan anak-anaknya. Terlebih Andi yang tidak tahu menahu tentang hubungan Erlangga dan Zahra namun pastinya akan tersakiti juga.Andi melajukan mobilnya sedikit santai sambil berpikir dari mana awal dirinya mencari tahu apa yang pernah terjadi antara Erlangga dan Zahra. "Apa mereka dulu pernah saling jatuh cinta?" gumam Andi dengan masih banyak pertanyaan dalam benaknya. "Aku yakin ada sesuatu yang belum usai antara Zahra dengan Pak Er, tapi apa ya?"Andi berusaha menepis semua pikiran dan perasaan buruknya pada hubungan Erlangga dan Zahra. Walau bagaimana pun Andi hanyalah manusia biasa yang terkadang pikiran buruk itu melintas begitu saja di pikirannya. Andi tak hentinya mengucapkan istighfar mengusir pikiran buruk itu dari pikirannya."Astaghfirullah ... ya Allah, buang lah jauh-jauh pikiran burukku ini pada calon istriku. Aku yakin jika Zahra wanita sholehah. Mana mungkin ada hubungan terlarang antara Zahra dengan Pak Er." Andi mengusap wajahnya sedikit kasar. Zahra masuk kamarnya dan kembali membuka kotak kenangan-kenangan bersama Erlangga. Di bukanya satu persatu isi kotak itu dengan hati kembali tersayat. Yang paling membuat hati Zahra sakit adalah liontin pemberian Erlangga, di mana saat itu mereka berjanji untuk tetap menjaga cinta mereka apa pun yang terjadi."Kenapa, Kak? Kenapa kamu begitu cepat melupakan'ku, Kak? Aku rindu kamu Kak, hik." Zahra memeluk erat semua kenangannya bersama Erlangga. "Aku rindu Kak Erlangga, hik," ucapnya lagi sangat lirih.Tanpa Zahra sadari ternyata sang ayah mendengar semua ucapannya. Malik tadinya hendak bertanya soal hasil kerjasama Andi dengan perusahaan besar yang ternyata adalah 'ElangGrup' milik Erlangga. Karena tadi Andi sangat buru-buru pulang setelah mengantar Zahra.'Apa tadi mereka bertemu lagi?' batin Malik. "Mungkin aku harus tanya Andi saja." Malik kembai dan tak jadi mengetuk pintu kamar Zahra karena kini Zahra tengah menangis meratapi cinta yang tak bisa di gapainya lagi."Assalamuaikum, Nak Andi," ucap Malik saat sambungan telponnya sudah terangkat. "Iya, Ayah ingin bertanya bagaimana tadi kerjasamanya? Maaf tadi Ayah tengah berada di mesjid, he he."Malik pun mendengarkan semua cerita Andi. Malik juga sangat terkejut saat Andi mengatakan jika 'Elanggrup' adalah perusahaan cabang dari perusahaan besar milik Erlangga. Sungguh Malik kembali merasa bersalah karena mungkin kini Zahra tengah kembali mengingat luka di hatinya setelah bertemu Erlangga."Kenapa ya Allah ... kenapa mereka harus bertemu lagi? Sekarang bahkan Andi bekerja sama dengan Erlangga?" Malik mengusapkan kedua tangan pada wajahnya sangat kasar karena bingung dengan takdir putrinya."Ayah ... ada apa?" Aisyah menghampiri suaminya yang kini tengah cemas. Malik mengambil napasnya sedikit berat. "Bu, perusahaan Andi tadi menemui klien dari perusahaan 'ElangGrup'. Dan ternyata 'Elanggrup' itu adalah milik Erlangga, Bu." Malik menatap sang istri meminta pendapatnya. "Itu artinya Andi dan Erlangga akan sering bertemu bukan, Bu? Zahra saat ini tengah menangisi cintanya yang kandas karena Ayah, Bu." Aisyah membekap mulutnya terkejut. "Astaghfirullah, kenapa harus begini?" "Ayah juga berharap jika Zahra tidak bertemu lagi dengan Erlangga agar hati mereka tak kembali terluka. Karena Ayah tahu jika Zahra tidak mungkin menyakiti Andi. Tapi, jika mereka sering bertemu kemungkinan mereka untuk ...." Malik tak melanjutkan ucapannya karena yakin jika istrinya akan sangat faham maksudnya. Untuk itu, Malik hanya mengatakan sedikit kemungkinannya saja. Baik Aisyah maupun Malik tak menyangka jika Zahra akan bertemu kembali dengan Erlangga terlebih sekarang Andi bahkan bekerja sa
Hari berganti hari begitu terasa lama bagi Erlangga. Erlangga terus menghitung kapan dirinya akan bertemu kembali dengan Andi. Erlangga sangat berharap jika nanti Andi kembali membawa Zahra. Hingga waktu pertemuan kembali itu datang, Erlangga sangat kecewa ternyata Andi tidak datang bersama Zahra melainkan bersama asistennya. Raut kecewa dan tak semangat menyambut kedatangan dari perusahaan Andi begitu tertera di wajah Erlangga. Jimmy memang tahu akan hal itu, tapi Jimmy pun harus mengingatkan Erlangga jika Erlangga harus profesional dalam bekerja. Erlngga harus ingat jika dulu dirinya di tolak oleh ayah Zahra karena dirinya pria tak bermasa depan. "Masih banyak waktu untuk bertemu lagi dengannya, Pak Er," bisik Jimmy, "saya mohon untuk tetap profesional dalam bekerja jangan sampai Pak Er nanti di tolak kembali oleh orang tuanya karena masa depan Pak Er yang tidak jelas." Erlngga menatap Jimmy mengerti. Tentu saja penolakan Malik pada dirinya itu tak mungkin Erlangga lupakan. Karen
"Ra, aku ingin ajak kamu jalan nanti siang. Sekaligus makan siang'lah gitu. Apa kamu sibuk siang ini?" Zahra terdiam sejenak menimbang pertanyaan dari Andi. "Tidak, Kak. Aku akan sibuk nanti menjelang ke lulusan untuk sekarang masih belum." "Alhamdulillah syukur deh, udah nggak sabar juga pengen melafadzkan ijab qobul," ujar Andi bergurau. Zahra tersenyum tipis. Entah senang atau tidak saat Andi mengatakan ingin segera menikah. Zahra masih berusaha untuk meyakinkan dirinya untuk melupakan Erlangga dan berusaha mencintai Andi. Zahra tak ingin kembali ke masa lalu yang terus saja menyakiti hatinya. "Sabar dong! Kan cuma tinggal beberapa bulan lagi," ujar Zahra menyenangkan Andi. "Insya Allah dan tentu saja aku selalu sabar menunggu, Ra. Aku juga tidak mau nanti kamu malah tertekan dan nggak fokus kuliah gara-gara mikirinn ucapan'ku barusan. Maafkan aku ya, Ra." Tutur kata lembut, sopan santu juga rasa penyayang yang Andi berikan pada Zarha memang belum mampu membuat Zahra melupaka
Suasana sedikit canggung sampai Zahra kembali dari toilet. Kali ini Zahra memang tidak terlalu lama di toilet karena takut jika Andi curiga jika dirinya pernah berhubungan dengan Erlangga dulu. Zahra tak ingin menyakiti Andi karena Zahra merasa jika Andi tak bersalah atas kandasnya hubungan dirinya dengan Erlangga. Untuk itu, Zahra tak ingin Andi tahu jika dirinya dan Erlangga pernah berhubungan. Erlangga kembali menatap Zahra sekilas. "Apa saya mengganggu, kalian?" ujar Erlangga, "jika mengganggu mungkin lebih baik saya cari meja lain." Erlngga hendak pergi. "Tidak, Pak Er. Tidak sama sekali. Kita bisa duduk di meja yang sama di sini, iya'kan, Ra?" Zahra menatap Andi dengan tatapan yang sulit di artikan. "Iya," jawabnya singkat. Erlangga akhirnya duduk kembali bersebrangan dengan Zahra. Erlangga dengan mudah mencuri-curi pandang ke wajah gadis yang selalu di rindukannya. Zahra sendiri tak banyak mengeluarkan kata-kata hanya menjawab dan tersenyum jika Andi bertanya. Padahal sikap
Zahra mengambil napasnya walau dengan dada yang sesak. "Ya, itu mungkin pernah terjadi, tapi kita sudah tidak saling mengenal lagi." Zahra menatap Erlangga sedikit kesal karena Erlangga sama sekali tak ada niatan memperjuangkan cinta mereka. Lagi-lagi rahang Erlangga mengeras. Ludahnya berasa tersekat pahit di tenggorokannya. Erlangga mengerti apa yang di ucapkan oleh Zahra. Erlangga menganggap jika itu karena kini Zahra sudah mencintai Andi. Suasana tegang berlangsung kembali cukup lama. Apalagi kini Andi pun merasakan hal yang sama dengan Zahra dan Erlangga, yaitu sesak. Dari beberapa hari lalu Andi memikirkan tentang hubungan Zahra dan Erlangga. Namun, Andi tak menyangka jika rasanya sesakit itu saat tahu yang sebenarnya. Tentang perasaan Erlangga jangan di tanya lagi. Keinginannya untuk kembali pada Zahra akan dia lanjutkan jika Zahra masih mau menerimanya. Akan tetapi, kini pertanyaan itu terjawab sudah dan nyatanya Zahra sudah tak ingin menerimanya. "Kak, apa kita bisa seger
Sesampainya di rumah Zahra pun kembali dalam perasaan cemas. Lalu kembali membuka kotak yang berisi kenangan indah bersama Erlangga. Zahra kembali meneteskan air matamu saat kenangan itu kembali melintas di depan benaknya. "Aku masih cinta padamu, Kak. Tapi aku bisa apa jika memang Kakak sudah tak menginginkan'ku lagi." Zahra terus mengusap foto kenangan bersama Erlangga. "Aku harus berusaha untuk melupakanmu walaupun sangat susah."Zahra pun segera merapikan kotak berisi kenangan itu lalu menyimpannya kembali dengan rapat. Kini tekadnya adalah melupakan kenangannya bersama Erlangga. Dan berusaha menerima dengan sepenuh hati pernikahannya nanti dengan Andi. ******Erlangga terus menatap foto yang sama dengan yang Zahra tadi tatap. Bedanya Erlangga masih begitu tak terima jika kini Zahra sudah tak bisa menerimanya lagi. Erlangga kali ini seperti kehilangan hidupnya kembali seperti awal hubungan mereka ditentang Malik. Jika dulu Erlangga mampu bangkit kembali karena ingin menunjukkan
"Alhamdulillah, apa itu benar Nak Zahra?" Zahra pun tersadar. "Iya, Ayah. Alhamdulillah hubungan kita baik-baik saja," ucap Zahra pada akhirnya. Santosa mengangguk-anggukkan kepalanya merasa lega. "Syukurlah kalau begitu. Ayah hanya tak ingin jika hubungan kalian putus di tengah jalan. Ayah merasa sangat cocok dengan Nak Zahra apalagi Ayah juga adalah sahabat baik ayahmu, Nak," ujar Santosa penuh harap pada Zahra. "Iya Ayah, tolong doakan kami terus agar kami bisa tetap menjaga hubungan ini sampai halal nanti dengan baik." "Ya ya ya, apa kalian sudah tidak sabar untuk segera halal, hem?" ujar Santosa menggoda sang putra juga calon menantunya itu. "Ayaaaah, jangan menggoda kami!" kata Andi, "jika kami tidak bisa menjaga nafsu kami bagaimana?" "Astagfirullah kamu ya, An. Jika itu sampai terjadi maka ayah tidak akan menganggapmu lagi sebagai putra ayah!" ujar Santosa bergurau. Zahra dan Andi pun akhirnya tertawa dan menikmati makan malam bersama sang Ayah. Malam ini Andi dan Zahra
"Bagaimana ini bisa terjadi, Pak Daus?" Andi sedikit terkejut karena perusahaannya kini tengah kekurangan dana. "Bukankah satu Minggu yang lalu Bapak bilang perusahaan kita mengalami kenaikan pendapatan?" tanyanya lagi pada manager keuangan perusahaannya. Daus hanya bisa mematung tak bisa menjawab pertanyaan Andi. Daus sendiri tidak tahu bagaimana caranya perusahaan yang di kelolanya itu bisa sampai kekurangan dana dalam waktu yang cepat setelah seminggu yang lalu mengalami kenaikan pendapatan. Daus bingung karena dirinya sendiri tak mengerti pada kinerjanya yang baru kali ini bisa di katakan gagal dalam mengelola keuangan PT Bima Sakti milik Andi Santosa. "Mohon maaf Pak Andi, saya sendiri sangat terkejut melihat keuangan perusahaan yang turun drastis dengan sangat cepat. Seminggu yang lalu saya sudah sangat teliti mencatat pendapatan PT Bima Sakti ini dan memang mengalami kenaikan pendapatan yang lumayan besar. Tapi saya pun bingung mengapa hanya dalam waktu satu minggu ini pendap