Share

Bab 6. Terlalu Sesak

Erlangga segera kembali ke mobilnya dengan cepat dan segera pergi dari restoran itu. Erlangga tak ingin menumpahkan amarahnya di tempat yang salah. Tentu saja salah jika Erlangga harus marah-marah di hadapan Andi dan Jimmy..Mereka tak tahu apa pun tentang masalahnya dengan Zahra.

Erlangga melesat secepat mungkin agar segera tiba di tempat biasanya menumpahkan amarah. Setelah sampai di tempat itu, Erlangga segera masuk ke satu ruangan yang terdapat berbagai macam alat lukis lalu dengan segera Erlangga melukis wajah Zahra lalu dirinya, kemudian di gambarnya Andi berada di tengah-tengah mereka bagai seorang pemisah.

"Aaakkkhhh ...." Erlangga melempar semua alat lukisnya ke lukisan wajah Zahra. "Kenapa, Ra? Kenapa kamu secepat itu melupakanku?" Erlangga menggusar rambutnya sangat kasar.

Tak ada yang tahu ke mana Erlangga kini pergi dan menuntaskan amarahnya. Baik Jimmy maupun Andi mereka mengira jika Erlangga memang memiliki urusan lain. Lain lagi dengan hati Zahra yang sedari tadi sudah sangat sakit karena Erlangga seperti tak ada usaha menyapa dan mengingatnya lagi.

Zahra tak tahan menahan sesak di hatinya. "Kak, aku ke toilet dulu." Zahra pergi tanpa menunggu jawaban dari Andi.

Andi semakin yakin jika ada hubungan atau hal lain antara Erlangga dan Zahra. Apalagi tatapan Erlangga pada Zahra tadi begitu dalam seperti menyiratkan rasa rindu yang begitu dalam. Kini sangkaan itu di perkuat lagi dengan dengan sikap Zahra yang menurutnya sedikit aneh. Namun, Andi berusaha untuk santai dan biasa saja karena kini dirinya pun tengah menghadapi ujian di perusahaannya sehingga Andi sangat berharap pada kerja samanya dengan Erlangga.

'Aku akan mencari tahunya nanti jika waktunya sudah tepat,' batin Andi menatap kepergian Zahra. 'Aku tahu, Ra. Pasti ada yang kamu sembunyikan dariku' kan?' gumamnya lagi dalam hati.

Zahra masuk ke toilet lalu menumpahkan semua rasa yang di rasakannya sejak tadi. Rasa sesak karena Erlangga sungguh telah melupakannya. Rasa rindu karena sampai saat ini cinta Zahra masih untuk Erlangga. Mereka tidak menyadari jika sesungguhnya cinta mereka masih terjaga, hanya saja mereka tidak tahu dan tidak menyadari perasaan masing-masing.

"Kamu sungguh sudah melupakan'ku, Kak? Aku pikir kamu tidak akan melupakan'ku, aku pikir kamu ... hik." Zahra menumpahkan air mata yang sejak tadi ingin di tumpah'kannya. "Aku masih mencintaimu, Kak. Masih sangat mencintaimu, Kak." Zahra meremas dadanya yang sesak.

Lumayan lama Zahra izin pada Andi, sampai akhirnya Zahra kembali Andi sudah menunggunya karena Jimmy pun sudah pulang. Pipi Zahra masih terlihat sembab karena menangis sedikit lama. Andi menyadari itu, tapi lagi-lagi Andi tak ingin langsung bertanya pada Zahra melainkan ingin mendengar langsung dari Zahra apa yang terjadi padanya.

"Ra, apa kamu tidak apa-apa?"

Zahra menoleh pada Andi yang kini sudah bersiap untuk pulang. "Aku tidak apa-apa, Kak."

Andi mengangguk tak ingin lagi bertanya. "Kamu yakin? Urusanku dengan Pak Er sudah selesai. Alhamdulillah perusahaan besar itu menerima kerja sama dengan perusahaan'ku."

Ada sedikit perasaan yang menusuk pada hati Zahra karena kini Erlangga sudah menjadi pria yang di inginkan sang ayah namun, tak bisa di gapainya lagi. "Oh, iya Kak. Alhamdulillah, selamat ya," ucapnya pada Andi.

"Kalau gitu kita pulang! Apa kamu ingin pergi dulu ke mana?"

"Tidak, Kak. Kita pulang saja ya. Aku lelah, ada banyak tugas juga dari kampus yang belum selesai," ujar Zahra, "apa tidak apa-apa, Kak?"

"Tentu saja tidak apa-apa, aku tidak mau hubungan kita saling menyakiti atau pun menekan kamu." Andi tersenyum pada Zahra menyiratkan suatu hal yang tak biasa dari Andi.

Zahra tak ingin banyak berpikir tentang sorotan mata tak biasa Andi. Zahra dan Andi segera pergi dari Restoran ternama itu dengan sejuta rasa. Perasaan senang karena bisa bekerja sama dengan perusahaan besar seperti 'ElangGrup' milik Erlangga. Perasaan penasaran dari Andi karena yakin jika ada hal yang tidak dirinya tahu antara Zahra dan Erlangga. Rasa kecewa Zahra, karena Erlangga sudah tak mencintainya lagi. Rasa sakit yang di rasakan Erlangga karena kini Zahra sudah menerima perjodohan dari ayahnya.

Sampai rumah, Zahra langsung pamit pada Andi tanpa ingin bertanya apapun pada Andi. Andi yang memang sangat baik dan bijaksana pun tak mempermasalahkan hal itu. Andi langsung pamit pada Aisyah, ibu Zahra untuk pulang setelah mengantarkan Zahra.

Tak ada yang bisa mengerti perasaan mereka bertiga. Erlangga dan Zahra, maupun Andi hanya lah korban dari ke egoisan orang tua yang tak mau mengerti perasaan anak-anaknya. Terlebih Andi yang tidak tahu menahu tentang hubungan Erlangga dan Zahra namun pastinya akan tersakiti juga.

Andi melajukan mobilnya sedikit santai sambil berpikir dari mana awal dirinya mencari tahu apa yang pernah terjadi antara Erlangga dan Zahra. "Apa mereka dulu pernah saling jatuh cinta?" gumam Andi dengan masih banyak pertanyaan dalam benaknya. "Aku yakin ada sesuatu yang belum usai antara Zahra dengan Pak Er, tapi apa ya?"

Andi berusaha menepis semua pikiran dan perasaan buruknya pada hubungan Erlangga dan Zahra. Walau bagaimana pun Andi hanyalah manusia biasa yang terkadang pikiran buruk itu melintas begitu saja di pikirannya. Andi tak hentinya mengucapkan istighfar mengusir pikiran buruk itu dari pikirannya.

"Astaghfirullah ... ya Allah, buang lah jauh-jauh pikiran burukku ini pada calon istriku. Aku yakin jika Zahra wanita sholehah. Mana mungkin ada hubungan terlarang antara Zahra dengan Pak Er." Andi mengusap wajahnya sedikit kasar.

Zahra masuk kamarnya dan kembali membuka kotak kenangan-kenangan bersama Erlangga. Di bukanya satu persatu isi kotak itu dengan hati kembali tersayat. Yang paling membuat hati Zahra sakit adalah liontin pemberian Erlangga, di mana saat itu mereka berjanji untuk tetap menjaga cinta mereka apa pun yang terjadi.

"Kenapa, Kak? Kenapa kamu begitu cepat melupakan'ku, Kak? Aku rindu kamu Kak, hik." Zahra memeluk erat semua kenangannya bersama Erlangga. "Aku rindu Kak Erlangga, hik," ucapnya lagi sangat lirih.

Tanpa Zahra sadari ternyata sang ayah mendengar semua ucapannya. Malik tadinya hendak bertanya soal hasil kerjasama Andi dengan perusahaan besar yang ternyata adalah 'ElangGrup' milik Erlangga. Karena tadi Andi sangat buru-buru pulang setelah mengantar Zahra.

'Apa tadi mereka bertemu lagi?' batin Malik. "Mungkin aku harus tanya Andi saja." Malik kembai dan tak jadi mengetuk pintu kamar Zahra karena kini Zahra tengah menangis meratapi cinta yang tak bisa di gapainya lagi.

"Assalamuaikum, Nak Andi," ucap Malik saat sambungan telponnya sudah terangkat. "Iya, Ayah ingin bertanya bagaimana tadi kerjasamanya? Maaf tadi Ayah tengah berada di mesjid, he he."

Malik pun mendengarkan semua cerita Andi. Malik juga sangat terkejut saat Andi mengatakan jika 'Elanggrup' adalah perusahaan cabang dari perusahaan besar milik Erlangga. Sungguh Malik kembali merasa bersalah karena mungkin kini Zahra tengah kembali mengingat luka di hatinya setelah bertemu Erlangga.

"Kenapa ya Allah ... kenapa mereka harus bertemu lagi? Sekarang bahkan Andi bekerja sama dengan Erlangga?" Malik mengusapkan kedua tangan pada wajahnya sangat kasar karena bingung dengan takdir putrinya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status