Share

Bab 2 Mengunjungi Dean

"Aku ingin bertemu Dean," ucap Lucia sambil melewati meja sekretaris Dean.

“Tunggu, Nona Lucia! Ada tidak boleh masuk!” Langkah Lucia langsung terhenti ketika dihadang oleh sekretaris Dean.

“Kenapa tidak boleh?” tanya Lucia dengan alis menyatu.

“CEO Dean sedang sibuk dan tidak bisa diganggu saat ini.”

“Aku hanya ingin bertemu dengannya sebentar.”

“Maaf, Nona. Tidak bisa.” Sekretaris Dean kembali menghalangi Lucia saat akan menerobos masuk ke dalam ruangan bosnya. “CEO Dean melarang siapa pun masuk ke dalam.”

Karena terus dihalangi oleh sekretaris Dean, Lucia menjadi tidak sabar. “Minggir! Jangan halangi aku.”

“Anda tidak bo—”

Lucia tidak menghiraukan larangan sekretaris Dean dan tetap berjalan menuju ruangan tunangannya dengan langkah cepat.

Pagi itu, Lucia bergegas ke kantor Dean. Pasalnya, sejak kejadian di hotel malam itu, mereka belum pernah bertemu kembali karena Dean masih di luar kota.

Namun, betapa terkejutnya Lucia ketika pintu ruangan Dean tiba-tiba terbuka dan melihat Carissa keluar dari ruangan Dean dengan wajah sumringah. Carissa adalah sepupu Lucia.

Melihat keberadaan Lucia di depan pintu ruangan Dean, Carissa langsung melemparkan senyuman miring yang terkesan meremehkan, setelah itu berlalu begitu saja tanpa menyapa sepupunya.

Tiba-tiba saja perasaan Lucia tidak nyaman saat mengetahui Carissa bertemu dengan Dean tanpa sepengetahuannya. Dia pun bergegas masuk ke dalam ruangan tunangannya setelah kepergian Carissa.

“Dean, untuk apa Carissa ke sini?” Lucia menghampiri Dean yang terlihat sedang fokus membaca dokumen di meja kerjanya.

Menyadari kedatangan Lucia, Dean hanya melirik sekilas ke arah tunangannya, kemudian melanjutkan pekerjaannya. “Urusan pekerjaan,” jawab Dean tanpa menoleh pada Lucia. Wajahnya terlihat dingin dan terkesan tak acuh, seperti tidak ingin diganggu.

“Kenapa tidak bilang padaku kalau kau bekerja sama dengannya?”

Meskipun keduanya memiliki hubungan saudara, tapi mereka tidak dekat sama sekali. Mereka justru terlihat seperti musuh, dibandingkan saudra.

Dean jelas tahu kalau sejak dulu hubungannya dengan Carissa tidak baik dan Dean juga tahu kalau Carissa tidak pernah menyukainya, begitu pun sebaliknya.

“Apa aku harus melaporkan semua pekerjaanku padamu?” Dean menatap Lucia setelah meletakkan penanya di meja. “Apa kau pikir aku memiliki waktu untuk itu?”

Melihat Dean nampak kesal, Lucia seketika merasa bersalah. “Maaf, bukan itu maksudku. Aku hanya ingin tahu saja.”

Sebenarnya, Lucia hanya merasa heran karena Dean tidak mengatakan apa pun padanya mengenai Carissa. Biasanya Dean akan selalu memberitahunya apa pun yang berhubungan dengan Carissa, bahkan dulu Dean selalu menolak pekerjaan yang berkaitan dengan Carissa karena tidak ingin dirinya salah paham.

Carissa dan Dean memang sempat dekat karena keduanya pernah bersekolah dan kuliah di kampus yang sama di luar negeri. Dean dan Carissa memiliki umur yang sama yaitu 28 tahun, sementara Lucia lebih muda dua tahun dari mereka berdua yaitu 26 tahun.

“Jika tidak hal penting yang ingin kau bicarakan denganku, lebih baik kau pulang.” Dean kembali melanjutkan pekerjaanya dan mengabaikan Lucia yang masih setia berdiri di depan mejanya.

“Sebenarnya tujuanku ke sini untuk membicarakan tentang pernikahan kita."

Rencananya mereka akan menikah seminggu lagi. Semua persiapan sudah hampir selesai, hanya beberapa hal kecil saja yang belum selesai diurus.

Pernikahan Dean dan Lucia adalah pernikahan paling dinanti oleh semua orang. Bagaimana pun, keluarga Anderson memiliki nama besar di kota Y, jadi banyak yang antusias dengan identitas wanita yang akan menikah dengan penerus keluarga Anderson yang terkenal sulit ditaklukan itu.

"Ada beberapa hal yang ingin aku diskusikan denganmu,” lanjut Lucia ketika tidak mendapatkan respon apa pun dari tunangannya.

Dean menghentikan pekerjaannya lalu menatap Lucia dengan raut wajah dingin dan sedikit kesal. “Tidak bisakah kau mengurusnya sendiri? Kau tidak lihat, aku sedang sibuk?”

Lucia menarik senyuman paksa lalu berkata, “Baiklah. Aku akan mengurusnya sendiri.”

Sikap dingin Dean sedikit membuat perasaannya tidak nyaman. Namun, berusaha dia abaikan. Dia berpikir Dean mungkin lelah karena banyak pekerjaan. Itu sebabnya dia jadi sedikit sensitif.

"Kapan kau akan cuti?" Meskipun tidak mendapatkan sambutan hangat dari tunangannya itu, Lucia berusaha untuk tetap bersikap lembut sambil tersenyum.

"Belum tahu. Pekerjaanku masih banyak."

Mendadak rasa nyeri menyebar ke seluruh dada Lucia saat melihat sikap tak acuh Dean. Dalam hatinya, dia sedang bertanya-tanya, apakah dirinya sudah membuat kesalahan hingga membuat Dean menjadi kesal.

"Kita bisa menunda bulan madu kita kalau kau masih sibuk."

"Ya. Aku memang tidak berencana untuk melakukan bulan madu."

Netra Lucia membesar setelah mendengar ucapan Dean.

Akhir-akhir ini sikap tunangannya itu tiba-tiba saja berubah dan Lucia menyadari perubahan sikap itu terjadi setelah mereka melakukan hal intim malam itu. Komunikasi mereka juga kurang lancar semenjak seminggu yang lalu.

Dean seperti sedang menghindarinya, bahkan beberapa kali panggilan telponnya tidak jawab pria itu. Padahal, biasanya Dean akan menelponnya kembali jika dia tidak bisa mengangkat telponya darinya.

"Tidak masalah jika kau tidak ingin berbulan madu, yang terpenting bagiku adalah menikah denganmu."

"Apa sudah ada kabar dari Jensen? Bisakah dia menghadiri pernikahan kita?"

Lucia baru teringat dengan kakaknya itu ketika disinggung oleh Dean. "Sudah. Dia masih tidak bisa dihubungi. Kami juga tidak tahu di mana dia berada sekarang. Sepertinya kakakku tidak bisa datang. Ibuku bilang kita tidak perlu menunggunya."

Dean tampak berpikir dengan raut wajah tak terbaca selama beberapa saat kemudian melanjutkan pekerjaannya, mengabaikan Lucia yang masih berdiri di hadapannya sejak tadi.

Beberapa menit berlalu, Dean akhirnya mengangkat kepalanya melihat Lucia belum juga pergi dari ruangannya. Dia pun akhirnya bertanya pada wanita berparas cantik itu.

“Apa ada yang ingin kau bicarakan lagi denganku?” Wajahnya terlihat datar, nada bicaranya pun tidak hangat sama sekali.

“Itu … sebenarnya ...."

Lucia menelan salivanya sambil meremas sisi bajunya, baru setelah itu, melanjutkan kembali ucapannya. "Sebenarnya aku ingin membicarakan mengenai perusahaan ayahku.” Lucia berbicara dengan wajah tertunduk, sedikit menampilkan keraguan dan rasa malu.

Meskipun Dean adalah tunangannya, tapi Lucia tetap merasa sungkan untuk meminta bantuan padanya.

“Perusahaan ayahmu?”

Lucia mengangguk kemudian mengangkat kepalanya dan berkata dengan hati-hati, “Kau tidak lupa, kan, mengenai ....” Sejenak Lucia ragu untuk melanjutkan ucapannya.

Namun, ketika dia akan menyelesaikan kata-katanya, Dean langsung memotongnya dengan cepat. “Maksudmu bantuan untuk perusahaan ayahmu?” Suaranya terdengar dingin dan ada sedikit nada sinis dalam ucapannya.

“Iyaa,” jawab Lucia lirih sambil menunduk, menyembunyikan wajah malu serta perasaan tidak nyaman di hatinya ketika melihat mata elang Dean tertuju padanya.

“Aku tidak lupa. Nolan yang akan mengurusnya nanti.” Dean kembali menatap berkas di depannya dan mengabaikan Lucia.

“Baiklah, terima kasih. Aku pasti akan mengembalikannya setelah perusahaan ayahku stabil nanti.”

“Jika tidak ada hal lain lagi, lebih baik segera pulang.”

Melihat Dean nampak sibuk, Lucia tidak lagi mengganggunya. “Kalau begitu, aku pergi.”

Dean tidak menjawab, hanya diam dan melanjutkan pekerjaannya.

*******

Hari pernikahan Lucia dan Dean pun tiba. Di sebuah kamar hotel presidential suite, Lucia nampak duduk sambil tersenyum di depan cermin setelah selesai memakai gaun pengantinnya. Dia sedang menunggu acara pernikahannya dimulai. Di dalam kamar tersebut tidak hanya ada Lucia. Namun, ada 3 orang lainnya yang merupakan perias pengantin beserta asistennya.

Selama seminggu ini, Dean dan Lucia tidak pernah sekalipun bertemu. Mereka hanya berkomunikasi melalui telpon dan pesan singkat. Belakangan ini, Dean disibukkan dengan pekerjaanya, sehingga mereka tidak memiliki waktu untuk bertemu. Bahkan, beberapa hari yang lalu Dean baru saja pulang dari negara tetangga karena memiliki pekerjaan penting di sana.

“Lucia ....” Renata, sahabat Lucia melangkah cepat menuju Lucia yang sedang mengobrol dengan perias pengantinnya.

“Ada apa, Renata?” tanya Lucia saat melihat sahabatnya itu menampilkan wajah paniknya.

“Lihat ini.” Renata langsung menyerahkan ponselnya pada Lucia dan ketika melihat video di ponsel Renata, matanya membelalak sempurna.

“Dari mana kau dapat video ini?” tanya Lucia setelah selesai menyaksikan video tersebut.

“Franklin yang mengirimkan padaku. Dia mendapatkannya di internet. Video ini sudah tersebar di semua media sosial dan internet,” info Renata dengan tatapan iba yang mengarah pada Lucia.

“Apa?” Lucia segera meraih ponselnya yang ada di meja rias kemudian melihat di internet dan seketika matanya membelalak.

Dalam video, nampak sepasang insan yang sedang melakukan hubungan suami-istri dengan penuh gairah. Belum lagi lenguhan dan desahan yang membuktikan kalau keduanya sedang berada di puncak kenikmatan, jelas membuat video itu sekejap masuk dalam pencarian nomor satu di salah satu situs pencarian terpopuler di internet.

Menyaksikan wajah Lucia yang terkejut, Renata menanyakan hal yang sedari tadi memenuhi pikirannya. “Bukankah pria yang ada di video itu adalah … Dean?”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status