Share

Bab 2 Mengunjungi Dean

Penulis: Jiriana
last update Terakhir Diperbarui: 2023-10-26 05:27:04

"Aku ingin bertemu Dean," ucap Lucia sambil melewati meja sekretaris Dean.

“Tunggu, Nona Lucia! Ada tidak boleh masuk!” Langkah Lucia langsung terhenti ketika dihadang oleh sekretaris Dean.

“Kenapa tidak boleh?” tanya Lucia dengan alis menyatu.

“CEO Dean sedang sibuk dan tidak bisa diganggu saat ini.”

“Aku hanya ingin bertemu dengannya sebentar.”

“Maaf, Nona. Tidak bisa.” Sekretaris Dean kembali menghalangi Lucia saat akan menerobos masuk ke dalam ruangan bosnya. “CEO Dean melarang siapa pun masuk ke dalam.”

Karena terus dihalangi oleh sekretaris Dean, Lucia menjadi tidak sabar. “Minggir! Jangan halangi aku.”

“Anda tidak bo—”

Lucia tidak menghiraukan larangan sekretaris Dean dan tetap berjalan menuju ruangan tunangannya dengan langkah cepat.

Pagi itu, Lucia bergegas ke kantor Dean. Pasalnya, sejak kejadian di hotel malam itu, mereka belum pernah bertemu kembali karena Dean masih di luar kota.

Namun, betapa terkejutnya Lucia ketika pintu ruangan Dean tiba-tiba terbuka dan melihat Carissa keluar dari ruangan Dean dengan wajah sumringah. Carissa adalah sepupu Lucia.

Melihat keberadaan Lucia di depan pintu ruangan Dean, Carissa langsung melemparkan senyuman miring yang terkesan meremehkan, setelah itu berlalu begitu saja tanpa menyapa sepupunya.

Tiba-tiba saja perasaan Lucia tidak nyaman saat mengetahui Carissa bertemu dengan Dean tanpa sepengetahuannya. Dia pun bergegas masuk ke dalam ruangan tunangannya setelah kepergian Carissa.

“Dean, untuk apa Carissa ke sini?” Lucia menghampiri Dean yang terlihat sedang fokus membaca dokumen di meja kerjanya.

Menyadari kedatangan Lucia, Dean hanya melirik sekilas ke arah tunangannya, kemudian melanjutkan pekerjaannya. “Urusan pekerjaan,” jawabnya tanpa menoleh pada Lucia. Wajahnya terlihat dingin dan terkesan tak acuh, seperti tidak ingin diganggu.

“Kenapa tidak bilang padaku kalau kau bekerja sama dengannya?”

Meskipun keduanya memiliki hubungan saudara, tapi mereka tidak dekat sama sekali. Mereka justru terlihat seperti musuh, dibandingkan saudra.

Dean jelas tahu kalau sejak dulu hubungannya dengan Carissa tidak baik dan Dean juga tahu kalau Carissa tidak pernah menyukainya, begitu pun sebaliknya.

“Apa aku harus melaporkan semua pekerjaanku padamu?” Dean menatap Lucia setelah meletakkan penanya di meja. “Apa kau pikir aku memiliki waktu untuk itu?”

Melihat Dean nampak kesal, Lucia seketika merasa bersalah. “Maaf, bukan itu maksudku. Aku hanya ingin tahu saja.”

Sebenarnya, Lucia hanya merasa heran karena Dean tidak mengatakan apa pun padanya mengenai Carissa. Biasanya, Dean akan selalu memberitahunya apa pun yang berhubungan dengan Carissa, bahkan dulu Dean selalu menolak pekerjaan yang berkaitan dengan Carissa karena tidak ingin dirinya salah paham.

Carissa dan Dean memang sempat dekat karena keduanya pernah bersekolah dan kuliah di kampus yang sama di luar negeri. Dean dan Carissa memiliki umur yang sama yaitu 28 tahun, sementara Lucia lebih muda dua tahun dari mereka berdua yaitu 26 tahun.

“Jika tidak hal penting yang ingin kau bicarakan denganku, lebih baik kau pulang.” Dean kembali melanjutkan pekerjaanya dan mengabaikan Lucia yang masih setia berdiri di depan meja.

“Sebenarnya, tujuanku ke sini untuk membicarakan tentang pernikahan kita."

Rencananya mereka akan menikah seminggu lagi. Semua persiapan sudah hampir selesai, hanya beberapa hal kecil saja yang belum selesai diurus.

Pernikahan Dean dan Lucia adalah pernikahan paling dinanti oleh semua orang. Bagaimanapun, keluarga Anderson memiliki nama besar di kota Y, jadi banyak yang antusias dengan identitas wanita yang akan menikah dengan penerus keluarga Anderson yang terkenal sulit ditaklukan itu.

"Ada beberapa hal yang ingin aku diskusikan denganmu,” lanjut Lucia ketika tidak mendapatkan respon apa pun dari tunangannya.

Dean menghentikan pekerjaannya, lalu menatap Lucia dengan raut wajah dingin dan sedikit kesal. “Tidak bisakah kau mengurusnya sendiri? Kau tidak lihat, aku sedang sibuk?”

Lucia menarik senyuman paksa, lalu berkata, “Baiklah. Aku akan mengurusnya sendiri.”

Sikap dingin Dean sedikit membuat perasaannya tidak nyaman. Namun, berusaha dia abaikan. Dia berpikir Dean mungkin lelah karena banyak pekerjaan, itu sebabnya dia jadi sedikit sensitif.

"Kapan kau akan cuti?" Meski tidak mendapatkan sambutan hangat dari tunangannya itu, Lucia berusaha untuk tetap bersikap lembut sambil tersenyum.

"Belum tahu. Pekerjaanku masih banyak."

Rasa nyeri seketika menyebar ke seluruh dada Lucia saat melihat sikap tak acuh Dean. Dalam hatinya, dia sedang bertanya-tanya, apakah dirinya sudah membuat kesalahan hingga membuat Dean menjadi kesal.

"Kita bisa menunda bulan madu kita kalau kau masih sibuk."

"Ya. Aku memang tidak berencana untuk melakukan bulan madu."

Netra Lucia membesar setelah mendengar ucapan Dean.

Akhir-akhir ini sikap tunangannya itu tiba-tiba saja berubah dan Lucia menyadari perubahan sikap itu terjadi setelah mereka melakukan hal intim malam itu. Komunikasi mereka juga kurang lancar semenjak seminggu yang lalu.

Dean seperti sedang menghindarinya, bahkan beberapa kali panggilan telponnya tidak jawab pria itu. Padahal, biasanya Dean akan menelponnya kembali jika dia tidak bisa mengangkat telponya darinya.

"Tidak masalah jika kau tidak ingin berbulan madu, yang terpenting bagiku adalah menikah denganmu."

"Apa sudah ada kabar dari Jensen? Bisakah dia menghadiri pernikahan kita?"

Lucia baru teringat dengan kakaknya itu ketika disinggung oleh Dean. "Sudah. Dia masih tidak bisa dihubungi. Kami juga tidak tahu di mana dia berada sekarang. Sepertinya kakakku tidak bisa datang. Ibuku bilang kita tidak perlu menunggunya."

Dean tampak berpikir dengan raut wajah tak terbaca selama beberapa saat, kemudian melanjutkan pekerjaannya, mengabaikan Lucia yang masih berdiri di hadapannya sejak tadi.

Beberapa menit berlalu, Dean akhirnya mengangkat kepala dan melihat Lucia belum juga pergi dari ruangannya. Dia akhirnya bertanya pada wanita berparas cantik itu.

“Apa ada yang ingin kau bicarakan lagi denganku?” Wajahnya terlihat datar, nada bicaranya pun tidak hangat sama sekali.

“Itu … sebenarnya ...."

Lucia menelan salivanya sambil meremas sisi bajunya, baru setelah itu melanjutkan kembali ucapannya, "Sebenarnya aku ingin membicarakan mengenai perusahaan ayahku.” Lucia berbicara dengan wajah tertunduk, sedikit menampilkan keraguan dan rasa malu.

Meskipun Dean adalah tunangannya, tapi Lucia tetap merasa sungkan untuk meminta bantuan padanya.

“Perusahaan ayahmu?”

Lucia mengangguk, kemudian mengangkat kepala dan berkata dengan hati-hati, “Kau tidak lupa, kan, mengenai ....” Sejenak Lucia ragu untuk melanjutkan ucapannya.

Namun, ketika dia akan menyelesaikan kata-katanya, Dean langsung memotongnya dengan cepat, “Maksudmu bantuan untuk perusahaan ayahmu?” Suaranya terdengar dingin dan ada sedikit nada sinis dalam ucapannya.

“Iya,” jawab Lucia lirih sambil menunduk, menyembunyikan wajah malu serta perasaan tidak nyaman di hatinya ketika melihat mata elang Dean tertuju padanya.

“Aku tidak lupa. Nolan yang akan mengurusnya nanti.” Dean kembali menatap berkas di depannya dan mengabaikan Lucia.

“Baiklah, terima kasih. Aku pasti akan mengembalikannya setelah perusahaan ayahku stabil nanti.”

“Jika tidak ada hal lain lagi, lebih baik kau segera pulang.”

Melihat Dean nampak sibuk, Lucia tidak lagi mengganggunya. “Kalau begitu, aku pergi.”

Dean tidak menjawab, hanya diam dan melanjutkan pekerjaannya.

*******

Hari pernikahan Lucia dan Dean pun tiba. Di sebuah kamar hotel presidential suite, Lucia nampak duduk sambil tersenyum di depan cermin setelah selesai memakai gaun pengantinnya.

Dia sedang menunggu acara pernikahannya dimulai. Di dalam kamar tersebut tidak hanya ada Lucia. Namun, ada 3 orang lainnya yang merupakan perias pengantin beserta asistennya.

Selama seminggu ini, Dean dan Lucia tidak pernah sekalipun bertemu. Mereka hanya berkomunikasi melalui telpon dan pesan singkat.

Belakangan ini, Dean disibukkan dengan pekerjaanya, sehingga mereka tidak memiliki waktu untuk bertemu. Bahkan, beberapa hari yang lalu Dean baru saja pulang dari negara tetangga karena memiliki pekerjaan penting di sana.

“Lucia ....” Renata, sahabat Lucia melangkah cepat menuju Lucia yang sedang mengobrol dengan perias pengantinnya.

“Ada apa, Renata?” tanya Lucia saat melihat sahabatnya itu menampilkan wajah paniknya.

“Lihat ini.” Renata langsung menyerahkan ponselnya pada Lucia dan ketika melihat video di ponsel Renata, matanya membelalak sempurna.

“Dari mana kau dapat video ini?” tanya Lucia setelah selesai menyaksikan video tersebut.

“Franklin yang mengirimkan padaku. Dia mendapatkannya di internet. Video ini sudah tersebar di semua media sosial dan internet,” info Renata dengan tatapan iba yang mengarah pada Lucia.

“Apa?” Lucia segera meraih ponselnya yang ada di meja rias kemudian melihat di internet dan seketika matanya membelalak.

Dalam video, nampak sepasang insan yang sedang melakukan hubungan suami-istri dengan penuh gairah. Belum lagi lenguhan dan desahan yang membuktikan kalau keduanya sedang berada di puncak kenikmatan, jelas membuat video itu sekejap masuk dalam pencarian nomor satu di salah satu situs pencarian terpopuler di internet.

Menyaksikan wajah Lucia yang terkejut, Renata menanyakan hal yang sedari tadi memenuhi pikirannya. “Orang yang ada di video itu, kau dan Dean, kan?"

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Dikejar Kembali oleh Tunangan Aroganku   Bonus Chapter (Memulai Hidup Baru)

    "Bernice, maafkan aku. Aku tidak bisa menepati janjiku untuk membawa Jensen." Lucia memeluk adik Dean dengan mata yang memerah. Setelah pulang dari pusat perbelanjaan, Lucia langsung meminta Dean untuk mengantarnya ke rumah sakit tempat Bernice dirawat. Setelah itu, Dean mengantar ibunya untuk pulang ke apartemen. Jadi saat ini, mereka hanya berdua. "Jensen tidak akan kembali. Dia sudah memiliki kehidupan baru dengan orang lain. Tolong relakan dia. Aku yakin suatu saat nanti, kau akan menemukan pria yang tulus mencintaimu," ucap Lucia dengan suara bergetar. "Kau bisa melampiaskan kemarahanmu padaku, kapan pun kau mau. Aku berjanji akan menebus kesalahan kakakku seumur hidupku." Lucia tidak bisa lagi membendung air mata yang sejak tadi dia berusaha tahan. Tubuh bergetar, karena berusaha meredam suara tangisnya. "Akan kulakukan apa pun demi kesembuhanmu." Hening selama beberapa saat. Setelah itu, tiba-tiba saja Lucia mendengar suara lirih Bernice, "Kak, aku mau pulang." Lucia

  • Dikejar Kembali oleh Tunangan Aroganku   Bonus Chapter (Pertemuan Lucia dengan Gevin)

    "Lucia, aku ke toilet dulu," kata Dean sambil berdiri. "Kau tunggu di sini dulu." "Baiklah." Saat ini, mereka sedang berada di restoran yang ada di pusat perbelanjaan di kota Bristol. Mereka baru saja dari rumah sakit sebelum ke sana. Rencananya mereka akan kembali ke kota Y tiga hari lagi. Itu sebabnya, mereka ke rumah sakit untuk berkonsultasi dengan Dokter kandungan sekaligus meminta surat izin untuk melakukan penerbangan jarak jauh. Untuk pulang ke negaranya, Dean sengaja menyewa seorang Dokter Kandungan selama mereka melakukan penerbangan, karena takut terjadi apa-apa dengan istrinya selama penerbangan. Beruntung Dean menggunakan jet pribadi. Jadi, segala sesuatunya sudah diurus sedemikian rupa demi kenyaman Lucia selama penerbangan. Sudah 4 hari Dean berada di Bristol. Jadi, dia harus segera kembali ke kota Y, dikarenakan banyak pekerjaan yang sudah menunggunya. Sebenarnya, Lucia masih ingin di Bristol menemani Bernice dan ibu mertuanya. Hanya saja, Dean melarangnya, karena

  • Dikejar Kembali oleh Tunangan Aroganku   Bab 127 Fokus Pada Masa Depan (END)

    "Kau yakin tidak mau dirawat?" tanya Dean setelah keluar dari ruangan Dokter Kandungan. Mereka baru saja selesai memeriksakan kehamilan Lucia. Setelah istrinya bangun dan selesai sarapan, Dean langsung mengajaknya ke rumah sakit. Dia sangat khawatir dengan kondisi janin dalam perut istrinya, mengingat bagaimana semalam dia menggempur istrinya. Selain itu juga, Lucia belum pernah memeriksakan lagi kehamilannya semenjak mengetahui dirinya hamil seminggu yang lalu. Itu sebabnya, dia mengajak istrinya untuk memeriksakan kondisi kehamilannya. Lucia yang juga ingin tahu tentang janin dalam kandunganya, tidak menolak ketika Dean mengajaknya untuk ke rumah sakit. Lagi pula, dia memang sengaja menunggu Dean karena ingin memeriksakan kehamilannya bersama suaminya. "Aku baik-baik saja, Dean. Kau dengar sendiri bukan apa yang dikatakan oleh Dokter tadi?" Dean mengangguk ringan, kemudian tersenyum tipis. Setelah mengetahui tidak terjadi apa-apa dengan kandungan istrinya, dia baru bisa bernapas

  • Dikejar Kembali oleh Tunangan Aroganku   Bab 126 Hamil

    "Bu, di mana istriku?" Dean bertanya sembari berjalan mendekati ibunya yang sedang duduk di sofa ruangan keluarga. Dean baru saja tiba di apartemen yang disewa ibunya selama tinggal di Bristol. "Dia di kamarnya," jawab Nyonya Arnetta. "Kenapa kau baru ke sini?" Dean menggulung lengan kemejanya setelah itu berkata, "Ada sedikit masalah di perusahaan, jadi terpaksa aku memundurkan penerbanganku." "Istrimu sudah menunggumu sejak dua hari yang lalu. Kasihan dia kecewa saat tahu kau tidak jadi ke sini. Sudah dua hari ini dia nampak sedih dan lesu." Dean sedikit terkejut mendengar itu. Pasalnya, setiap berkomunikasi dengan istrinya, Lucia tidak pernah menampilkan raut wajah sedih dan kecewa. "Apa dia sedang sakit?" "Dia sedang tidak enak badan. Sejak kemarin dia—" Belum usai ibunya bicara, Dean langsung memotong setelah mendengar istrinya tidak enak badan. "Aku akan menemuinya." "Dean istrimu sedang ..." Dean bergegas menuju kamar yang ditempati Lucia tanpa menunggu penjelasan lengk

  • Dikejar Kembali oleh Tunangan Aroganku   Bab 125 Tidak Mau Menikah Dengannya

    "Di mana Carissa?" tanya Dean setelah asistennya masuk ke ruangan kerjanya. "Sedang dalam perjalanan, Tuan." "Lalu, Rebecca?" "Sudah di tempat yang Tuan perintahkan." Dean berpikir sebentar, lalu berkata, "Tunggu di bawah. Aku hubungi istriku dulu." Nolan menjawab seraya mengangguk, kemudian keluar dari ruangan itu. "Sayang, kau sedang apa?" tanya Dean setelah panggilan telponnya tersambung. "Baru selesai makan. Kau kapan ke sini?" Terdengar suara Lucia di ujung telpon. "Belum tahu. Pekerjaanku masih banyak." Tidak terdengar apa pun di sebrang sana hingga Dean kembali membuka suara, "Kenapa? Sudah merindukan aku?" "Bekerjalah, aku tutup dulu telponnya." Tahu kalau istrinya sedang marah, Dean segera berbicara, "Aku akan ke sana lusa." "Benarkah?" Suara Lucia terdengar antusias, tidak lesu seperti sebelumnya. "Kau tidak berbohong, kan?" "Tidak. Setelah urusanku selesai. Aku akan langsung terbang ke sana." Lucia terdengar memekik kegirangan. Sepertinya dia merasa sangat sen

  • Dikejar Kembali oleh Tunangan Aroganku   Bab 124 Permintaan Lucia

    "Sayang, makanlah. Ini sudah sore." Dean sedang berusaha membujuk istrinya untuk makan, karena sejak pulang dari rumah sakit, Lucia langsung mengurung diri kamar hotel. Dia terus berbaring sambil melamun. Sudah berkali-kali Dean mengajaknya untuk makan, tapi Lucia menolak. Alasannya, karena dia tidak selera makan. Akhirnya Dean membiarkan istrinya untuk sendiri dulu. Dia tahu kalau istrinya itu masih terkejut dengan dengan kondisi Bernice. Jadi, butuh waktu untuk menerima kenyataan yang ada. "Aku belum lapar," jawab Lucia tanpa menoleh pada Dean. Lucia nampak sedang duduk di dekat dinding kaca kamarnya sembari menatap ke luar dengan tatapan kosong. Dean akhirnya menghampiri istrinya setelah meletakkan makanan yang tadi baru saja diambil dari atas nakas. "Tapi, kau harus tetap makan. Aku tidak mau kau sakit." Lucia memutar tubuhnya ke samping setelah suaminya berdiri tepat di sampingnya. "Nanti aku akan makan jika sudah lapar." "Kau masih memikirkan Bernice?” Lucia mengangguk deng

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status