"Menutup kota?"Setelah tertegun sejenak, Hawi segera menganggukkan kepala. "Aku mengerti, aku akan segera melaksanakannya."Sebagai seorang prajurit, patuh terhadap perintah adalah tugas utama Hawi. Apa pun perintah yang diberikan Nolan, dia akan melaksanakannya dengan tanpa ragu."Tunggu dulu ...."Saat Hawi baru saja hendak pergi, Nolan malah menghentikannya. "Wabah kali ini bukan hal sepele, harus mengunci semua informasinya. Nggak boleh bocor sedikit pun lagi. Kalau para pejabat dari Kota Linaer nggak patuh atau berpura-pura, langsung copot jabatannya. Kalau penanganannya tertunda, langsung masukkan ke penjara.""Baik," jawab Hawi, lalu bergegas pergi.Dengan adanya perintah dari Nolan, Hawi tidak perlu mengkhawatirkan apa pun lagi saat menjalankan tugasnya. Dia sudah lama kesal dengan para pejabat dari Kota Linaer yang suka berpura-pura, tetapi sebenarnya malas dan tidak becus. Mereka berlari lebih gesit dari siapa pun saat ada keuntungan, tetapi saling melempar tanggung jawab sa
Begitu keluar dari rumah, Naim dan kedua tabib itu segera masuk ke dalam mobil dan pergi ke sebuah rumah sakit yang telah dikarantina. Bukan hanya rumah sakit saja yang ditutup, beberapa jalan di sekitarnya juga dipasang garis pembatas dan dijaga banyak pasukan. Untuk bisa masuk ke sana, kendaraan harus memutar arah dan menunjukkan surat izin masuk, bahkan Naim sendiri juga."Dokter, banyak pasien wabah yang dikumpulkan di rumah sakit ini. Untuk mencegah hal yang nggak diinginkan, sebaiknya kalian memakai masker pelindung," kata Naim sambil membagikan masker dengan penuh perhatian sebelum melewati pemeriksaan.Selain itu, ketiganya juga mengenakan pakaian pelindung seluruh tubuh, jelas sangat waspada dengan hal ini. Bagaimanapun juga, tubuh Naim lemah dan mudah sakit sejak kecil. Jika tertular wabah ini, kemungkinan besar nyawanya akan melayang.Sukanto dan Felicia juga tidak menolak usulan itu. Setelah mengenakan masker dengan patuh, mereka mengikuti Naim masuk ke dalam rumah sakit.H
Mendengar berita itu, ekspresi Misandari langsung berubah. "Apa? Wabah di Kota Pupa menyebar? Kenapa bisa begitu? Bukankah semalam sudah berhasil dikendalikan?"Begitu wabah itu muncul, Misandari langsung memerintahkan untuk mengunci seluruh desa dan mengisolasi semua orang yang terinfeksi. Semua orang yang pernah berinteraksi dengan para penderita juga menjadi target pengawasan utama. Dalam kondisi seperti ini, mengapa wabah di Kota Pupa masih bisa menyebar sampai begitu parah dalam waktu semalam?"Wabah di Desa Beramu memang sudah terkendali, tapi muncul sumber infeksi yang baru lagi di Kota Fogma dan sulit untuk dicegah. Sekarang sudah ada ratusan orang yang menunjukkan gejala dan masih terus menyebar," lapor tangan kanan Misandari dengan serius."Cepat tutup semua pintu keluar dan masuk di Kota Fogma, jangan sampai wabahnya menyebar ke luar. Semua yang terinfeksi harus diawasi dengan ketat, sisanya diperiksa satu per satu. Cepat pergi," perintah Misandari dengan tegas."Baik," jawa
Malam pun berlalu dengan cepat. Keesokan paginya, Yazan yang sebelumnya koma akhirnya membuka matanya. Setelah beristirahat semalaman, rona wajahnya sudah kembali normal, meskipun tubuhnya masih sangat lemah.Misandari berjaga di luar sepanjang malam. Setelah tahu Yazan sudah sadar, dia segera masuk."Yazan, aku adalah penanggung jawab resmi penanggulangan wabah kali ini. Ada beberapa hal yang ingin kutanyakan padamu. Jawab dengan jujur, paham?" Misandari langsung ke inti pembicaraan."Hmm." Yazan mengangguk dengan sedikit rasa takut."Kapan kamu mulai tertular wabah ini?" tanya Misandari."Aku nggak tahu sudah tidur berapa lama. Yang kuingat, sekitar tiga hari lalu, aku mulai merasa pusing, lelah, dan menggigil. Awalnya kupikir cuma flu biasa, jadi aku minum obat seadanya. Tapi, malah makin parah. Saat sadar bahwa ada yang nggak beres, semuanya sudah terlambat," jawab Yazan dengan lemas."Sebelum sakit, apa kamu sempat bertemu dengan orang asing?" tanya Misandari lagi."Aku jarang kel
Sepuluh menit kemudian, Luther mengangkat tangannya. Belasan jarum perak melayang, lalu masuk ke kantong satu per satu.Darah kotor yang menempel di atasnya langsung menguap karena disterilkan oleh energi sejati milik Luther. Bisa dibilang itu adalah bentuk lain dari disinfeksi.Begitu jarum ditarik keluar, muncul daya serap khusus yang langsung menyeret keluar racun wabah dari dalam tubuh Yazan.Tampak jelas dari permukaan tubuh Yazan di tempat-tempat yang baru saja ditusuk jarum, mengalir darah hitam dalam jumlah besar.Darah ini mengandung wabah dan menyebarkan bau busuk menyengat yang membuat siapa pun merasa ngeri.Misandari dan Lahna tanpa sadar mundur beberapa langkah, takut terpapar. Wabah kali ini bukan sembarangan, bahkan dengan Luther sang dokter sakti di sisi mereka, mereka tetap tidak berani gegabah.Beberapa saat kemudian, darah hitam dari tubuh Yazan perlahan berubah menjadi merah. Tak lama kemudian, semuanya kembali normal.Suhu tubuhnya yang semula tinggi pun berangsur
Mobil melaju dengan cepat. Setelah berangkat dari bandara dan berkendara lebih dari satu jam, akhirnya mereka tiba di sumber wabah, Desa Beramu.Desa Beramu terletak di pinggiran Kota Pupa, berbatasan langsung dengan Kota Wuga, dan dihuni oleh sekitar 200 hingga 300 orang.Saat ini, seluruh jalan di desa telah ditutup. Semua warga diminta untuk tetap di rumah dan bekerja sama dalam penyelidikan.Adapun 23 orang yang terinfeksi wabah, telah ditempatkan di satu lokasi khusus dengan penjagaan ketat oleh para tentara, guna mencegah terjadinya hal yang tak diinginkan.Ketika Luther dan Misandari tiba di Desa Beramu, waktu telah menunjukkan pukul 9.30 malam. Mobil mereka berhenti di depan sebuah rumah dua lantai dengan halaman. Di sekitar rumah telah dipasang kamera pengawas sementara dan ada satu regu tentara yang berjaga.Setiap tentara memakai masker. Setiap orang yang masuk dan keluar harus menjalani proses disinfeksi terlebih dahulu. Pengawasan benar-benar ketat."Bos, pakai ini." Bahka