Share

Empati Seorang Perawat

POV Author

Kondisi Fairuz makin kritis. Seorang dokter dan perawat melakukan pemeriksaan jantung dengan alat defribilator atau alat kejut jantung karena aktifitas jantung Fairuz  yang tiba-tiba berhenti. 

Fairuz sudah berada di ambang batas terakhir hidupnya. Nampaknya hanyalah sebuah keajaiban yang dapat mengubah keadaan. 

Di luar ruang ICU, seseorang separuh baya melelehkan air matanya. Tak henti hentinya mulutnya berkomat-kamit dengan dua tangan yang menengadah ke atas. 

Wajahnya pucat melihat gerakan jantung Fairuz di Patient monitor yang terkadang menunjukkan garis zig-zag dan terkadang lurus.

"Ya Allah aku bernazar kepadamu, jika engkau menyembuhkan Fairuz, sebagian hartaku akan kuberikan kepadanya dan sebagian akan kushodaqohkan. Aku akan merawatnya melebihi anakku sendiri. Kasihanilah dia yang terluka lahir dan batinnya dan tidak ada tempat untuk melabuhkan kesedihan dan penderitaannya," ucapnya mengakhiri doanya dengan linangan air mata yang kian menderas. 

Orang tua paruh baya itu adalah Pak Ihsan, orang tua Jesi, yang sangat khawatir dan menaruh rasa kasihan yang teramat kepada mantan tunangan anaknya yang kini sedang berasyik melampiaskan cinta dan nafsunya di sebuah kamar hotel berbintang. 

Sungguh tragis drama kehidupan yang dijalani Fairuz. Disaat dirinya berjuang menahan sakit dan jiwanya terhimpit antara hidup dan mati, orang terdekatnya mengkhianatinya, bahkan di saat kritis menimpanya, ayah dan mantan kekasihnya melengkingkan jeritan kenikmatan.

Patient monitor atau layar monitor menunjukkan aktifitas jantung Fairuz kembali normal. Seluruh perawat dan dokter yang menanganinya terlihat sumringah karena berhasil membantu pasien melewati masa-masa kritisnya. Namun mereka juga merasa heran karena Patient monitor yang sebelumnya menampilkan informasi grafis garis lurus yang menunjukkan berhentinya aktifitas jantung tiba-tiba normal kembali. Kembali zig-zag.

'Ya Rohman, Ya Rohim. Ibu...ibu..." suara Fairuz kembali memanggil manggil  ibunya. 

***

"Alhamdulillah pasien sudah berhasil melewati masa-masa kritisnya. Nampaknya pasien mengalami pengalaman-pengalaman spiritual yang tidak bisa dijelaskan secara logis dan medis. 

Jangan pernah berhenti memanjatkan doa kepada Allah, Pak. Karena Allahlah tempat kita bergantung dan memohon pertolongan," ucap seorang dokter yang menangani Fairuz kepada Pak Ihsan. 

Mata dokter itu nampak berkaca-kaca menyaksikan sendiri bagaimana pasien yang ditanganinya berhasil keluar dari momen momen sulitnya dengan sebuah pengalaman spiritual yang terjadi yang terindikasi dari denyut jantung yang sempat terhenti beberapa menit yang jika diukur secara logis dan medis, harapan untuk hidup adalah nol persen. Tapi Tuhan menghendaki lain. 

Acapkali akal manusia memang tidak mampu menjangkau sesuatu jika 'tangan' Tuhan sudah intervensi. Maha suci Allah dengan segala kebesarannya.

'Ya Allah ya ilahi, terimalah sujud syukurku' Pak Ihsan melakukan sujud syukur dengan linangan air mata yang berderaian. Fairuz sudah berhasil melewati masa masa kritisnya, Pak Ihsan yang sebelumnya hanya bisa mengamati Fairuz dari luar kini diperbolehkan masuk untuk terus mengajak komunikasi Fairuz yang diharapkan dapat menstimulasi otak Fairuz hingga akhirnya bisa tersadar dari komanya.

Dipandanginya wajah layu dan kuyu yang menyimpan sejuta kedukaan itu. Betapa rasa kasihan yang sangat mendalam kepada mantan menantunya merajai ulu hatinya. 

Pak Ihsan menghamparkan sajadahnya, sholat dua rokaat, memanjangkan setiap sujudnya untuk meminta kesembuhan Fairuz kepada sang pencipta. Teringat sebuah hadits Nabi bahwa ada tiga hal yang bisa mengubah takdir: amal kebaikan, shodaqoh dan doa. 

Demi kepeduliannya kepada Fairuz, Pak Ihsan berkomitmen untuk menyumbangkan sebagian hartanya disodaqohkan kepada kaum duafa', dan yayasan sosial serta pesantren. Semoga dengan itu, penghibaannya kepada sang ilahi dapat mengetuk 'hati' Tuhan untuk mengulurkan 'tangannya' dan menggariskan takdir kesembuhan Fairuz.

***

"Sebagaimana Bapak, hatiku juga terpanggil untuk mendoakan Pasien dalam keyakinan dan keimananku. Dengan caraku. Semoga Tuhan Yesus menyembuhkan pasien dengan segera. Memberikannya Rahmat penyembuhan-Nya. Semoga Tuhan Yesus dengan kuasa roh kudus-Nya menyembuhkan pasien dari ketidakberdayaannya dengan segera" seorang datang menghampiri Pak Ihsan dan mengutarakan perasaan empatinya yang mendalam.

"Saya tau apa yang dialami pasien. Batinnya tertekan. Hatinya terciderai oleh Ayah dan Tunangannya," ucap seorang perawat dengan kalung bersalib yang tergantung lehernya. Kisah hidupnya yang sangat pedih dapat kubaca melalui aktifitas Pak Roy dan Bu Jesi." pernyataan perawat pengikut Yesus tersebut menimbulkan keheranan di hati Pak Hasan. Terisyarat dari kerutan dahi yang tercetak di kening Pak Ihsan.

"Bagaimana suster bisa mengetahui kisah ini?"

"Selain berprofesi sebagai perawat, profesi sampinganku adalah menulis. Sehingga hal - hal seperti cukup mudah kubaca, mata dan hatiku sangat sensitif untuk masalah masalah seperti ini. Kisah tragis inilah yang kemudian menghujamkan perasaan empati yang sangat mendalam di hatiku, hingga nama pasien ini cukup sering terlantun dalam doa-doaku. 

Dalam setiap ibadat yang kulakukan. Kenapa saya menuturkan ini, Pak. Selain karena rasa empati saya yang kian membesar pada pasien, saya juga ingin menjadikan Bapak sebagai Nara sumber tentang kisah tragis pasien. Itupun jika Bapak bersedia."

"Terimakasih atas empati dan doa doanya untuk Fairuz. Insyaallah saya bersedia menceritakan apa yang telah terjadi pada Fairuz. Semoga kisahnya dapat diambil pelajaran oleh pembaca. Semoga kisah yang suster narasikan tersebut bisa diambil hikmahnya.

"Di lain kesempatan, saya akan menarasikannya ke dalam sebuah novel" tukasnya mengakhiri pembicaraan lalu meninggalkan Pak Ihsan. Matanya mengembun. 

Kenapa suster yang berbeda keyakinan tersebut begitu berempati kepada Fairuz? Rupanya sebuah flashback, kilas balik tiga tahun lalu kembali membayang kuat di otaknya. 

Maria Adriella, demikian nama suster itu pernah jatuh cinta pada Fairuz saat masih sama sama duduk di kelas X bangku SMA. Tapi ungkapan cinta yang ia utarakan berbuah penolakan yang sangat halus dari Fairuz. 

'Maaf Ria. Aku tak bisa menerima cintamu. Kita beda keyakinan. Jangan pernah menukar kecintaanmu kepada Yesusmu dengan cintaku. Jadilah Nasrani yang taat' itulah ucapan Fairuz saat menolak cintanya. 

Prinsip Fairuz yang kokoh dalam menjunjung aturan agama dan nilai-nilai syariat Islam membuatnya semakin mengagumi Fairuz. Akan tetapi ia kecewa saat Fairuz menjatuhkan pilihannya kepada Jesi yang selalu berpakaian seksi. 

Maria kecewa karena dengan kepribadian Fairuz dan bagaimana sikapnya menjunjung moralitas agama, seharusnya Fairuz bisa mendapatkan seorang muslimah yang hijaber. Itulah yang menjadi beban pikiran Maria saat mengetahui bahwa Fairuz menjatuhkan pilihannya kepada Jesi. 

Pengkhianatan yang dilakukan Jesi kepada Fairuz membuat empati di hatinya semakin menggema. Pelan tapi pasti, perasaan empati itu kembali bermetamorfosis menjadi perasaan cinta yang beberapa tahun sebelumnya sudah sempat mereda. 

Meski demikian, Maria  senantiasa berharap semoga  Fairuz sembuh dan mendapatkan pengganti Jesi,  perempuan Sholihah yang setia menemaninya dan menjadi penawar duka-laranya oleh pengkhianatan yang dilakukan Jesi dan Ayahnya Fairuz.

Air mata Maria menetes membayangkan perasaan cintanya beserta penderitaan dan luka batin yang dialami seorang pasien yang pernah menjadi tambatan hatinya.

Next?

Like komen and subscribe

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status