Share

Malam Pertama

Kami melanjutkan kemesraan kami di sebuah hotel berbintang lima tepat di pertengahan kota Surabaya. Kami ingin menikmati malam pertama kami sebagaimana umumnya yang dilakukan dua sekolah penganten yang baru memertalikan akadnya.

Sebelum kami melaksanakan ritual malam pertama, kami mengawali dengan sholat Sunnah berjamaah dua rokaat. Ini memang terkesan tidak singkron dan kontradiktif dengan pengkhianatan yang kami lakukan pada Mas Fairuz atau dengan kelakuan kami sebelumnya saat di VVIP rumah sakit yang nyaris menjerumuskan kami ke curam kekejian. Tapi apapun itu, ritual sholat berjamaah yang kami lakukan semoga dapat menenangkan hati dan jiwa kami. 

Dalam sujudku, aku memohon kepada Allah supaya Mas Fairuz diberikan kesembuhan dan kelegowoan hati dengan takdir yang harus dijalaninya, sehingga jika ia sakit hati dengan pernikahanku dan Mas Roy, semoga tidak menjadikannya berlarut larut.

Mas Roy mendekati diriku usai sholat berjemaah di kamar hotel, kugamit tangannya untuk kucium. Mas Roy membalasnya dengan ciuman mesra di pipiku. De Javu. Ini persis seperti yang kualami saat menjaga Mas Fairuz di ruang VVIP rumah sakit. Bedanya kali ini kami telah terikat dalam ikatan yang halal. Sehingga hati menjadi cukup tenang dan tenteram, meskipun acapkali suara nuraniku tak pernah berhenti memberontak dan menghujatku. 

Tapi jeritan nuraniku kali sedikit dapat kuredam. Kualibikan saja bahwa apa yang telah terjadi antara aku, Mas Roy dan Mas Fairuz adalah sebuah ketetapan ilahi yang tak bisa dihindari. Dengan argumen seperti itu, pemberontakan nuraniku sedikit banyak mampu kuredam. Yang ada kini adalah bagaimana mengeksplorasi kenikmatan dan kesenangan malam pertamaku dengan suamiku.

Akhirnya aku melepas mukenaku. 

"Jes..."

"Ya, Mas."

"Sungguh aku mencintaimu, merinduimu. Bahkan disaat kau sedang disisiku, aku masih saja merinduimu," ucapnya penuh perasaan. Ia meraih tubuhku dan menyandarkan tubuhku di dada bidangnya yang ditumbuhi helaian bulu-bulu halus. Hatiku berdesir. Naluri kewanitaanku menggelora, menjalar ke seluruh tubuh dan persendianku.

Meski usia Mas Roy sudah empat puluh tahun, tapi bodynya sungguh atletis dan membuat desiran aliran darah dan degup jantung terpompa lebih cepat. Wajah tampannya tak bosan untuk ditatap. Wajah Mas Roy bisa dikatakan mirip Marcellino Lefrandt, masih rupawan dan kekar di usianya yang sudah berkepala empat. Sebenarnya kalau mau jujur, anaknya kalah tampan dan macho dari Mas Roy.

Mas Roy membimbingku ke tepi ranjang. Kami saling tatap, saling pandang, saling menyalurkan cinta dan nafsu melalui aurora mata kami. Saling pegangan tangan untuk mengkonduksikan perasaan kami. Bermenit-menit lamanya saling menyelami perasaan masing-masing, lalu Mas Roy melantunkan doa "Allahumma jannibnas syaiton wajannibis syaitona ma rozaqtana." Setelah pembacaan doa itu, maka terjadilah apa yang seharusnya terjadi. Keringat membasahi seluruh tubuh kami oleh dekapan dan pagutan liar kami.

Tiba - tiba di luar hujan turun dengan derasnya seakan mendukung kemesraan dan keromantisan cinta kami. Atau mungkin juga kebalikannya, hujan itu adalah tangis alam yang menyaksikan betapa menderitanya Mas Fairuz dikhianati oleh Ayah kandungnya sendiri dan calon istrinya. Ahh... terserah apa.

Akhirnya aku dapat menikmati malam pertamaku dengan seseorang yang awalnya adalah calon mertuaku. Calon mertuaku jadi suamiku, dan tunanganku atau calon suamiku jadi anak tiriku.

"Mas Roy..."

"Apa sayang? Mau nambah?" Tanyanya dengan artikulasi  menggoda. Aku mengerlingkan mataku sambil mengangkat tangan dan merentangkan tiga jemariku untuk memberikan kode 'tiga kali lagi'

Mas Roy memandangiku dengan tersenyum. Kembali kulanjutkan permainan kami. Setelah itu Mas Roy menggendongku ke kamar mandi.

***

POV Author

Kondisi Fairuz makin kritis. Seorang dokter dan perawat melakukan pemeriksaan jantung dengan alat defribilator atau alat kejut jantung karena aktifitas jantung Fairuz  yang tiba-tiba berhenti. Patient monitor sudah menunjukkan garis lurus, mengindikasikan aktifitas jantung Fairuz berhenti. Tapi para perawat dan dokter masih berusaha keras untuk mengembalikan denyut jantung pasiennya. Seorang perawat melakukan upaya pemulihan jantung pasiennya dengan hati yang selalu terbuncaah-buncah oleh doanya. Matanya mengembun.

Fairuz sudah berada di ambang batas terakhir hidupnya. Nampaknya hanyalah sebuah keajaiban yang dapat mengubah keadaan

Next?

Like komen and subscribe

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status