Pov Ranisa
"Katakan, dimana saudara Heru berada?" tanya polisi itu padaku.
"Aku benar-benar tidak tau, Pak. Setelah menemaniku melahirkan dan melihat anaknya sebentar, dia mengatakan akan ke Anjungan Tunai Mandiri mengambil uang untuk biaya administrasi. Tapi sampai sekarang dia tidak juga muncul." jawabku sejujurnya dan apa adanya.
"Baik, jika dia datang lagi, tolong kooperatif dengan segera menghubungi kami. Jangan sampai ada yang membuatnya curiga. Karena kami tidak akan meletakkan penjaga atau polisi di sekitar sini." terang polisi itu lagi padaku.
"Ba-baik, Pak." aku kembali menjawab dengan tergagap.
Polisi itu segera pergi dari ruanganku. Aku menangis sambil menatap bayiku yang sedang tertidur nyenyak di dalam box bayi nya.
Aku merasa syok karena Mas Heru sedang dalam pencarian polisi. Kondisiku pasca melahirkan masih sangat lemah dan butuh suport. Tapi, Polisi itu datang dengan membawa berita besar.
Percobaa
Pov Heru Aku masih bersembunyi di dalam apartemen milik mantan mertuaku, Mami Merry. Aku tidak tau bagaimana kabarnya Winda saat ini. Semalam, aku mencekoki mulutnya dengan cairan beracun dan membekap hidungnya dengan obat bius yang bisa menimbulkan halusinasi tingkat tinggi. Jika dia tidak mati, minimal sudah gila lah saat ini. Aku meninggalakan semua barang berhargaku di dalam mobil. Dan mobil itu sendiri aku tinggalkan di parkiran bawah tanah Rumah Sakit. Aku ke sini menggunakan sebuah taxi yang ku stop di jalanan. Tidak akan ada yang menyangka bahwa aku bersembunyi di sini. Aku bahkan telah mempersiapkan kebutuhan makanku untuk beberapa hari ke depan. Aku bisa tinggal di sini dulu sebelum mendapatkan uang atau seseorang yang bisa kutipu untuk mendapatkan uang, lalu kabur ke luar negeri. Pasti, cepat atau lambatnya, Polisi akan menemukan bukti kejahatanku itu. Mondar mandir di dalam ruangan yang tidak terlalu besar ini
Pov Nia Seminggu sudah berita tertangkapnya Heru tersebar. Aku yakin saat ini hidup istri mudanya itu dalam kesulitan. Bagaimana tidak? Dia baru saja melahirkan anak pertamanya dan Heru. Pria yang dia bangga-banggakan dan sombongkan pada Winda karena telah memilihnya. Tapi kini Heru mendekam di penjara. Begitu pula dengan Heru. Lama sudah dia mendambakan seorang anak sebagai keturunan, yang belum dapat diberikan oleh sahabatku, Winda. Memilih untuk menduakan cinta dan mengkhianati pernikahannya dengan Winda demi memilih Ranisa yang ternyata sedang mengandung benih yang memang tak sengaja ia tanamkan di rahim wanita muda yang hidup sebatang kara itu. Tapi kini, buah dari perbuatan mereka berdua telah diberikan ganjaran setimpal oleh Yang Maha Kuasa. Di saat bayi yang dia tunggu-tunggu telah lahir, ia harus menerima hukuman atas kejahatannya pada Winda. Dia bahkan tak dapat sekedar menimang anak pertamanya. Miris sekali memang hidupmu, Heru.
Pov Nia Winda masih saja diam setelah lima menit Dokter muda itu bertanya padanya. Sepertinya Winda mencoba dengan keras untuk mengingat atau mungkin lidahnya yang kelu tak mampu lagi untuk mengungkapkan bagaimana awal mula retak rumah tangganya dengan bajingan itu. Aku menatap cemas dari kursi sofa yang kududuki sejak tadi. Sementara Winda sudah bersandar di sebuah kursi khusus untuk konseling dan terapi kejiwaan yang berada tepat di depan Dokter Hanan duduk. Ya, Dokter Hanan adalah Dokter yang akan membantu Winda keluar dari rasa trauma dan depresinya. Aku berharap Dokter Koonal bisa meyakinkan dan membuat Winda merasa nyaman selama masa konseling ini. Dokter muda keturunan Arab itu terlihat sabar menunggu cerita yang belum juga keluar dari mulut Winda. "Bagaimana, Bu Winda? Jika Anda memang merasa tidak nyaman dan belum siap menceritakan semuanya, nggak masalah kok. Santai aja. Kita di sini tidak pemaksaan dan penekanan. Jadi, Anda b
Pov WindaKesehatan semakin hari semakin membaik, karena ada orang-orang yang sangat mencintaiku di sini dan mereka merawatku dengan sangat baik. Setelah 2 minggu berlalu, aku sudah bisa berjalan kembali. Semua itu tak lain dan tak bukan karena semangat dan dukungan dari Mamiku dan Diana, adikku.Selain mereka berdua, Nia dan Ferdi juga ikut andil dalam penyembuhanku. Mereka selalu ada bersamaku kapan pun aku membutuhkan mereka untuk hadir menemaniku. Ferdi dan Nia juga mengurus kasus yang menimpaku hingga selesai. Kudengar, Mas Heru sudah selesai sidang dan dijatuhi hukuman 7 tahun penjara.Aku juga masih terus konsultasi ke Dokter Hanan seminggu sekali. Karena aku masih sering merasa ketakutan dan tiba-tiba seperti ada orang yang sedang mengawasi. Aku sungguh sangat trauma dengan kejadian teror dari Mas Heru waktu itu. Apalagi aksinya yang hampir saja membuatku kehilangan nyawa.Dokter Hanan memang sangat ramah dan sabar. Ia tak pernah men
Aku menikmati hari-hariku seperti biasa di butik. Apalagi, saat ini ada Diana yang selalu bersamaku mengurus bisnisku ini. Diana memiliki jiwa marketing yang tinggi. Dia memasarkan juga isi butikku ini di laman sosial medianya dan juga akun jual beli seperti Shope3, Buka Lapik, Tokopedina dan Lazata. Semenjak itu, orderan di butik menjngkat drastis. Sampai-sampai kini aku harus membagi karyawanku untuk bagian packing pesanan online dan yang untuk melayani pembeli langsung yang datang ke toko. Tak lupa, aku membelikan Diana sebuah kendaraan roda dua bermerek Vespa keluaran terbaru. Agar dia lebih mudah kemana-mana. Aku belum berani membelikannya mobil karena usianya masih 17 tahun ini. Biarlah nanti saat umur 18 saja dia kubelikan kendaraan roda empat itu untuknya. Ini sudah bulan ke 5 setelah perceraianku dengan Mas Heru. Aku berharap dia sudah insyaf di dalam penjara dan merenungi semua kejahatannya selama ini. Aku dengar, Ranisa menjadi ibu tunggal untuk an
Aku sudah bersiap-siap hendak pergi ke butik Winda. Ya, Winda yang notabane nya adalah mantan pasienku beberapa waktu lalu. Sejak awal bertemu dengannya 5 bulan yang lalu, aku merasakan getaran berbeda dalam hatiku. Namun, karena saat itu ia adalah pasienku, maka aku berusaha bekerja dengan profesional. Aku membantunya untuk perlahan bangkit dari keterpurukannya. Depresi pasca teror dan percobaan pembunuhan yang dilakukan oleh mantan suaminya begitu membekas di hati dan pikirannya. Wanita yang usianya lebih tua dariku itu, masih memiliki wajah yang khas anak ABG. Tentu itu semua karena dia rajin merawat wajah dan penampilannya. Rugi sekali pria yang berstatus mantan suaminya itu. Telah menyia-nyiakan wanita secantik bidadari ini. Klinik memang libur hari ini, karena satu kali dalam seminggu aku mengambil waktu untuk istirahat. Aku mengambil hari senin sebagai hari liburku. Kenapa? Tentu saja karena aku kasihan pada calon pasien yang selalu punya kendala untuk
POV Dokter Hanan Akhirnya siang itu kami habiskan dengan berbincang ria sambil menyesap secangkir kopi dan beberapa cemilan yang Winda pesan tadi. Setelah Ferdi pergi, aku mulai rileks saat bercerita dan bercanda tawa bersama Winda. Saat butik tutup karena jadwal makan siang pun, Winda ternyata sudah memesan makanan delivery untuk seluruh karyawannya dan juga untuk kami berdua tentunya. Gagal sudah rencanaku untuk mengajaknya makan siang di luar kali ini. Tapi tak mengapa, dapat bertemu dan melihatnya sudah hidup dengan normal kembali saja, aku sudah sangat bahagia. Mungkin, nanti aku bisa mengganti dengan mengajaknya makan malam saja. Aku akan lihat dulu bagaimana situasinya nanti sebelum mengajak Winda makan malam di luar. "Habisin dong, makannya dikit banget sih?" tanya Winda padaku saat kami sedang makan siang bersama. "Aku memang makannya dikit. Nggak bisa makan banyak-banyak, ntar begah. Lagian lambungku kecil, nggak
Pov Winda Aku sudah menuggu Hanan sejak setengah jam yang lalu. Mungkin lebih tepatnya bukan aku menunggunya, tapi akunya saja yang terlalu cepat selesai bersiap-siap. Jam 6.30 aku sudah selesai berdandan. Padahal, Hanan mengatakan akan datang menjemputku jam 7 tepat malam ini. Mungkin saja karena sudah lama aku tidak merasakan bahagia seperti ini, aku menjadi sangat bersemangat. Atau memang karena ada perasaan lain yang mulai tumbuh di hatiku untuk Dokter itu? Entah lah, aku tidak tau dan tidak mau mengartikannya terlalu cepat pula. "Cieee.. yang mau kencan ni yee." goda Diana padaku saat aku sudah mulai pindah menunggu Hanan ke ruang tamu. "Apaan sih, Dek. Biasa aja deh," jawabku malu-malu pastinya. "Mi.. Mami... Liat ni, anak gadis Mami lagi kasmaran." pekik Diana pada Mami yang sedang berada di meja makan. Ada-ada saja kelakuan Diana, masa aku dikatakan anak gadis? Padahal, kakaknya ini sudah berstatus janda. Yang se