Zahira yang masih linglung hanya berdehem, "Hmmm!" Para remaja dan pengunjung lainnya kembali duduk ke tempat masing-masing.Seorang pemuda memperhatikan Zahira dengan lamat, dia menyadari wajah wanita ini tidak asing. Lalu otaknya yang cerdas langsung bereaksi, "Kak Zahira!" Pekik pemuda itu dengan antusias.Zahira maupun Danis menoleh ke arah sumber suara. Zahira memicingkan matanya, mengingat-ngingat pemuda bule yang berdiri di sampingnya. Zahira terlonjak, dia langsung bangun, "Lucas ... " pekiknya dengan mulut terbuka lebar.Danis yang yang masih bersimpuh langsung bangun, kedua alisnya menukik tajam dan wajahnya terlihat masam. "Mereka kenal?" batinnya.Zahira menutup mulutnya yang menganga, "Ya, ampun! Aku pangkling. Kamu sudah besar!" ujar Zahira sambil mengacak rambut pemuda itu. Karena Lukas setinggi Danis, jadi gadis itu berjinjit.Pemuda berdarah campuran Asia Eropa itu tersipu malu, wajahnya yang seputih salju bersemu merah. "Kakak apa kabar!" tanyanya.Zahira menarik ta
"Cukup!" Zaidan menyela, suara galak dan dinginnya mengalun. Pria itu tampak menyeramkan, tatapannya mampu membuat orang meringsut ketakutan.Emran langsung menggenggam tangan Talitha yang mulai dingin. Dia bahkan menggelengkan kepalanya saat Talitha hendak membuka mulutnya. Orang ini berbahaya dan berkuasa, walaupun keluarga Emran dan Talitha juga orang kaya. Tapi di bandingkan dengan Tuan Zaidan, mereka bukan apa-apa."Kalian cepat keluar! Semua sudah selesai!" ujar Zaidan dengan ketus.Talitha yang tidak terima menangkis tangan Emran, lalu mulai berusaha mencari muka. "Tuan, atas keserakahan manager saya, saya minta maaf. Sekarang berapa pun nilai yang Tuan tawarkan, saya akan senang hati menandatanganinya."Zaidan mengangkat sudut bibirnya, "Apa anda tuli, Nona Talitha? Aku sudah tidak tertarik bekerja sama denganmu."Talitha menggigit bibir bawah bagian dalam. Dia tidak terima saat Zaidan bilang kalau dia sudah tidak tertarik. Mustahil! Padahal selama lima tahun ini Tuan Zaidan s
"Satu-satunya yang aku ingat, pria itu punya tanda lahir di atas jempolnya. Semacam tompel," ujar Zahira dengan wajah polosnya. Danis menganga dengan bibir berkedut, ini benar-benar memalukan baginya. Bisa-bisanya Zahira hanya mengingat tompelnya dari pada wajahnya yang tampan atau penampilannya yang keren. Danis menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya secara brutal. Lalu menatap nanar pada gadis yang baru saja menghina tanda lahirnya. Pria itu mengangkat jempol kanannya dan menunjukannya tepat di wajah gadis itu, "Ini bukan tompel! Ini tanda lahir!" eramnya dengan wajah galak. Zahira hanya berkedip-kedip lalu menunjuk tanda hitam itu, "Ini tompel, Kak," ujarnya dengan mata berbinar. Danis hanya bisa membuang muka dengan kesal. Lalu menyalakan mobilnya dan keluar dari basemen menuju pusat perbelanjaan. Di lain tempat, Emran dan Talitha juga berada dalam mobil, mereka saling diam. Talitha sebenarnya ingin marah dengan sikap Emran yang tidak membelanya. Tapi dia tidak mau mer
Danis tersenyum lebar, dia merangkul pundak Zahira lalu menjawab dengan ramah, "Tentu! Tidak masalah kan. Lagian aku dan Zahira akan segera bertunangan dan menikah secepatnya."Gadis ekspresif itu tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya. Dia melotot horor ke arah Danis sambil mencubit bokongnya. Danis hanya tersenyum geli sambil mengusap wajah gadis itu dengan gemas dan membuat Zahira semakin kesal."Apa-apaan ini! Di dalam kontrak ga ada perjanjian tunangan atau menikah!" pekiknya dalam hati. Dia ingin menyangkal tapi hubungan palsu ini akan terbongkar.Talitha dan Emran sama-sama syok."Secepat itu? Ga mungkin kan Ra?" tanya Emran sambil menggelengkan kepalanya dengan perasaan berkecambuk. Ada kilatan kekecewaan yang terlihat di matanya. Gadis itu mengangguk, "Benar Dok!"Jawaban Zahira membuat kaki Emran terasa lemas dan matanya mulai terasa panas. Apalagi saat Zahira mengganti panggilannya dari Kak menjadi Dok. Rasanya seolah-olah Zahira memberi jarak yang sangat tinggi antara
Ucapan Zahira malah membuat Danis semakin tertawa. "Berhenti kataku!" Zahira mengambil gelas berisi air putih dan menyiramnya ke wajah Danis.Byurr!Suara tawa Danis berhenti, pria itu tercengang dengan wajah basah dan rambutnya menjadi lepek. Dia memejamkan mata sambil menggigit bibirnya berusaha mengendalikan amarahnya. Sebisa mungkin dia tidak akan marah. Namun Danis gagal mengontrol emosinya dan akhirnya, "Berani kamu siram aku, Ra!" pekiknya di akhir kalimat."Aku kan udah bilang berhenti," ujar Zahira lirih sambil cengengesan. Baginya sikap galak Danis masih terbilang aman. Karena Kakek dan Kakaknya jauh lebih galak.Danis menggertakan giginya dengan mata menyipit bukan karena marah tapi karena merasa gemas dengan tingkah gadis itu. "Keringkan wajahku sekarang!" ujar Danis dengan nada dingin.Zahira bersikap patuh, gadis itu mengambil tissu. Zahira menggigit bibirnya, tubuh pendeknya berdiri sambil mengelap wajah Danis yang basah. "Kenapa si Kakak ketawa kaya kesurupan?" tanyany
Emran menyandarkan punggungnya lalu menjawab," Ada apa, Ta!"Mendengar suara Emran yang dingin, Talitha mengernyitkan dahinya, "Apa aku mengganggu Kak Emran?" tanyanya."Kakak hanya lelah habis operasi! Ini baru mau pulang," ujar pria itu dengan nada melunak. Walaupun dia sedikit berbohong."Kak, cepat pulang! Pokoknya harus cepat pulang. Jika tidak aku akan marah. Aku menunggumu di apartemen!" ujar Talitha dengan nada manja.Dia bahkan tidak bertanya apakah suaminya baik-baik saja atau tidak. Yang dia tahu adalah Emran harus selalu mematuhinya. Inilah alasan yang membuat Emran mulai menyukai sosok Zahira. Gadis yang patuh dan perhatian. Setelah sambungan telfon itu tertutup, Emran menarik nafas dengan berat sambil menyugar rambutnya. Mata elangnya melirik tajam ke arah gedung Cempaka.Mungkin sekarang dia gagal, tapi bukan berarti Emran akan menyerah. Bagaimanapun Zahira harus kembali jatuh dalam pelukannya.Mobil Emran akhirnya melaju membelah jalan. Pria itu berkendara dengan kece
Kedua alis Robi bertaut, entah salah dengar atau hanya halusinasi. Saat Tuannya yang angkuh itu mengucapkan kata 'Tolong.' Kata keramat yang mampu menggetarkannya jiwanya.Wajarkan jika Robi merasa aneh? Memang sejak kapan Daniswara berkata lembut, sopan dan sabar? Mungkin saja itu berlaku hanya untuk Zahira.Karena biasanya Danis akan bersikap seperti petasan, emosinya meledak-ledak dan suasana hatinya seperti musim pancaroba. BMKG saja sulit untuk memprediksinya."Pak, Saya izin pulang, Ibu saya sakit." ujar Robi dengan sopan. Dia baru saja mendapat kabar lewat pesan kalau ibunya masuk rumah sakit.Danis menghentikan langkahnya lalu menoleh tatapannya melembut, "Ambil cuti saja Rob. Dan masuk saat ibumu sembuh!" ujar Danis. "Ada Zahira yang akan merawatku," lanjutnya.Semua hal yang menyangkut Ibu pasti Danis akan bersikap lembut. Karena di balik sikap angkuh dan galaknya, dia adalah anak yang berbakti. Sejak kecil dia hidup dengan ibunya di kampung. Dari bayi sampai usia 10 tahun
Zahira melotot horor dengan mulut menganga, "Ga usah modus deh, Kak!" "Namanya juga usaha," ujar Danis dengan santai sambil menahan tawa. Zahira mendengkus kesal, dia duduk sambil melipat kedua tangannya lalu bersandar di sofa dengan nyaman. Hingga sudut matanya melirik ke arah Danis yang sedang bersandar sambil sesekali melihat jam tangannya. Pria itu juga terlihat gelisah dan sesekali mengelus perutnya lalu membasahi bibirnya yang mengering. Wajah tampannya terlihat kuyu dan keningnya mulai berkeringat. "Kakak lapar," tanya Zahira dengan lembut. Dugaan Zahira tepat saat Danis melirik dan mengangguk. Zahira lalu bangkit dari duduknya dan mengambil paper bag yang ada di atas meja. Gadis itu membukanya, ternyata isinya hanya kue coklat dan kue keju. Makanan ini mungkin bisa untuk mengganjal perut, namun untuk orang yang baru keluar dari rumah sakit karena masalah lambung. Rasanya kurang cocok. "Kak, izin ke dapur boleh?" ujar Zahira dengan canggung. Dia ingin melihat apakah ad
Ternyata Zahira membanting berkas perjanjian itu di atas meja dengan kesal, matanya menyipit dan bibirnya mencebik. Setelah membaca ke seluruhan isi perjanjian yang membuat bulu kuduknya bergidig ngeri. Apalagi peraturannya sangat aneh dan merugikan. "Aku ga mau! Ini gila!" pekiknya. Gadis itu merapikan anak rambut di wajahnya dengan kasar, rasanya gerah dan geli.Alasan Zahira menolak karena pria yang mengaku gigolo itu sudah merenggut mahkotanya dan bahkan meminta bayaran. Jika bisa, dia ingin menjauhi Danis sejauh mungkin setelah berhasil membayarnya. Dan jika dia menandatangani surat perjanjian itu maka dia akan terikat dengan pria mesum dan licik itu.Danis cukup terhibur dengan reaksi gadis itu, dia bahkan tertawa cekikikan," Haha ... Baca dan pahami dulu, Ra.""Aku ga mau! Pokoknya aku ga mau!" Zahira memukul meja dengan keras. "Kontak fisik itu merugikanku!"Brakk!Danis merapatkan bibirnya, bahunya bergetar karena mencoba menahan tawa. Ekspresi Zahira benar-benar membuatnya t