Hayo sapa yang senyum-senyum sendiri bayangin Dewa dan Andini? Hayo sapa yang kesal lihat kelakuan Amanda dan Jelita? Btw, makasih ya support novelnya. Moga Allah balas kebaikan kalian. Amin.
“Aku kira kamu kenapa-kenapa,” suara Dewa serak, masih terdengar sisa kekhawatiran di ujungnya.Andini masih mematung setelah pelukan singkat tapi intens itu. Tangannya menggenggam ujung bajunya, jantungnya berdetak seperti alarm yang tak kunjung dimatikan.“Aku baik-baik aja, Om,” bisiknya pelan, tanpa berani menatap. Sial, mengapa ia tidak bisa menolak pelukan pria dewasa itu.Dewa melangkah masuk, koper diseret sembarangan ke sisi pintu. Suasana apartemen mendadak terasa sesak. Bukan karena panas, tapi karena atmosfer canggung yang menggantung di antara mereka.Andini menyusul pelan, duduk di ujung sofa, menjaga jarak seperti siswa takut guru piket.Dewa berdiri di hadapannya, kedua tangannya bersedekap, wajahnya tak semarah yang dibayangkan Andini… tapi juga jauh dari tenang. “Coba jelaskan!”Andini mengangkat mata lalu ia pun mulai menceritakan kronologi apa yang terjadi sejak ia bangun tidur kemarin hingga memutuskan menonton bioskop bersama Naura.Dewa menghela napas panjang, m
Tanpa pikir panjang, Andini menarik lengan Naura masuk ke dalam minimarket. Kemudian ia mengadu pada kasir yang berada di sana.“Mas, tolong. Ada dua orang mencurigakan dari tadi ngikutin kami dari bioskop,” kata Andini pada kasir dengan perasaan gelisah.Ke dua kasir minimarket saling pandang dengan tatapan rumit. Lalu salah satunya berkata. “Kalian aman di sini,”Sementara itu, mendengar suara Andini, Satpam yang berdiri di ujung rak camilan langsung menghampiri mereka.“Ada apa?”“Pak, ada dua penguntit yang mengikuti kami dari bioskop seberang,” jawab Andini dengan nafas ngos-ngosan.“Eh, mereka nungguin di luar, Din… Gimana dong?!” bisik Naura, setengah ingin tertawa, setengah pengen nangis. Pokoknya, perasaannya campur aduk.Andini menoleh ke satpam. “Pak, bisa bantu kami?”Tanpa ba-bi-bu, satpam itu langsung memanggil seseorang lewat walky talky.Tak lama kemudian pihak keamanan mal datang di luar minimarket. Dua pria itu langsung ditangkap. Salah satunya ternyata memang pelaku
“Nauraa… ayo nonton!”Andini muncul tiba-tiba di depan kamar kos Naura dengan senyum penuh rahasia. Tangan kanannya menyembul dari balik sweater coklatnya, mengacung-acungkan dua tiket bioskop.Naura yang sedang menyetrika jilbab langsung terpental kecil. Andini datang tanpa mengabarinya terlebih dahulu. Tentu saja, ia sangat senang. Kini mereka bisa menghabiskan waktu bersama.“Astaghfirullah… Din, kamu pikir aku jomblo nganggur apa tiap Jumat sore? Aku dokter koas, tahu nggak? Koas!” sambut Naura nyerocos mirip rapper. Padahal hatinya senang bukan main melihat kedatangan sahabatnya.“Tapi kamu lagi nggak jaga, kan? Lihat, bajumu masih wangi dan pipimu belum kucel. Itu artinya, kamu bebas,” jawab Andini santai, duduk di ranjang Naura tanpa diundang.Selama menjadi dokter KOAS, Naura tinggal di indekos yang berada tak jauh di rumah sakit di mana ia mengabdi.Naura mendesah panjang, lalu duduk di karpet dengan gaya bersila yang lebih mirip orang baru turun dari gunung.“Film apaan dulu
Dewa berdiri mematung menatap Andini dengan tatapan yang sukar dimengerti. Sontak, Andini mendongak, menatap wajah tampan pria dewasa itu dengan gugup. Apalagi, tiba-tiba Dewa menyentuh helaian rambutnya lalu menyelipkannya ke balik telinganya.Andini mengerjap pelan. Ia menahan nafas karena jarak mereka terlalu dekat. Aura Dewa sangat kuat dan mendominasi. Ia bisa melihat bagian jakun pria itu yang naik turun. Bibirnya bergerak. “Saat masuk ruang rapat, semua mata pria melotot menatapmu.”Andini menghela nafas. “Termasuk Bima?”Dewa menegakkan tubuh, mengangkat bahu. “Mungkin. Tapi kamu duduknya di sebelah aku. Jadi biarin aja dia melotot sampe matanya kering.”Andini diam. Bukan karena tersinggung, tapi karena... hatinya aneh. Lagi-lagi, di dekatnya Dewa menunjukkan sisi lembut yang tidak cocok dengan image ‘PresDir Galak’ tadi. “Kenapa diem?” tanya Dewa.“Om Dewa...” Andini menatapnya. “Kamu tuh... bikin aku bingung. Di luar galak dan keren banget. Di sini... jadi lembut dan perha
Rapat keluarga besar PT Hadinata Pharmaceutical siang itu, sejatinya bukan sekadar agenda bisnis. Ini rapat suksesi, sekaligus perebutan takhta tertinggi di keluarga besar Hadinata.Di ruangan eksekutif lantai dua puluh gedung pusat Hadinata Group, atmosfer begitu padat. Tak ada senyuman hangat keluarga. Hanya wajah tegang, dingin, dan sorot mata yang saling mengukur kekuatan.Di tengah ruangan duduk Surya Hadinata, pendiri sekaligus CEO yang sudah menua, namun masih menjadi sosok paling disegani. Di sebelahnya, Dewandaru Hadinata—anak bungsunya—duduk tegak dalam jas navy, dengan Andini di sampingnya, tampak anggun dalam balutan gaun berwarna putih dan elegan. Tanpa kacamata.Rapat dibuka. Agenda utama dibacakan, peralihan jabatan CEO PT Hadinata Pharmaceutical.“Saya rasa semua sudah tahu tujuan kita hari ini,” suara Surya serak namun tegas.Ya, pria itu terlihat tegas dan kharismatik saat berada di kantor. Berbeda sekali, saat ia berada di rumah—yang tampak sebagai family man. “Sud
Dewa bangun lalu menatap Andini yang terlihat kesal. Mengapa situasi menjadi terbalik. Seharusnya ia yang kesal karena Andini sudah mempersilakan tamu yang tak diundang masuk ke apartemen.“Siapa yang bilang punyamu kecil?” kata Dewa menatap ke arah dada Andini. “Badanmu kecil sih tapi—”Sontak, wajah Andini langsung memerah. Ke dua tangannya langsung menutupi bagian dadanya dengan bantal.Gadis itu mengibaskan rambutnya kesal lalu memilih kembali menumpuk bantal dan memunggungi Dewa.“Dasar bocah!” gerutu Dewa lalu memejamkan matanya.Suara azan subuh terdengar samar-samar di masjid nun jauh di sana.Dewa bangun terlebih dahulu. Dadanya berdegup kencang manakala saat bangun, pemandangan pertama yang menyambutnya ialah gadis mungil yang meringkuk di sampingnya. Tumpukan bantal sebagai benteng Takeshi itu sudah raib, berjatuhan ke lantai. Dewa menggeser tubuhnya, lalu menarik selimut tebal dan menyematkannya pada tubuh gadis itu.Dalam diam, ia memperhatikannya dengan seksama. Wajah ga