Share

Dengan Mudahnya Dia Hancurkan

Raya ikut tercengang melihat pria itu. Namun, Raya hanya bisa diam melihat apa yang terjadi.

“Kau bertanya? Bertanya-tanya?” tanya pria itu kepada Lusi terkesan sedikit konyol.

“Dia calon suamiku,” ucap Raya yang terpaksa mengatakan hal itu. Walau dalam hatinya begitu kesal karena tidak sesuai dengan skenario yang ada.

“Siapa dia? Pasti pria sewaan, bukan?” ujar Tian sembari meledek dengan nada meremehkan.

Raya tersenyum mendengar ucapan Tian. Lalu menghela napasnya dan melangkah mendekati pria yang datang bagai pahlawan. Raya mengeratkan kedua tangannya pada pinggang pria itu.

“Dia pewaris Wilaga Grup. Iyakan, Rai?” Raya menatapnya sembari memberikan kode dengan mengedipkan sebelah mata.

“Sepertinya aku tidak perlu memperkenalkan diri lagi. Terima kasih sudah hadir dalam acara pernikahanku dengan Soraya Barata.”

Ya! Pemuda itu adalah Raiden. Dia datang menyamar menjadi seorang sultan. Lantaran keluarga Adiwilaga adalah orang terkaya di kota itu. Namanya sudah merajai jagat raya. Namun, tidak ada satu orang pun yang mengetahui bagaimana wajah putranya itu. Parahnya, Raiden datang ke sana dan mengaku-ngaku sebagai Raihaga Prayoga, putra pengusaha Adiwilaga.

Melihat gestur dan penampilan Raiden yang meyakinkan, Tian dan Lusi merasa kesal. Namun, mereka tetap saja mencari celah untuk membuktikan bahwa semua yang mereka lihat saat itu tidaklah benar.

Raya dan Raiden berusaha meyakinkan semua orang yang hadir di sana. Bahwa Raiden adalah Raihaga putra pewaris perusahaan Wilaga. Walau Raya takut ada seseorang yang mengenalinya. Namun, penyamaran itu terlihat natural. Sehingga mereka yang hadir di sana mulai percaya dengan skenario Raya.

Setelah mengacaukan pesta pernikahan Tian dan Lusi. Raiden membawa Raya pergi dari gedung itu menggunakan mobil Rolls-Royce. Raya pun hampir tidak berkedip, lantaran percaya kalau Raiden memiliki mobil itu.

“Rai? Kita harus bicara!” Raya menatap Raiden yang duduk di sebelahnya di dalam mobil mewah itu.

“Apa?” Raiden menanggapi dengan santai sembari melepas jas dan dasinya.

“Hei! Dengarkan aku, Rai!”

“Iya, Sayang! Apa yang mau kau bicarakan?”

Raya tercengang melihat ekspresi Raiden dengan kedipan mata genitnya. “Hah? Ap—apa apaan? Sayang? Kau ini?” dengan sigap Raya menempelkan punggung tangannya ke dahi Raiden.

“Apa sih, Ray?” Raiden merasa ada yang tidak beres dengan kondisi Raya.

“Aku hanya ingin memastikan kalau kau sudah tidak waras!”

“Enak saja! Aku ini kan calon suamimu!” lagi-lagi Raiden meledek kesabaran Raya.

“Raiden! Please! Tadi itu hanya pura-pura! Aku saja menyilangkan dua jariku saat kita mengaku-ngaku kalau kita ini calon pengantin! Lagi pula seharusnya bukan kamu yang datang ke sana! Ah! Kacau!” Raya menggerutu kesal.

“Hei, dengar! Pria yang kamu sewa datang ke kontrakan. Dia meminta separuh pembayaran sebelum datang ke sana! Dari pada aku harus bayar, lebih baik aku batalkan dan aku berinisiatif untuk datang ke sana!”

“Terus? Sekarang kau mau meminta bayaran?” tanya Raya dengan lemas.

“Siapa yang bilang? Aku tulus membantu kamu! Lagi pula kalau pria sewaan yang datang ke sana, mereka tidak akan percaya! Bagaimana mungkin seorang Sultan datang dengan menggunakan taksi? Iya kan?”

Raya menggaruk kepalanya yang tiba-tiba gatal. “Iya juga sih! Tapi bagaimana kamu menyewa mobil ini?”

“Aku selalu punya cara,” ucap pria itu sembari mengulas senyuman dan menepukkan tangan ke dada bidangnya.

“Uang dari mana? Balapan?” tanya Raya mulai melunak.

“Ya begitulah!” Raiden mengulas senyuman.

“Kalau mereka mencatat pelat mobil ini bagaimana? Bahkan aku sendiri tidak pernah tahu siapa dan bagaimana rupa Raihaga putra pengusaha Adiwilaga itu.”

“Tenang saja! Percayakan padaku! Aku sudah mencari informasi mengenai kendaraan milik keluarga Adiwilaga. Mereka tidak akan mengira sejauh itu.”

“Tapi mereka pasti akan mencari tahu! Terus kalau mereka melapor sama Om Sugeng bagaimana, Rai?” Raya merasa hidupnya akan segera berakhir karena kecerobohan serta emosinya.

“Sudah! Tenang saja! Aku yang akan bertanggung jawab!”

“Awas saja kalau semuanya jadi kacau!”

“Memang sudah kacau sejak awal, bukan?” tanya Rai dengan sedikit penekanan intonasi bicaranya.

Raya melirik Raiden. “Iya memang!” dia kembali bermuram durja mengingat kalau apa yang tengah ia jalani saat ini bukanlah sebuah mimpi.

“Sudahlah, Raya! Aku tahu bagaimana perasaanmu. Menerima kenyataan pahit memang begitu berat. Tapi yakinlah! Dia bukan pria yang terbaik untukmu!” Raiden menatap Raya sembari meyakinkan gadis itu.

Raya menunduk lemas. Rasanya dia sudah lelah untuk menangis. Walau perasaannya yang terluka belum kering. Perlahan Raya menatap Raiden yang juga sedang menatapnya.

Raiden tahu betapa hancur hati gadis itu. Dia kembali menyandarkan kepala Raya di bahunya. “Sudahlah, Ray!” Raiden menepuk-nepuk bahu Raya.

“Menangislah jika itu bisa mengurangi sedikit beban!” ucap Raiden dengan penuh ketulusan.

‘Kenapa justru Raiden begitu memahami perasaanku? Sedangkan pria yang begitu aku cintai justru menghadiahiku dengan sebuah pengkhianatan?’ batin Raya yang merasa memiliki sandaran atas beban yang begitu berat yang sedang ia jalani.

***

Setelah melalui siang dan senja dengan perasaan kalut. Malam ini, Raya kembali menguntai perasaannya yang terluka. Bahkan dia tidak bisa tidur gara-gara memikirkan Tian dan Lusi.

‘Ya Tuhan, maafkan aku yang tidak bisa menemani ayah di rumah sakit malam ini. Sungguh, aku tak kuasa menahan gejolak yang ada. Berjalan saja, rasanya kakiku melayang. Bahkan tidak bisa dipungkiri lagi kalau hati ini sangat gentar. Aku benar-benar bingung dan takut. Bingung menjelaskan semuanya sama ayah. Takut kalau terjadi hal buruk setelah ayah mengetahui semua ini,' batinnya lagi.

“Ya Tuhan apa yang harus aku lakukan?” gerutunya sembari menenggelamkan wajahnya di antar kedua lututnya. Raya tengah duduk tertunduk di dalam kamarnya sembari menatap langit malam di luar jendela.

‘Cepat atau lambat, ayah pasti akan tahu. Tapi aku sangat tidak tega melihatnya. Aku tidak mau terjadi hal buruk sama ayah. Ya Tuhan, perkara putus cinta memang sudah biasa. Tapi apa yang aku alami sungguh luar biasa, kenapa aku sebodoh ini? Dalam hubungan yang terjalin antara aku dan Tian, sikapnya selalu baik dan perhatian. Tapi nyatanya semua itu bohong! Pura-pura! Bodohnya lagi, aku percaya! Setelah dia mengambil sekeping hati yang sudah terpatri. Sekarang dengan mudahnya dia hancurkan! Ya Tuhan ...,' batinnya menangis.

‘Lusi juga orang yang aku percaya selama ini. Bahkan aku sering kali mencurahkan perasaanku tentang Tian. Lusi selalu membelaku saat Mili mulai mencoba menggangguku di kampus. Tapi ... nyatanya ucapan Mili justru menjadi kenyataan. Aku hanya gadis polos yang mudah diperdaya. Astaga!’ batinnya yang tak tenang. Tak henti-hentinya Raya menangis.

“Raya,” panggil Raiden dari depan pintu kamar.

Dengan segera Raya mengusap air matanya yang juga belum kering. “Iya, Rai!” gadis itu berpura-pura tersenyum.

“Raya, hei! Sudahlah! Aku ngga tega melihatmu seperti ini.”

“Tapi aku juga ngga bisa membohongi perasaanku, Raiden!” tegas Raya.

“Aku tahu!”

“Kamu ngga tahu, Rai!” sela Raya lagi. Suasana menghening sejenak saat tatapan mereka beradu.

“Aku memikirkan kondisi ayahku! Aku juga memikirkan cara untuk memberi tahu ayah tentang semuanya. Memikirkan bagaimana konsekuensinya! Karena cepat atau lambat ayah pasti akan mengetahuinya.”

Mendengar penjelasan Raya, pria itu terdiam. Raiden tahu masalah Raya begitu berat. Namun, dia juga tidak mau melihat Raya berlarut-larut dalam kesedihan.

“Ikutlah denganku!” pinta Raiden.

“Ke mana?” Raya berusaha tegar di antara senyuman getir berbalut air mata.

Mbak Engz

Terima kasih sudah mampir untuk membaca. Salam kenal semua. Jangan lupa follow dan masukkan cerita saya ke perpustakaan, terima kasih. 🙏

| Sukai

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status