"Ibu, tumben datang kemari?" sapa Anna yang tertegun melihat kedatangan ibu mertua secara tiba-tiba. Ibu Adrian tersenyum lalu menatap menantunya dengan penuh kesedihan, ternyata tak mudah menjadi dirinya janda anak kembar yang harus mengalami pengkhianatan dua kali. "Aku merindukan Raka dan Raki, apakah aku bisa menemui mereka?" Anna tersenyum sumringah, mengajak ibu mertuanya masuk untuk melihat cucu-cucunya yang sudah pandai mengoceh. Anna merasakan ketedukan di wajah ibu mertuanya, merasa ini waktu yang pas untuk memohon agar diberi ijin untuk merawat suaminya. "Ibu, apakah aku boleh merawat suamiku? Aku sangat merindukannya? Aku sudah resign dari pekerjaanku." "Tentu saja Ann, maaf jika dulu aku egois, memisahkan kalian. Besok pagi, ibu akan meminta pihak rumah sakit mengirim dokter terbaik mereka untuk mengecek Adrian setiap hari." "Ibu, bukankah ada Suster Aneta?" "Aku sudah memecatnya, dia tak lebih dari wanita jalang yang bercinta dengan mantan suamimu di dapu
"Syukurlah, Nenek sadar," ucap Arini yang mencemaskan kondisi neneknya. "Arini ..." sahutnya sambil memegangi kepala yang terasa pening. Wanita tua kini terbaring lemah di ranjang kamar yang tak terasa lagi nyaman. Hatinya perih melihat bukti perselingkuhan anaknya sendiri. Kini label peselingkuh tak hanya disematkan pada anak perempuan dan mantan suaminya tapi juga anak laki-laki kesayangannya, Adrian. "Arini, siapa saja yang mengetahui hal ini?" "Hanya nenek saja, aku tak bisa menceritakan pada Bunda. Dia pasti trauma mengingat perselingkuhan yang dilakukan ayah Arka jika melihat foto itu." Ibu Adrian tersenyum lega, untungnya sang cucu cukup bijak mengambil keputusan. Awalnya sang ibu ingin membuat sang anak bercerai dengan Anna, tapi setelah mengetahui fakta bila sang anaklah yang berselingkuh maka tak sampai hati membuat menantunya terluka. "Nek, aku curiga jika wanita di foto itu adalah suster Aneta! Dia memiliki tato kupu-kupu sama persis ditengkuknya," ujar Arini mencoba
"Apa maksudmu Arini? Apakah kau bercanda?""Tidak Bunda, mereka telanjang, tubuhnya saling menyentuh, mendesah seolah merasakan kenikmatan, keringat becampur membasahi keduanya dan terdengar suara ....""Sudah jangan diteruskan!"Seketika itu Anna kembali teringat perselingkuhan yang pernah dilakukan suaminya, Arka. Kembali terngiang foto dan video saat bercinta dengan Clara sungguh memori yang menjijikan, membuat hatinya resah. Bukannya belum move tapi lebih pada rasa muak karena sang mantan suami tidak berubah. Suka celup sana sini!"Bunda, aku merasa jijik dan malu mengingat kelakuan ayah! Mereka seperti hewan saja bercinta di tempat terbuka seperti dapur, aku benar-benar tak menyangka ayah sebejat itu!"Anna tersenyum miris mendengar pernyataan anak gadisnya. Ia hanya mampu terdiam karena apa yang dikatakannya adalah sebuah kebenaran.Keesokan harinya adalah bertepatan hari minggu, keluarga Anna hendak membersihkan rumah karena mereka akan berencana menjenguk Adrian minggu depan.
Arini bergegas pergi dari rumah neneknya. Langkah memburu, jiwanya remuk redam melihat persetubuhan antara ayah dan suster yang wajahnya mirip dengan Bundanya! Tunggu! Kepingan ingatan Arini kembali saat ia berada di rumah sakit, menerima amplop putih dari suster itu agar diberikan pada bundanya. Apa sebenarnya isi? Apakah suster itu sama dengan orang yang dilihatnya di rumah sakit?Pikirannya gamang, belum bisa mencerna keadaan hingga akhirnya memutuskan untuk pulang dengan menyegat taksi di pinggir jalan.Di kamar Adrian, ibunya mulai resah, kenapa Suster sangat lama sekali hanya sekedar membuatkan teh untuk tamu dan untukknya? Wanita tua itu hendak menyusul Suster Aneta di dapur.Langkah tuanya tersendat-sendat, Ibu Adrian memiliki masalah di kakinya, seperti asam uratnya kambuh hingga membuat berjalan lebih lambat.****Sementara itu di dapur, Aneta masih menikmati permainan panasnya dengan Arka, mereka terlihat lupa bahwa siapapun akan tiba begitu saja.Aneta, gadis misterius yan
"Bu, ijinkan aku menjenguk Mas Adrian," pinta Anna dengan suara memelas, berdiri di pintu depan rumah mertuanya.Ibu Adrian tidak bisa menolak karena ada besan di depannya, Ibu Anna. Dengan senyum terpaksa mengijinkan Anna masuk rumahnya. Anna melangkah cepat memasuki kamar Adrian, begitu terkejutnya Anna saat melihat sang suster menelanjangi suaminya."Apa yang kau lakukan? Kenapa menelanjangi suamiku?" teriaknya lalu mendorong suster hingga jatuh tersungkur."Anna! Apa yang kau lakukan? Apa kau sudah gila!" bentak Ibu Adrian yang tak terima dengan perlakuan kasar menantunya."Ibu, dia menelanjangi suamiku ..." balasnya datar."Bodoh! Sepicik itu pikiranmu! Dia suster yang merawat suamimu, wajar jika hendak mengganti pakaiannya!" bentaknya lalu menyeret Anna keluar kamarnya."Bu Besan, apa yang terjadi? Kau berteriak bahkan menyeret anakku?" tanya Ibu Anna yang terkejut mendengar keributan itu."Ajari anakmu sopan santun! Dia seenak saja menghardik suster yang sedang bekerja merawat
"Ibu, ijinkan aku merawat Mas Adrian, aku tidak bisa jauh darinya, Bu." Suara Anna memelas, tak ingin jauh dari suami yang sudah koma hampir seminggu. "Diamlah kau! Istri tak becus! Lebih mementingkan pekerjaan daripada suamimu sendiri!" Ibu Adrian bersikukuh membawa anaknya pulang ke rumah. Ia meminta suster Aneta untuk menjaga anak laki-laki satu-satunya. Anna hanya bisa pasrah saat para perawat memindahkan tubuh Adrian ke dalam ambulance, mereka akan segera membawa pulang Adrian ke rumah ibunya. Ibu Adrian bahkan membayar mahal jasa suster dan memperkerjakan dokter pribadi khusus untuk memantau perkembangan anaknya. Dengan helaan napas panjang, Anna hanya bisa menangis saat suaminya pergi menjauh darinya. "Anna, mimpi burukmu akan dimulai dari sekarang! Kamu akan mengalami rasa sakit yang dulu kualami sebagai anak yang terbuang!" batin Aneta, saudara kembar yang belum terbongkar identitasnya. **** "Adrian, ibu mohon, sadarlah! Aku tak menyangka jika dugaan kakakmu
Saat sang dokter ingin segera menuntaskan permainannya, ia baru sadar akan keberadaan tato kupu-kupu ditengkuk Aneta. Secepatnya, ia beranjak dari ranjangnya lalu mengenakan kembali pakaiannya. "Gila! Kau benar-benar keterlaluan!" Napas panjang dan keringat dingin membasahi tubuh atletisnya, memang dokter tampan itu mampu menjaga bentuk tubuh dan berat badannya, wajar saja jika Aneta benar-benar tergila-gila padanya. "Kenapa Sayang? Apa kau takut akan ketahuan istrimu? Bukankah dia pergi ke sekolah?" Aku bisa menemanimu sampai dia pulang," sahutnya dengan masih telanjang, bahkan tidur terlentang di ranjang milik saudara kembarnya. Adrian yang tak habis pikir bergegas mengambil kunci mobilnya lalu pergi dari rumahnya. Pikirannya kalut, tak tau harus bagaimana. Tiba-tiba ponselnya berdering, panggilan dari nomor tak dikenal, memilih untuk mengabaikan justru suara deringnya tak kunjung berhenti. Akhirnya terpaksa di angkat."Sayang, kenapa kamu pergi padahal permainan kita belum
Adrian bergegas turun dari mobilnya, berlari ke arah rumah sakit. Namun sayang, ia tak mendapati Anna, istrinya. Tiba-tiba ponselnya berdering, sebuah pesan masuk. "Aku sudah di rumah, pulanglah!" pesan dari Anna. Adrian menendang angin, mengepalkan tangannya ke udara. Rasa kesal menyelimuti dirinya, bukan karena Anna meninggalkannya melainkan rasa panik akibat kekhilafan yang coba ditutupi. Dengan langkah gontai, ia memasuki mobilnya dengan perasaan gelisah. Firasatnya mengatakan Anna mengetahui sesuatu. Tiga puluh menit kemudian, ponselnya berdering. Panggilan dari nomor tak dikenal. "Halo, Sayang. Apakah istrimu telah meninggalkanmu?" Lagi-lagi suara dari wanita yang nyaris tak berbeda dengan istrinya. Bagai pinang dibelah dua, ungkapan yang cocok antara Aneta dan Anna. "Jangan gangggu aku lagi!" Adrian segera menutup panggilannya. Seketika itu dia bergegas menuju ke dalam rumah. Bukan karena rindu atau rasa bersalah pada sang istri melainkan firastnya bahwa Ane
Rintik hujan turun membasahi sudut kota metropolitan, yang menjadi asa bagi jiwa yang penuh harap. Di sebuah restoran terlihat seorang pria tengah mengaduk-aduk kopinya. Keringat dingin membasahi pelipisnya yang segera diusap dengan tisu yang tertata rapi di meja tempatnya bersandar dari kelamnya dunia. Di hadapannya tengah duduk seorang gadis yang sangat manis dengan mata sembabnya. Buliran air mata kemarin sedikit mengobati luka hati akibat sang kakek yang tak berdaya di ranjang tuanya. Rasa bersalah memenuhi hatinya akibat tanpa sengaja menorehkan luka pada tubuh sang kakek. "Om, katakan sejujurnya padaku. Apa yang terjadi? Rasanya ada yang sedang kamu sembunyikan," Sebuah kalimat yang terasa menusuk hati pria yang berprofesi sebagai dokter itu, Adrian. Kini harus dihadapkan pada gadis remaja yang merupakan anak dari istrinya dari pernikahan sebelumnya, Aruna. "Aku hanya sedang mengalami dilema luar biasa. Kesalahanku tidak bisa dianggap remeh tapi aku tidak ingin kehilanga