Share

2. Meninggalkan Rumah

Author: Rin Rien
last update Last Updated: 2025-06-19 17:11:36

Perlahan Evita tersadar dari pingsannya. Wanita itu membuka kedua matanya perlahan. Samar-samar ia melihat sosok seorang wanita yang duduk di kursi, tak jauh dari tempatnya berbaring.

"Syukurlah kamu sudah sadar," kata Mira, tetangga Evita, sembari menghembuskan nafas lega.

"Apakah kamu mau minum?" Mira bertanya pada Evita, yang tampak masih belum sadar sepenuhnya.

"Apa yang terjadi?" alih-alih menjawab pertanyaan Mira, Evita malah balik bertanya dengan suara yang terdengar lemah.

"Tadi kamu ditemukan pingsan di jalan. Lalu orang yang menemukanmu mengantarkan kamu pulang," jelas Mira.

"Darimana dia tahu tempat tinggalku?" Evita bertanya dengan perasaan heran.

"Tentu saja dari KTP yang ada di dompetmu," sahut Mira.

"Katakan, apa yang sebenarnya terjadi. Kenapa kamu bisa pingsan di jalanan?" cecar Mira dengan rasa penasaran.

Pertanyaan Mira sontak mengingatkan Evita akan kejadian beberapa waktu lalu. Semua kejadian siang ini pun berputar kembali di otaknya. Yaitu ketika ia mendapati suaminya tinggal di rumah wanita lain. Serta ucapan Dito yang mengatakan ingin bercerai dengannya.

"Loh, kok malah nangis! Memangnya apa yang sudah terjadi?" tanya Mira saat melihat Evita yang tiba-tiba saja menitikkan air mata.

"Ternyata yang dikatakan oleh tetangga-tetangga tentang mas Dito itu benar, Mbak Mira. Dia tidak pernah pulang lagi ke rumah ini, sebab ia lebih memilih untuk tinggal dengan wanita selingkuhannya itu," tutur Evita menjelaskan, disela-sela suara isakannya.

Mira seketika terhenyak mendengar penuturan Evita. Ia bisa merasakan sakit hati yang kini tengah dirasakan oleh Evita. Walaupun dirinya hanya tetangga yang tinggal di samping rumah Evita, tapi ia sudah menganggap Evita seperti adiknya sendiri.

"Lantas apa yang akan kamu lakukan sekarang? Apakah kamu akan tetap sabar dan menunggunya pulang?" sarkas Mira yang merasa geram dengan sikap Evita yang dianggapnya terlalu lemah.

Sebagai sesama wanita, Mira tidak dapat memahami jalan pikiran Evita. Sudah berkali-kali wanita itu disakiti hatinya oleh Dito, tapi dia tetap bertahan. Selalu saja anak-anak yang menjadi alasannya untuk memaafkan perbuatan suaminya.

Evita menggeleng lemah. Tatapan wanita itu terlihat kosong. Air mata masih tampak setia mengalir dari kedua sudut matanya.

"Mas Dito ingin menceraikan aku, Mbak. Dia mengusirku dari rumah ini. Sekarang aku bingung harus tinggal dimana. Aku juga tidak tahu bagaimana harus menjelaskan pada anak-anak." Dengan suara yang terdengar putus asa, Evita menceritakan tentang perkataan Dito padanya.

"Dasar laki-laki nggak punya otak! Meskipun rumah ini adalah rumah peninggalan orangtunya, bukan berarti dia bisa seenaknya saja mengusirmu. Apakah dia tidak memikirkan anak-anaknya!" sungut Mira yang menjadi emosi mendengar cerita Evita.

"Oh iya, dimana anak-anakku?" tanya Evita yang tiba-tiba teringat dengan ketiga anak-anaknya.

"Mereka masih ada di rumahku," jawab Mira, yang diminta tolong oleh Evita untuk menjaga anak-anaknya, sebelum dirinya pergi mencari keberadaan Dito.

"Apa yang akan kamu lakukan sekarang? Apakah kamu akan mengalah begitu saja, menuruti kemauan Dito untuk pergi dari rumah ini?" Mira mempertanyakan rencana Evita selanjutnya.

"Memangnya aku bisa apa, Mbak? Rumah ini memang milik Dito. Sudah cukup dia membuatku sakit hati dan menderita. Aku tidak akan menunggu, sampai dia datang dan mengusirku dari rumah ini. Sebelum dia melakukannya, aku akan lebih dulu meninggalkan rumah ini," putus Evita yang tidak ingin lagi menerima penghinaan dari suaminya.

"Tapi kemana kamu akan pergi, Vit? Bagaimana dengan sekolah anak-anak?" tanya Mira yang sangat mengkhawatirkan nasib ketiga anak Evita.

"Aku akan mencari kamar kontrakan yang tidak jauh dari sekolah Alif dan Galih. Semoga hari ini aku bisa mendapatkannya. Agar besok pagi-pagi aku bisa membawa anak-anak untuk pindah ke sana." Evita menjelaskan rencananya.

Mira hanya bisa menghembuskan nafas kasar, melihat nasib buruk yang dialami oleh Evita. Ingin sekali ia membantu Evita dan anak-anaknya. Tapi hidupnya sendiri juga sangat sulit, setelah PHK massal yang terjadi di perusahaan, tempat suaminya bekerja.

"Bisa tolong jaga anak-anakku lagi, sementara aku mencari kamar kontrakan?" Dengan tatapan memohon, Evita meminta bantuan Mira.

"Apakah kamu memiliki uang untuk membayar sewa kamar?" tanya Mira yang tahu betul bagaimana kondisi keuangan Evita.

"Aku masih memiliki sedikit tabungan, dari hasil berjualan kue," jawab Evita.

Ditengah kondisi ekonominya yang sulit, Evita selalu berusaha menyisihkan sedikit uang dari hasil berjualan kue, untuk ditabung. Tapi sekarang ia terpaksa akan memakai uang, yang rencananya akan ia gunakan untuk membeli tas sekolah dan sepatu putra sulungnya, yang sudah rusak.

Mira merogoh saku celana yang dipakainya. Beberapa lembar uang berwarna biru, kini berada di dalam genggamannya.

"Ini ada sedikit uang. Pakailah untuk keperluanmu dan anak-anak," kata Mira sembari menyerahkan uang tersebut langsung ke telapak tangan Evita.

"Tidak perlu, Mbak. Aku masih mempunyai uang. Sungguh!" tolak Evita yang berusaha meyakinkan Mira, jika dirinya tidak membutuhkan bantuan wanita tersebut.

"Tolong jangan ditolak! Setidaknya hanya ini yang bisa aku lakukan untukmu. Maaf aku tidak bisa membantu lebih," paksa Mira sambil memaksa tangan Evita untuk menggenggam uang pemberiannya.

Evita merasa terharu melihat ketulusan Mira. Walaupun dirinya sendiri kekurangan, tapi Mira selalu saja membantunya.

"Terima kasih, Mbak. Maaf kalau selama ini aku selalu merepotkan. Semoga Tuhan yang membalas semua kebaikan Mbak Mira padaku dan anak-anak," ucap Evita sembari menatap wajah Mira dengan tatapan haru.

"Kalau begitu aku akan pergi sekarang, sebelum hari semakin gelap," putus Evita sembari menatap kaca jendela, melihat sinar matahari yang semakin condong ke barat.

"Apakah kamu yakin, kondisimu sudah lebih kuat? Jangan sampai kamu jatuh pingsan lagi nanti di jalan," tukas Mira yang mengkhawatirkan keadaan Evita.

"Sebaiknya kamu makan dan minum lebih dulu sebelum pergi. Agar tubuhmu lebih kuat dan bertenaga," lanjut Mira memberikan saran.

"Baiklah, aku akan makan," balas Evita yang baru menyadari jika perutnya belum terisi makanan sejak pagi.

Sebetulnya Evita tidak merasakan lapar sama sekali. Apalagi setelah kejadian siang ini. Membuat nafsu makan wanita itu seketika lenyap. Tapi ia harus makan, agar tubuhnya tidak sampai tumbang. Ia membutuhkan tenaga untuk bisa kuat menjalani semuanya. Demi ketiga anak-anaknya yang sangat membutuhkannya.

Dengan berjalan kaki, Evita menyusuri jalanan yang menuju ke arah gedung sekolah, tempat dua putranya bersekolah. Sepanjang perjalanan, ia selalu bertanya pada setiap orang yang ia temui, tentang kamar kontrakan yang bisa disewanya. Namun tidak ada jawaban memuaskan yang ia dapatkan.

"Sepertinya itu rumah kosan. Sebaiknya aku kesana dan mencari tahu," gumam Evita dalam hati, ketika melihat sebuah bangunan yang memiliki banyak kamar, dengan model yang sama.

Posisi bangunan yang berada di seberang jalan, membuat Evita harus menyeberangi jalan untuk mencapainya. Wanita itu melihat ke sekitar sebelum melangkah. Namun naas, sebuah mobil yang melaju dengan kecepatan tinggi, tiba-tiba saja muncul dari arah kanannya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dikhianati Suami, Dicintai Sahabat   10. Tinggal Di Rumah Arya

    "Apa kamu tidak salah, memilih tempat tinggal? Tempat seperti ini sama sekali tidak layak, untuk perkembangan mental anak-anakmu yang masih kecil!" Arya berkata dengan perasaan geram."Aku tidak mempunyai pilihan lain. Hanya tempat ini yang mampu aku sewa, sekaligus yang paling dekat dengan gedung sekolah anak-anakku," sahut Evita."Kalau begitu kemasi barang-barangmu! Hari ini juga kamu dan anak-anakmu harus pindah!" tegas Arya."Memangnya kemana kami harus pindah? Aku sudah tidak punya uang lagi untuk menyewa tempat tinggal," tukas Evita yang merasa sedikit kesal. Sebab Arya memberikan perintah tanpa mengerti kondisi keuangannya saat ini."Kamu tidak perlu memikirkan biaya sewa. Yang terpenting adalah keselamatan mental anak-anakmu. Sebab aku juga seorang ayah yang memiliki seorang anak. Dan pastinya aku tidak akan pernah membiarkan anakku, untuk tinggal di lingkungan seperti ini," tukas Arya yang tiba-tiba teringat akan putra semata wayangnya.Tanpa menunggu persetujuan dari Evita,

  • Dikhianati Suami, Dicintai Sahabat   9. Perhatian Arya

    "Aku hanya lulusan SMA. Bagaimana aku bisa menjadi sekretarismu? Aku juga tidak punya pengalaman bekerja di kantor," ujar Evita yang merasa tidak pantas untuk menduduki posisi tersebut."Kamu tidak perlu mengkhawatirkan hal itu. Aku akan mengajari dan membantumu. Aku tahu kamu wanita yang pintar. Dulu setiap tahun, kamu selalu mendapatkan ranking tiga besar di kelas. Aku yakin tidak akan sulit bagimu untuk mempelajari tugas-tugas seorang sekretaris." Arya berusaha meyakinkan Evita.Dengan hati yang masih diliputi perasaan ragu, Evita mengangguk. Wanita itu menyetujui tawaran Arya.Kegembiraan seketika tergambar di wajah Arya. Senyuman manis menghiasi bibir pria tersebut."Kalau begitu, sebaiknya sekarang kamu pulang saja. Aku akan mengantarmu pulang," kata Arya yang tidak ingin Evita kembali masuk ke dalam cafe."Tidak usah, Ar. Biar aku pesan ojek online saja," sahut Evita yang tidak ingin terus menerus merepotkan Arya."Sudahlah. Aku tidak ingin mendengar penolakan lagi!" tegas Arya

  • Dikhianati Suami, Dicintai Sahabat   8. Dilecehkan

    "Na-nama saya, Vita." Evita menjawab dengan suara yang terdengar gugup.Merasa tidak nyaman dengan perbuatan pria yang duduk di sampingnya, Evita berusaha menyingkirkan tangan pria itu dari pahanya."Maaf, bisakah kita berkaraoke saja? Saya akan bantu memutarkan lagu yang bapak-bapak inginkan. Atau kalau kalian meminta, saya juga bisa bernyanyi untuk menghibur kalian semuanya." Evita menawarkan untuk menghilangkan kecanggungan yang kini tengah dirasakannya. Dipaksanya bibirnya untuk tersenyum.Walaupun AC di ruangan itu sangat dingin, namun tubuh dan wajah Evita tak hentinya mengeluarkan keringat dingin."Tapi saat ini kami sedang tidak ingin bernyanyi. Kami butuh seseorang untuk menghibur dan menemani kami minum. Untuk merayakan kesepakatan bisnis yang baru saja kami tandatangani," balas pria di samping Evita, yang kini mendaratkan tangannya pada wajah Evita. Lalu mengelus pipi mulus wanita tersebut.Evita yang merasa risih disentuh oleh pria asing yang tidak dikenalnya, berusaha unt

  • Dikhianati Suami, Dicintai Sahabat   7. Hari Pertama Bekerja

    "Dok, bagaimana kondisi putra saya?" tanya Evita dengan perasaan tidak sabar.Dokter bedah yang baru saja keluar dari ruang operasi, tidak langsung menjawab pertanyaan Evita. Pria itu terlebih dulu membuka masker yang menutupi sebagian wajahnya."Syukurlah operasinya berjalan dengan sukses dan tanpa kesulitan yang berarti. Tapi untuk sementara waktu, pasien akan ditempatkan di ruang pemulihan. Agar kami bisa mengawasi perkembangan kondisi pasien, pasca menjalani operasi," tutur dokter menjelaskan.Evita merasa sangat lega mendengar penjelasan dokter. Begitu pula Mira dan Lusi. "Maaf, saya permisi dulu. Jika nanti ada perkembangan tentang kondisi putra Anda, saya akan memberitahukannya pada Anda," pamit dokter."Iya, Dok, silahkan. Terima kasih banyak," balas Evita yang langsung meraih tangan dokter dan menyalami tangan pria itu, sebagai ucapan terima kasih.Dokter bedah itu hanya mengangguk dan tersenyum tipis, menanggapi ucapan Evita. Lalu ia berlalu pergi meninggalkan Evita."Sebai

  • Dikhianati Suami, Dicintai Sahabat   6. Menjadi LC

    Sinta berjalan perlahan mendekati Evita. Ditatapnya dengan lekat seluruh bagian tubuh Evita dari kepala hingga kaki. Wanita itu bahkan berjalan memutari tubuh Evita. Bagian belakang tubuh kakak tirinya itu pun tak luput dari perhatiannya."Aku lihat postur tubuh Kak Vita lumayan bagus, meskipun sudah pernah melahirkan tiga orang anak. Wajah Kak Vita juga cantik, walaupun tak secantik aku. Aku rasa Kakak bisa menjadi primadona dan menghasilkan banyak uang di tempat karaoke milik suamiku," tutur Sinta yang mengakui kecantikan kakak tirinya.Kening Evita mengerut. "Memangnya apa yang harus aku lakukan di tempat itu? Apakah aku akan menjadi pelayan?" tanya Evita yang sama sekali belum pernah masuk ke tempat hiburan semacam itu."Pekerjaan sebagai pelayan tidak akan menghasilkan banyak uang. Uang yang didapat hanya cukup untuk biaya hidup Kak Vita dan anak-anak. Lantas bagaimana hutang Kak Vita bisa lunas?" tukas Sinta."Lalu apa yang harus aku lakukan di tempat itu?" Evita kembali bertany

  • Dikhianati Suami, Dicintai Sahabat   5. Berhutang

    Evita menutup panggilan telepon dengan perasaan kecewa. Wanita itu baru saja menghubungi Dito untuk menceritakan tentang kondisi putra sulung mereka berdua. Ia juga meminta Dito untuk mencarikan uang untuk biaya operasi Alif. Namun jawaban yang diterima oleh Evita benar-benar diluar dugaan. Pria yang masih resmi berstatus sebagai suaminya itu sama sekali tidak peduli pada putranya."Apa yang harus aku lakukan sekarang? Kemana aku harus mendapatkan uang sebanyak itu?" tanya Evita dalam hati.Air mata tampak mulai mengalir dari kedua sudut matanya. Perasaan sedih, cemas, takut dan juga putus asa, bercampur jadi satu menguasai hati dan pikirannya."Tidak mungkin aku meminta tolong pada mbak Mira. Aku sudah terlalu sering menyusahkannya. Lagipula jumlah segitu bukanlah jumlah yang kecil," kata Evita dalam hati ketika teringat pada Mira."Kenapa Mama menangis? Siapa yang udah bikin Mama sedih?" Tiba-tiba terdengar suara bocah kecil.Tampak Viona yang sudah berdiri di dekat kaki Evita. Gad

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status