Setelah dikhianati dan diceraikan oleh suaminya, akhirnya Evita bertemu lagi dengan sahabat lamanya, Arya. Pria yang dulu menjadi cinta pertamanya. Akankah cinta Evita kepada Arya kembali tumbuh? Dan apakah perasaan Evita akan berbalas? Temukan jawabannya dalam kisah DIKHIANATI SUAMI, DICINTAI SAHABAT
Lihat lebih banyakDengan dada yang terasa sesak dan tubuh gemetar, kedua tangan Evita terkepal kuat. Kilat kemarahan dan perasaan kecewa terlihat jelas, dari kedua netra wanita tersebut.
"Tega kamu lakukan ini padaku, Mas! Setelah tiga tahun aku setia menantimu keluar dari penjara, ternyata ini balasan yang aku terima!" salak Evita dengan geram. Ingin rasanya saat ini juga, ia mengambil benda apa saja yang ada di dekatnya, untuk dilemparkan ke wajah Dito, suaminya. Tapi ia masih berusaha menahan kesabaran, agar tidak lepas kendali. Bukannya merasa bersalah atau takut melihat kemarahan sang istri, Dito justru tersenyum sinis. Tanpa perasaan malu, pria itu menyibak selimut yang menutupi tubuhnya yang polos tanpa sehelai benang pun. Kemudian beringsut turun dari ranjang untuk mengambil boxer, yang tergeletak di lantai. Melihat tubuh polos suaminya, Evita langsung membuang muka. Wanita itu merasa jijik dengan suaminya sendiri. Sedangkan wanita yang tertangkap basah oleh Evita tengah masyuk bersama dengan sang suami, tetap duduk di atas ranjang dengan santainya. Siska, kekasih gelap Dito, berusaha menutupi tubuh polosnya dengan selimut. Tapi tak terlihat rasa takut sedikit pun dari wajahnya. Mungkin karena dia berpikir, jika Dito pasti akan membela dan melindunginya. "Jangan sok suci, Vit! Aku yakin, kamu juga pasti memiliki lelaki simpanan, selama aku mendekam di dalam penjara. Tiga tahun bukanlah waktu yang singkat. Siapa yang tahu, apa yang sudah kamu lakukan selama tiga tahun itu!" Dito memutar balikkan situasi, seakan istrinya lah yang lebih dulu berselingkuh. Dengan tatapan nyalang, Evita menghunus Dito dengan sorot matanya. "Hampir sepuluh tahun kita menikah, apakah kamu pernah melihatku keluar rumah tanpa seijinmu? Apakah pernah kamu melihat dengan matamu sendiri, atau mendengar dari mulut orang lain, jika aku pergi dengan seorang pria, selama kamu berada di dalam penjara?" Evita berkata dengan emosi yang meluap. "Itu karena kamu terlalu pintar menutupi kebusukanmu! Makanya tidak ada yang melihatmu bersama dengan pria lain." Dito tetap memojokkan Evita dengan sikapnya yang arogan." Cukup, Mas! Sudah cukup kamu menjelek-jelekkan aku tanpa bukti! Kamu lah yang selama ini selalu berselingkuh! Sudah dua kali kamu kepergok berselingkuh dengan teman sekerjamu, tapi aku maafkan. Aku pikir kamu akan berubah setelah keluar dari penjara. Tapi ternyata tidak! Kamu sama sekali tidak berubah!" salak Evita yang sudah hilang kesabaran. "Aku tidak butuh maaf darimu! Kalau kamu tidak suka dengan perbuatanku, kamu boleh pergi dari rumah! Kalau kamu ingin bercerai, silahkan saja! Lagipula aku sudah muak denganmu yang selalu terlihat kumal dan tidak terawat!" Dito berkata dengan kedua tangan yang diletakkan di pinggang. Evita terhenyak mendengar perkataan suaminya. Wanita itu merasa tidak percaya, dengan kata-kata yang baru saja didengarnya. Mati-matian dia berusaha mempertahankan pernikahan, meskipun berkali-kali diselingkuhi. Bahkan saat suaminya mendekam di dalam penjara karena kasus korupsi pun, ia tetap bertahan dan menunggu sampai pria itu bebas dari jeruji besi. Bukannya semakin sayang pada istrinya karena kesetiaan dan pengorbanan Evita selama ini, Dito malah membalas kesabaran wanita tersebut, dengan pengkhianatan. "Apakah kamu sadar dengan ucapanmu, Mas?" Dengan suara rendah, Evita bertanya. Wanita itu sudah tidak dapat lagi menahan air matanya. "Tentu saja aku sadar sesadar-sadarnya. Memangnya kamu pikir kenapa selama ini aku selalu mencari hiburan di luar rumah? Itu karena aku sudah bosan, melihat penampilanmu yang kucel dan sama sekali tidak menarik. Belum lagi suara tangisan anak-anak yang membuat kepalaku terasa mau pecah!" Dito mengungkapkan kekesalannya selama ini. "Aku tidak punya waktu merawat diri, karena aku sibuk mengurus anak-anak dan mengurus pekerjaan rumah. Apa pernah kamu menolongku mengurus anak-anak? Apakah kamu pernah membantuku melakukan pekerjaan rumah?" Evita berusaha membela diri, karena tidak ingin dijadikan kambing hitam, dalam kemelut rumah tangganya. "Bukan tugasku untuk melakukan semua pekerjaan itu. Tugasku hanya bekerja dan menghasilkan uang, untuk memenuhi semua kebutuhanmu dan juga anak-anak. Aku dipenjara juga karena kalian. Aku terpaksa korupsi demi memenuhi kebutuhan kalian semua." Kini Dito menyalahkan Evita dan anak-anaknya, atas musibah yang sudah menimpanya. "Itu tidak benar! Aku tahu kamu korupsi demi pacar gelapmu. Kamu hambur hamburkan uang untuk menyenangkan dia. Membelikan apapun yang dia inginkan!" Evita kembali membela dirinya. "Sudahlah, aku capek berdebat denganmu! Wanita tidak tahu diuntung! Seharusnya kamu merasa beruntung memiliki suami sepertiku, yang bisa memberikanmu tempat tinggal dan makan!" tukas Dito. "Besok aku tidak ingin melihatmu lagi di rumah! Besok pagi aku akan pergi ke pengadilan agama, untuk mendaftarkan gugatan cerai!" tegas Dito yang sudah bulat dengan keputusannya. "Semudah itu kamu menceraikan aku, Mas? Bagaimana dengan anak-anak? Apakah kamu tidak memikirkan perasaan mereka, jika mereka sampai tahu orangtunya bercerai?" tanya Evita yang masih berusaha mempertahankan rumah tangganya, demi ketiga anaknya yang masih kecil-kecil. "Itu bukan urusanku! Dari awal pernikahan aku sudah mengatakan padamu, jika aku belum siap memiliki anak. Tapi kamu bersikeras untuk hamil hingga melahirkan tiga orang anak!" ungkit Dito. "Sekarang pergi dari sini! Aku tidak sudi melihat wajahmu lagi!" usir Dito sembari berjalan mendekati Evita. Pria itu menarik pergelangan tangan Evita dengan kasar. Membawanya keluar dari rumah kontrakan wanita selingkuhannya. Mendorong tubuh Evita hingga tersungkur di halaman rumah. Lalu pria itu kembali masuk ke dalam rumah dan menutup pintu dengan sangat keras. Perlahan Evita bangkit dan duduk di atas jalanan paving. Air mata masih terlihat luruh dari kedua sudut matanya. Rasa perih terasa di kedua lututnya. Benar saja, kedua lututnya tampak berdarah. Evita hanya dapat menatap kedua lututnya dengan hati perih. Lebih perih dari luka di kedua lututnya. Hatinya hancur dan bingung. Kini ia tidak tahu, kemana harus pergi dengan membawa tiga orang anak bersamanya. Perlahan Evita melangkah sambil menahan rasa sakit di lututnya. Otaknya penuh dengan berbagai macam pikiran. Terutama pikiran tentang ketiga anaknya. Selama hampir dua bulan, Evita berusaha untuk kuat dan bertahan demi anak-anaknya. Bahkan saat suaminya tidak pulang sampai berhari-hari, ia tetap berusaha melindungi perasaan anak-anaknya, dengan mengatakan jika ayah mereka sibuk kerja di luar kota. Padahal sebenarnya ia sudah mendengar desas-desus dari para tetangga dan beberapa teman, yang mengatakan jika Dito sudah memiliki kekasih baru. Dengan berbekal alamat yang diberikan oleh salah seorang temannya, Evita memberanikan diri untuk datang menemui suaminya di rumah wanita selingkuhannya. Dan ternyata omongan semua orang terbukti benar. Walaupun sudah menyiapkan mental sejak ia datang ke rumah itu, tapi tetap saja rasanya sesak melihat dengan kepalanya sendiri, suami tercinta tengah berbagi peluh, di atas tempat tidur dengan wanita lain. Dengan langkah pelan, Evita berjalan menyusuri trotoar dengan tatapan kosong. Teriknya sinar matahari dan pikiran yang membebani isi otaknya, membuat tubuh Evita terasa lemah. Pandangan wanita itu tiba-tiba kabur. Hingga akhirnya semua menjadi gelap. Tubuhnya pun ambruk dan tak sadarkan diri."Apa kamu tidak salah, memilih tempat tinggal? Tempat seperti ini sama sekali tidak layak, untuk perkembangan mental anak-anakmu yang masih kecil!" Arya berkata dengan perasaan geram."Aku tidak mempunyai pilihan lain. Hanya tempat ini yang mampu aku sewa, sekaligus yang paling dekat dengan gedung sekolah anak-anakku," sahut Evita."Kalau begitu kemasi barang-barangmu! Hari ini juga kamu dan anak-anakmu harus pindah!" tegas Arya."Memangnya kemana kami harus pindah? Aku sudah tidak punya uang lagi untuk menyewa tempat tinggal," tukas Evita yang merasa sedikit kesal. Sebab Arya memberikan perintah tanpa mengerti kondisi keuangannya saat ini."Kamu tidak perlu memikirkan biaya sewa. Yang terpenting adalah keselamatan mental anak-anakmu. Sebab aku juga seorang ayah yang memiliki seorang anak. Dan pastinya aku tidak akan pernah membiarkan anakku, untuk tinggal di lingkungan seperti ini," tukas Arya yang tiba-tiba teringat akan putra semata wayangnya.Tanpa menunggu persetujuan dari Evita,
"Aku hanya lulusan SMA. Bagaimana aku bisa menjadi sekretarismu? Aku juga tidak punya pengalaman bekerja di kantor," ujar Evita yang merasa tidak pantas untuk menduduki posisi tersebut."Kamu tidak perlu mengkhawatirkan hal itu. Aku akan mengajari dan membantumu. Aku tahu kamu wanita yang pintar. Dulu setiap tahun, kamu selalu mendapatkan ranking tiga besar di kelas. Aku yakin tidak akan sulit bagimu untuk mempelajari tugas-tugas seorang sekretaris." Arya berusaha meyakinkan Evita.Dengan hati yang masih diliputi perasaan ragu, Evita mengangguk. Wanita itu menyetujui tawaran Arya.Kegembiraan seketika tergambar di wajah Arya. Senyuman manis menghiasi bibir pria tersebut."Kalau begitu, sebaiknya sekarang kamu pulang saja. Aku akan mengantarmu pulang," kata Arya yang tidak ingin Evita kembali masuk ke dalam cafe."Tidak usah, Ar. Biar aku pesan ojek online saja," sahut Evita yang tidak ingin terus menerus merepotkan Arya."Sudahlah. Aku tidak ingin mendengar penolakan lagi!" tegas Arya
"Na-nama saya, Vita." Evita menjawab dengan suara yang terdengar gugup.Merasa tidak nyaman dengan perbuatan pria yang duduk di sampingnya, Evita berusaha menyingkirkan tangan pria itu dari pahanya."Maaf, bisakah kita berkaraoke saja? Saya akan bantu memutarkan lagu yang bapak-bapak inginkan. Atau kalau kalian meminta, saya juga bisa bernyanyi untuk menghibur kalian semuanya." Evita menawarkan untuk menghilangkan kecanggungan yang kini tengah dirasakannya. Dipaksanya bibirnya untuk tersenyum.Walaupun AC di ruangan itu sangat dingin, namun tubuh dan wajah Evita tak hentinya mengeluarkan keringat dingin."Tapi saat ini kami sedang tidak ingin bernyanyi. Kami butuh seseorang untuk menghibur dan menemani kami minum. Untuk merayakan kesepakatan bisnis yang baru saja kami tandatangani," balas pria di samping Evita, yang kini mendaratkan tangannya pada wajah Evita. Lalu mengelus pipi mulus wanita tersebut.Evita yang merasa risih disentuh oleh pria asing yang tidak dikenalnya, berusaha unt
"Dok, bagaimana kondisi putra saya?" tanya Evita dengan perasaan tidak sabar.Dokter bedah yang baru saja keluar dari ruang operasi, tidak langsung menjawab pertanyaan Evita. Pria itu terlebih dulu membuka masker yang menutupi sebagian wajahnya."Syukurlah operasinya berjalan dengan sukses dan tanpa kesulitan yang berarti. Tapi untuk sementara waktu, pasien akan ditempatkan di ruang pemulihan. Agar kami bisa mengawasi perkembangan kondisi pasien, pasca menjalani operasi," tutur dokter menjelaskan.Evita merasa sangat lega mendengar penjelasan dokter. Begitu pula Mira dan Lusi. "Maaf, saya permisi dulu. Jika nanti ada perkembangan tentang kondisi putra Anda, saya akan memberitahukannya pada Anda," pamit dokter."Iya, Dok, silahkan. Terima kasih banyak," balas Evita yang langsung meraih tangan dokter dan menyalami tangan pria itu, sebagai ucapan terima kasih.Dokter bedah itu hanya mengangguk dan tersenyum tipis, menanggapi ucapan Evita. Lalu ia berlalu pergi meninggalkan Evita."Sebai
Sinta berjalan perlahan mendekati Evita. Ditatapnya dengan lekat seluruh bagian tubuh Evita dari kepala hingga kaki. Wanita itu bahkan berjalan memutari tubuh Evita. Bagian belakang tubuh kakak tirinya itu pun tak luput dari perhatiannya."Aku lihat postur tubuh Kak Vita lumayan bagus, meskipun sudah pernah melahirkan tiga orang anak. Wajah Kak Vita juga cantik, walaupun tak secantik aku. Aku rasa Kakak bisa menjadi primadona dan menghasilkan banyak uang di tempat karaoke milik suamiku," tutur Sinta yang mengakui kecantikan kakak tirinya.Kening Evita mengerut. "Memangnya apa yang harus aku lakukan di tempat itu? Apakah aku akan menjadi pelayan?" tanya Evita yang sama sekali belum pernah masuk ke tempat hiburan semacam itu."Pekerjaan sebagai pelayan tidak akan menghasilkan banyak uang. Uang yang didapat hanya cukup untuk biaya hidup Kak Vita dan anak-anak. Lantas bagaimana hutang Kak Vita bisa lunas?" tukas Sinta."Lalu apa yang harus aku lakukan di tempat itu?" Evita kembali bertany
Evita menutup panggilan telepon dengan perasaan kecewa. Wanita itu baru saja menghubungi Dito untuk menceritakan tentang kondisi putra sulung mereka berdua. Ia juga meminta Dito untuk mencarikan uang untuk biaya operasi Alif. Namun jawaban yang diterima oleh Evita benar-benar diluar dugaan. Pria yang masih resmi berstatus sebagai suaminya itu sama sekali tidak peduli pada putranya."Apa yang harus aku lakukan sekarang? Kemana aku harus mendapatkan uang sebanyak itu?" tanya Evita dalam hati.Air mata tampak mulai mengalir dari kedua sudut matanya. Perasaan sedih, cemas, takut dan juga putus asa, bercampur jadi satu menguasai hati dan pikirannya."Tidak mungkin aku meminta tolong pada mbak Mira. Aku sudah terlalu sering menyusahkannya. Lagipula jumlah segitu bukanlah jumlah yang kecil," kata Evita dalam hati ketika teringat pada Mira."Kenapa Mama menangis? Siapa yang udah bikin Mama sedih?" Tiba-tiba terdengar suara bocah kecil.Tampak Viona yang sudah berdiri di dekat kaki Evita. Gad
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen