Ketukan keras terdengar di pintu kamar vip tempat Yura menginap, membuatnya terlonjak dari keterkejutannya. Yura dengan cepat melangkah menuju pintu dan membukanya, hanya untuk menemukan seorang kurir berdiri di hadapannya dengan tumpukan kotak yang penuh dengan donat dan pizza."Saya di sini untuk mengantar pesanan ini," ucap kurir tersebut dengan nada profesional. Matanya menangkap kebingungan yang terpancar jelas dari wajah Yura, mendorongnya untuk menambahkan, "Semua sudah dibayar, Nona."Yura memandangi kotak-kotak tersebut, heran dan tercengang. Mengapa Damian memesan donat dan pizza sebanyak ini? Hatinya merasa kesal dan penuh tanya.Menerima kotak-kotak itu, Yura hanya bisa mengucapkan terima kasih, sementara dalam benaknya, Yura sungguh kesal pada Damian.Yura segera membawa masuk tumpukan boks itu. Dengan kesal menaruh kasar di meja."Mengapa pesan donat dan pizza begitu banyak? Siapa yang akan makan semua ini?" cerca Yura."Tentu saja, kita yang akan memakannya.""Aku belum
Damian dengan perlahan mendekatkan diri, menepis jaraknya dengan Yura. Mata mereka beradu, naluri mulai menuntun mereka untuk saling menempelkan bibir mereka. Pagutan nan indah pun terjadi. Tak ada paksaan untuk saling melengkapi satu sama lain. Kisah cinta mereka pun dimulai, membangkitkan gairah api yang terpendam. Bibir menyatu dalam kelembutan, seperti dua daun yang tersentuh angin di tengah rimba. Seruan cinta yang lembut dan alami itu membangkitkan semangat api yang selama ini terpendam di dalam dada mereka berdua. Keduanya merasakan keindahan momen tanpa perlu mengucap janji atau bersumpah setia. Kisah cinta mereka pun bermekaran.Damian dan Yura duduk berdampingan, bercumbu dikelilingi oleh sunyi yang kental di ruangan itu. Udara seakan ikut berhenti bernapas, turut merasakan getar cinta yang hanya mereka pahami. Tangan Yura yang sebelumnya berpegangan dengan Damian kini lepas, berhenti sejenak. Matanya membulat sempurna saat sesuatu di pojok pandangannya menarik perhatian. It
'Habis manis sepah dibuang'.Dengan hati yang berat dan perasaan yang terluka, Andy perlahan melangkah keluar dari ruangan, meninggalkan Damian yang tampak tidak tergoyahkan.Damian menatap kepergian Andy, tak mau terbebani atas sikap asistennya yang kini mungkin marah padanya. Kembali di buka pesan dari Yura. Detik berikutnya, Damian menghela napas berat, memutuskan untuk pergi ke rumah sakit. Setibanya di sana, Damian berjalan gontai menuju ruang VIP, hatinya berdebar saat akan bertemu Yura dalam situasi yang penuh emosi.Kaki sempat terpaku dan tak bisa bergerak, berdiri di depan pintu cukup lama. Dibuka perlahan, matanya langsung tertuju pada sosok Yura yang duduk termenung di samping tempat tidur ayahnya. Yura tampak lelah, matanya sembab menahan tangis.Kedatangan Damian seolah menambah ketegangan di udara. Yura menoleh, terkejut namun segera menyembunyikan rasa terkejutnya itu. "Damian," suaranya serak, penuh kekacauan emosi.Damian menghela napas, merasa canggung dengan situas
Apakah benar Damian hanya melakukan hubungan intim dengan dirinya saja? Yura menggigit bibir bawahnya, hatinya diliputi perasaan bingung, ragu, dan malu untuk menghadapi Damian. "Mungkinkah semua ini benar? Apa yang sebenarnya terjadi di balik layar?" gumam Yura dalam hati, mencoba menyadarkan diri dari segala kebingungan yang sedang melanda pikirannya. Tapi, satu hal yang jelas: semua pertanyaan ini hanya bisa terjawab saat dia menghadapi Damian langsung."Yura!"Panggilan Andy mengalihkan lamunan Yura akan Damian, lelaki tampan dan penuh misteri.Andy menerawang jauh, tak bisa mengartikan sikap Damian waktu itu. Berpikir realistis, apakah patah hati sesakit itu?Di pandang lekat Yura di sampingnya. Andy kembali berkata, "alih-alih terjerumus dalam pesona malam bersama wanita panggilan, Tuan Damian hanya menemani mereka tanpa satupun yang dirayu lebih jauh, suatu tingkah laku yang membingungkan, bukan?""Tapi mereka terlibat dalam ciuman yang mendalam," sanggah Yura dengan nada penuh
Mendengar tekad barunya, sesuatu dalam diriku bergetar. "Damian, aku akan mendampingimu, mendukungmu dalam setiap langkahmu," janjiku tegas. Di sisi sungai yang dingin itu, komitmen kami untuk masa depan baru terpatri kuat."Mendengar tekad kuat Damian, Yura menelan ludah, jantungnya berdebar lebih keras, penasaran membelenggu pikirannya. Dia mengumpulkan keberanian, suaranya bergetar ketika dia menyingkap pertanyaannya yang telah lama menggantung di udara. "Jika kamu telah lama bersama Damian, pasti kamu tahu seluk-beluk hatinya. Apa yang sebenarnya terjadi pada Damian, tiga tahun yang lalu?"Andy menatap Yura dengan tatapan yang rumit, berat, seakan-akan masa lalu itu adalah beban yang masih membayangi. Sejenak, ketidakpastian dan ragu berperang dalam tatapannya, sebelum akhirnya bibirnya bergetar mengeluarkan suara yang berat. "Maaf, Yura, ada hal-hal tentang Damian yang lebih baik tak diungkap. Apa yang terjadi tiga tahun lalu... itu adalah rahasia yang harus tetap terkubur.""Ah,
"Panggil saja aku Yura. Kita sebaya, bukan? Tidak ada yang perlu diresmikan di sini," jawabnya, matanya bersinar gembira. Andy mengangguk, tersenyum lebar. "Yura, itu terdengar sempurna," katanya.Detik berikutnya, Andy kembali berkata, "Tapi Yura, Tuan Damian akan marah besar jika mengerti kita terlihat akrab seperti ini? Memanggilmu Yura.""Tidak apa-apa. Jika ada Damian, kamu bisa bisa memanggilku Nyonya. Bagaimana?"Andy hanya bisa mengangguk pasrah, menyetujui ucapan Yura."Baiklah. Sekarang, kamu buka bingkisannya."Mata Yura tertuju pada bingkisan berpita merah muda yang baru saja di terima di tangannya. Dengan hati yang berdebar, ia mulai membuka bingkisan tersebut. Jari-jarinya yang terampil dengan lembut mengurai pita dan membuka sisi-sisi boks kardus yang kaku. Saat tutup boks terangkat, sebuah wewangian cokelat yang manis langsung menyeruak ke udara, menambah rasa penasaran Yura. Di dalamnya, terdapat sebuah kue rainbow berbentuk hati, dengan lapisan cokelat leleh yang men
"Apakah misi ini akan berhasil?" tanya Andy, meragukan seorang Damian.Damian melangkah mendekat dengan tatapan yang tajam dan berat menusuk kalbu Andy. "Apakah wajahku mencerminkan keraguan, Andy?" suaranya rendah namun menggema di hati. "Tidak, Tuan," jawab Andy cepat, tetapi nada suaranya mengkhianati keraguannya. Damian mendecak, wajahnya mengeras. "Rupanya, kamu masih meragukan kemampuanku. Lupa, kah kamu akan kegilaan yang aku tunjukkan tiga tahun yang lalu?" Kulit Andy menjadi pucat, matanya terbelalak seakan menonton kembali adegan horor yang penuh darah itu dalam benaknya. Segera dia menggeleng cepat, tubuhnya ambruk dan dia berlutut di depan Damian. "Maafkan aku, Tuan. Ingatanku memang buram. Saya terlalu... " "Sudah, cukup," potong Damian tegas, suaranya serak dan getir dengan kekecewaan yang membuak. "Cukup bicara, pergilah! Temukan Yura dan pastikan dia aman." Kemarahannya tak hanya membuat Andy menggigil, tetapi juga menyimpan sejuta cerita kesetiaan yang retak.Andy men
Perusahaan Damian.Sindy merasa tubuhnya terhempas ke lantai dingin dengan kasar. Tangan-tangannya yang terikat di belakang membatasi gerakannya. Rasa sakit menyelimuti seluruh tubuhnya, tapi tak ada yang lebih menyakitkan daripada ketakutan yang menggelayuti hatinya saat ini.Damian, dengan postur tubuhnya yang menjulang tinggi seperti menara, mendekat dengan langkah berat. Setiap tapak kakinya seolah menggetarkan lantai. Wajah Damian penuh dengan kemarahan yang membara. Matanya yang tajam menatap Sindy seperti hendak menembus jiwa gadis itu.Damian mendekat penuh intimidasi. "Karena ulahmu, Yura menjauhi aku, Sindy!" suaranya menggema keras di ruangan itu, penuh dengan kekecewaan dan rasa terkhianati.Sindy menggigil, suara tangisnya terdengar parau. "Tolong, Tuan Damian, aku tidak bermaksud... aku mohon, maafkan aku!" ratapnya sambil menundukkan kepala, merasakan berat beban kesalahannya. Air mata membasahi pipinya, menunjukkan keputusasaan yang mendalam.Damian menghela napas bera
"Andy, kamu tahu tidak Yura dapat berita masa laluku dari mana?""Entahlah, Tuan!""Segera caritahu, Andy!" titah Damian pada asistennya dengan suara kesal."Baik, Bos! Tapi mungkin hasilnya mungkin tidak enak di denger ya.""Ya sudahlah, yang penting kita tau sumbernya dulu. Nanti urusan lain kita pikirkan lagi," balas Damian dengan nada tegas.Andy bergerak cepat untuk membongkar rahasia Yura. Dengan tekad yang membara, dia menginstruksikan pengawalnya untuk melacak jejak Yura setelah meninggalkan rumah sakit, mencari setiap CCTV yang mungkin menangkap bayangan Yura. Tanpa menunggu lama, pengawal itu kembali dengan rekaman yang diincar — tidak hanya dari CCTV tetapi juga dari dasbor mobil Yura yang masih berfungsi sempurna. Jantung Andy hampir terhenti ketika ia menyaksikan Yura berada dalam dekapan Sindy, wanita yang telah merebut hati Dony. Sakit yang menusuk membuat Andy merasa dunianya runtuh seketika.Andy berdiri tegak di depan Damian, matanya menunjukkan kegugupan saat ia mul