Benigno Jacob Andriano, adalah putra dari Mathilda, seorang wanita yang dinikahi Sir Jacob karena kecantikannya. Belakangan Sir Jacob mengetahui suatu rahasia yang selama ini Mathilda sembunyikan darinya, Mathilda telah terlibat hubungan gelap dengan seorang lelaki dari masa lalunya yang bahkan telah dia lakukan sebelum bersua Sir Jacob. Mathilda sangat berhasrat menikah dengan Sir Jacob, orang teramat kaya di Italia yang memiliki usaha bernilai trilyunan dolar yang ia lakukan bersama temannya. Gruppo METRO ( Metalmeccanica Torinese) adalah perusahaan besar milik mereka yang memproduksi banyak prodak dari alat pengering rambut sampai helikopter.
Benigno, yang Sir Jacob kira adalah anaknya itu ternyata buah cinta Mathilda dengan Frank Kashogie, kekasihnya, sehingga Sir Jacob memutuskan memberikan hak kepemilikan saham sebesar 90 prosen serta seluruh asetnya kepada Audrey. Kenapa Audrey? Wanita itu adalah putri Sir Jacob dengan seorang wanita Jawa Barat, yang telah dia sia-siakan. Suryani memutuskan menerima pinangan Abellard, lelaki warga negara Perancis yang bersedia menikahinya kala Suryani mengandung putri Jacob. Audrey kecil dibesarkan dengan penuh cinta oleh ibu dan ayah tirinya. Beberapa waktu kemudian lahirlah Jonash dari pernikahan itu.
Misteri anak kandung Sir Jacob baru terungkap beberapa jam sebelum Suryani yang menderita sakit meningitis itu menghembuskan napas terakhirnya. Suryani memutuskan Audrey berhak tahu siapa sejati dirinya. Suryani yang tidak tamak terhadap harta Sir Jacob betul-betul menurunkan darah kebaikan ke dalam diri Audrey.
Dia mengirim surat kepada Sir Jacob tentang kehamilannya dua puluh empat tahun silam beserta bukti hasil ultrasonography bahwa Audrey Abellard, adalah buah cinta mereka. Nama Abellard tetap disematkan karena suami Suryani yang menginginkannya.Ditengah kegamangan mengetahui istri syahnya berselingkuh dan memiliki putra yang hampir seumuran dengan Audrey, Sir Jacob tanpa berpikir panjang memutuskan menemui pengacaranya untuk menulis sebuah surat wasiat. Kemudian hampir enam bulan berikutnya Sir Jacob menghembuskan napas terakhir dalam keadaan bersedih karena belum sempat bertemu dengan putrinya. Sir Jacob juga sempat membuat surat wasiat tentang perwalian Audrey kepada rekan bisnisnya serta meminta kawannya itu untuk mencari dan melindungi serta memastikan Audrey mendapatkan buah dari hasil usaha kerja kerasnya selama ini.
Satu tahun sebelum kejadian malam di rooftop Red Buffalo, Benigno mengetahui perihal keberadaan surat wasiat ayahnya. Bukan main kemarahan Benigno saat itu. Tapi waktu detektifnya berhasil menggali informasi bahwa Audrey yang diasuh Abellard, sang ayah tiri, pernah kuliah ditempat yang sama dengan Benigno, dia pikir rencananya akan berjalan lebih mudah. Benigno telah bertekat untuk merebut hak waris yang gagal dia dapatkan dengan cara apapun, membohongi bahkan berbuat kejam akan dia lakukan.
Memiliki kekayaan serta pengaruh besar, Benigno membuat Prabu Plan, perusahaan jasa konstruki yang masih merintis usaha milik Audrey dan suaminya bisa tidak mendapatkan tender pekerjaan. Salah satu usaha Benigno untuk menghancurkan Audrey, saudari tirinya itu telah membuahkan hasil, Benigno sudah mengirim uang dalam jumlah besar ke rekening Denish, wanita suruhannya yang telah berhasil menikahi Jonash, sekaligus merebut Prabu, lelaki yang punya kesempatan besar menggagalkan rencana Benigno untuk menguasai harta Audrey.
…
Kediaman Prabu Wisesa
“Mas, aku ingin bercerai.” Audrey berucap sore itu menatap suaminya serius sesaat setelah dia meminta Prabu duduk ditaman belakang. Suaminya tentu saja sangat kaget.
“Sayang, jangan bercanda ah.”
“Mas, aku lebih dari serius. Aku ingin kita berpisah secara baik-baik. Jangan ada pertengkaran ya.”
Audrey membuka sebuah map yang telah dia persiapkan sebelumnya di bawah meja taman dekat situ. Kata-kata sudah disusun seharian. Beberapa lembar kertas bukti perselingkuhan suaminya itu ia beberkan diatas meja. Dia tidak memberikan kesempatan pada suaminya untuk mengelak lagi.
“Selama ini kalian berdua telah menyalahgunakan kepercayaanku. Bahkan sakit Ventria dan keadaan ekonomi kita yang terpuruk tidak menjadi perhatian kamu, Mas. Kalian berselingkuh dibelakangku.” Audrey tidak bisa menaham airmata yang berontak ingin keluar. Hatinya sakit sekali. Bukan sekedar drama. Dia mencintai dan sangat mempercayai suaminya sepenuh hati.
“Tadi aku sudah memasukkan berkas gugatan perceraian ke Pengadilan Agama. Aku tidak menuntut apa-apa. Bahkan harta gono ginipun. Karena Ventria masih dibawah umur, hak asuh tetap berada ditanganku. Tolong kabulkan permohonanku.”
Tanpa banyak kata Audrey berlalu meninggalkan Prabu yang termangu kehabisan kata.
Perceraian tidak terelakkan. Prabu tidak bisa menyangkal bukti perselingkuhannya dengan istri adik iparnya itu. Dia terpaksa harus menandatangani Akta Perceraian di Pengadilan Agama pada tanggal 30 November 2020. Ventria berada dibawah hak asuh Audrey, selain karena memang masih dibawah umur, Prabu tidak bisa membuktikan sebagai ayah yang baik karena telah terbukti berselingkuh.
…
1 Desember 2020
“ Berhenti Audrey! Kau tidak akan bisa merebut Beni dariku!“ teriakan licik Kiara, wanita cantik berambut pendek dihiasi poni dikeningnya terdengar lantang didalam kesunyian malam. Disampingnya turut berlari dua orang lelaki berbadan kekar. Mereka adalah bodyguard wanita yang telah dijodohkan orangtuanya dan Sir Jacob, ayah Benigno itu.
Audrey Abellard berlari sekencangnya memasuki hutan tidak bertuan, perutnya yang sedikit membesar terasa sakit tapi dia terus berlari. Kaki jenjangnya menyeruak diantara semak belukar dan pepohonan. Beruntung dia mengenakan celana denim tebal dengan sepatu kets, sehingga memudahkannya menerabas semak belukar. “Semoga tidak ada ulaaaar,“ rintihnya putus asa. Tidak ada binatang yang lebih ditakutinya selain hewan melata itu.
Dor…Dor!
Senjata laras pendek milik Kiara hampir mengenai punggungnya. Malam itu bulan yang menjadi satu-satunya sumber cahaya hanya bersinar temaram.
Dor ! Dor! Dor!
Letusan pistol berturut-turut hampir mengenai tubuhnya. “ Aku masih ingin melihat matahari esok pagi dan hari-hari selanjutnya!” Tekatnya dengan ketakutan luar biasa. Air matanya berlinangan. Dadanya berdegup kencang berpacu dengan lelehan peluh dikening.
Dor !
Kali ini salah satu pelurunya mengenai lengan kirinya. Dia terus berlari. Darahpun mengucur perlahan. Nyeri luar biasa tidak dipedulikannya. "Tahan nak, kita berjuang bersama ya..." rintihnya sambil memegang perutnya.
Kali ini dia harus menghentikan langkahnya. Kakinya letih telah berlari jauh disertai napasnya yang tersengal-sengal, dia hampir tidak kuat lagi. Darahpun mengucur deras dari lengannya yang tertembus oleh peluru. Didepannya sekitar delapan meter terdapat jurang menganga. Perlahan dia mendekat sampai ke bibir jurang, menatap kebawah, cahaya bulan memantulkan kilatan hamparan air disana. Cukup lebar, pertanda ada sungai dalam, karena dia tidak mendengar suara gemericik air. Berharap tidak ada pusaran air yang membahayakannya. Bebatuan tampak menghunjam dipinggiran sungai itu. Ketakutan Audrey luar biasa, tapi sudah tidak banyak waktu, ketiga orang yang mengejarnya semakin dekat. Masih ada harapan, kalau dia beruntung tubuhnya bisa melenting jatuh tepat diarus sungai itu. Audrey memutuskan akan menghadapi resiko apapun.
“Ya Tuhan. Lindungilah aku dan bayiku.” Kalimat terakhir yang diucapkan Audrey. Dan…
Byurrr…
Ceritakan tentang anakku.” Audrey bertanya saat mereka duduk di teras kecil itu.Audrey tiba-tiba bertanya kepada Nathan.“Beberapa kali kau mengatakan kata ‘anakku’, itu menyiratkan kalau anakku bukan anak kandungmu karena kau bilang kau suamiku.”Sungguh Nathan merasa ini episode tersulit yang harus ia dan istrinya lalui.Lelaki itu menatap ke arah cangkir kopinya yang telah kosong.Audrey tahu, sesuatu yang ia lupakan dan masih menjadi misteri itu bukan suatu kabar baik.“Kau pernah menikah dengan seseorang sebelum aku nikahi.” Akhirnya kata itu keluar dari bibirnya.“Apakah dia, Benigno yang aku cari?” Audrey menatap Nathan dengan ekspresi dalam, rasa ingin tahunya terlihat jelas.“Bukan.”“Lantas?”“Baiklah, aku akan membuka semua identitasmu.”Audrey memposisikan dirinya pada pose senyaman mungkin. Ia telah siap mendengarkan cerita Nathan.“Aku masih berkabung atas berpulangnya sahabatku, rekan kerjaku pada perusahaan yang kami berdua jalankan, ketika seminggu setelah pemakamanny
Sinar matahari menyinari kamar tidur nyaman ini. Kehangatan lembut meresap pada permukaan kulitnya.Pernahkah ia merasa lebih aman dan bahagia? Audrey sulit menjawab karena ingatannya hampir tak ada.Tapi ia tak bisa membayangkan merasa lebih aman daripada yang ia rasa sekarang ini.Kemarin, setelah singgah di sebuah desa terdapat sebuah toko bahan pangan, Ia melihat Nathan mengisi dua troli besar dengan sejumlah bahan makanan. Mereka berkendara selama berkilo-kilometer, jauh memasuki daerah pegunungan. Saat kemudian Nathan memasuki jalan berkerikil di puncak bukit, napas Audrey terasa terhenti, ia mengira dirinya telah melihat surga dalam perjalanan tadi, tapi itu hanya awalnya saja.Rumah kayu dua lantai milik Nathan terletak di puncak bukit menjulang. Terdapat teras kecil, di kedua lantai. Mereka menghadap lembah memikat dipenuhi pepohonan hijau menyejukkan. Tinggi dan masiv, pegunungan menjulang di kejauhan, menambah keindahan yang menakjubkan. Ia keluar dari mobil begitu Nathan be
"Enak saja. Jangan berani-beraninya kau menyalahkan dirimu. Ini semua salah Benigno. Sejak dulu bahkan sebelum aku mengenalmu, aku tahu siapa dia.”“Ceritakan bagaimana dia versimu.”Angin lembut menggerakkan rambut sebahu Audrey yang berwarna merah berpadu coklat yang keemasan, tampak kontras dengan pipinya yang bersih tanpa cela yang kini tidak pucat lagi, rona kemerahan telah tampak di situ.Begaimanapun saat ini adalah hari dimana ia merasa usahanya perlahan mulai menampakkan berita baik. Nathan akan menunda dulu cerita mengenai saudara tirinya itu agar tidak merusak suasana hati wanita ini.“Suatu saat aku akan menceritakan semua yang ingin kau katahui, ini hanya masalah waktu, SayangPanggilan itu sekali lagi membuat desir di hati Audrey tak tertahankan. Ia bisa menebak, lelaki di sampingnya tidak ingin suasana hatinya berubah karena mendengar sesuatu yang akan membuat ia tidak suka.Mungkin Nathan benar. Tapi ia tidak dapat mengenyahkan kenyataan bahwa jika ia tak pergi sendiri
Kau telah banyak membantu menguak tabir ini, Audrey,” ujar Patrick. “Berdasarkan informasi yang kau berikan dari sesi hipnotismu dua hari lalu, kami punya gambaran yang lebih jelas tentang keadaan fasilitas itu. Sepertinya dia punya banyak orang yang di rekrut untuk membantunya. Masalahnya, mereka itu siapa dan darimana asalnya?”“Mereka gelandangan.”“Apa?” Lima orang bertanya sekaligus.“Saat aku melatih, aku mendengar salah seorang pemuda menangis, mengatakan kalau dia ingin pulang. Pria yang memimpin latihan menghardiknya dan berkata, “Kau lupa? Kau tak punya rumah, layaknya idiot-idiot lain di sini. Kami memberi kalian para idiot gelandangan kesempatan tapi kalian bahkan tidak merasa beruntung.”“Itu masuk akal. Begitu banyak anak-anak jalanan sehingga tak ada yang kehilangan mereka saat mereka tak nampak.”Patrick berdiri, menandakan pertemuan hari ini akan usai. “Kau telah memberikan pemahaman baru bagi kami yang bahkan belum pernah kami pertimbangkan. Kerja yang bagus, Audrey.
Audrey mengedarkan pandangannya ke orang-orang dalam ruangan.“Suara lembut, jahat, melengking tapi maskulin, mengatakan padaku...” Audrey menelah ludah. “Dia akan menikmati saat menjinakkanku.”Nathan menahan perutnya yang bergolak, giginya gemeretak. Tapi ia berusaha menyembunyikan reaksi itu.Setelah menghembuskan napas panjang, Audrey berkata pelan. “Aku ingat rasa sakit...siksaan. Dia sangat menikmatinya.” Ia memejamkan mata, menahan gejolak di dadanya. “Aku mendengar tawa melengking...nyaris seperti memekik. Dia menertawakanku. Kurasa dia merancang siksaan berdasarkan yang menurutnya paling merendahkan dan sungguh menyakitkan.”Ketika Audrey membuka mata, Nathan yang memandangnya tidak berkedip, ingin melolong, ikut merasakan penderitaan nyata yang dipantulkan mata itu. Penderitaan dan rasa sakit tak terperi yang ia rasakan.“Aku digantung terbalik dalam kondisi telanjang...dan disirami air dingin. Kemudian dia menyuruh mereka meninggalkanku terbaring di satu tangan dan kakiku y
Troy Ferguson melangkahkan kaki ke dalam rumah utama, ia dilanda kebimbangan. Ia bertugas sebagai seorang eksekutor. Kali ini ia harus melakukan tugas itu lagi.Diketuknya pintu lab utama. Pemimpin membentak, “Masuk.”Dua pria berdiri di samping “Pemimpin”, mereka memegangi seorang wanita paruh baya, berambut gelap diantara mereka.Wanita itu telanjang. Tubuhnya lebam-lebam dan berdarah karena telah dipukuli. Penciumannya membawa aroma amis. Anak buah pemimpin sudah memakainya sebagai pelampiasan syahwat... wanita itu telah dihukum. Sungguh suatu pemandangan menyayat hati. Ia tak tahu alasannya, ia pun tak berani bertanya, karena kalau pemimpin sudah berkehendak, tiada yang boleh menghalangi. Jika pemimpin memilih untuk menghukum, itu haknya. Tidak ada yang boleh bertanya apalagi membangkang. Mata wanita itu bengkak dari pukulan bertubi-tubi yang telah ia terima. Dia mendongak, memandangnya dan sesuatu dalam dirinya tersentak, menusuk kebingungan tersebut. Wanita itu tersiksa, terluk
Wanita itu menariknya lagi. Meski pandangannya kabur, Audrey mengingat secangkir teh yang ia minum tadi sebelum tidur. Sambil mengelakkan tangaai yang mencengkeram kuat, Audrey bergerak ke samping wanita itu dan mengulurkan tangan. Jemarinya menggenggam cangkir yang akan ia pergunakan. Sebagai senjata, benda itu bukan berarti apa-apa tapi lebih baik dari pada tak ada sama sekali. Ia menunggu sampai wanita itu mendekatinya lagi. Dan ketika ia sudah mendekat, tangan itu ia ayun sekuatnya. Getaran benturan dan suara gedebug memuaskan, memberi tahu Audrey serangannya mengenai sasaran.Terdengar raungan kemarahan. “Aku akan pergi dari sini!” gumamnya. Ia lari meninggalkan kamar.Titik-titik hitam itu muncul di penglihatan Audrey, bertambah besar. Tapi ia tidak bisa membiarkan wanita itu pergi begitu saja. Ia harus menghentikannya, dan tak ada orang lain yang dapat melakukan itu...kecuali dia sendiriTapi kakinya kaku tidak mau bekerja sama. Audrey tertatih, tersandung melintasi kamar dan m
"Bagaimana keadaanmu pagi ini?” tanya Nathan mengalihkan rasa canggungnya.“Baik, masih sedikit pusing.”“Ada yang kau ingat?”“Sedikit. Tidak ada yang penting.”“Seperti?”Audrey memijit keningnya dan meskipun Nathan lebih rela memakan kaca daripada memberikan lagi kepedihan pada istrinya itu, ia perlu tahu sebanyak yang ia bisa tentang apa yang Audrey ingat.“Ingatan-ingatan samar, bahkan lebih daripada saat aku tiba di sini.”Profesor Dimitri sudah memperkirakan hal itu. Pemulihan kecanduan obat-obatan membuat ingatan-ingatan itu memudar. Kita perlu mendapatkan sebanyak apapun yang bisa didapatkan sebelum ingatan itu memudar.Audrey mengangguk. “Iya, aku tahu… hanya saja sedikit sekali. Aku hanya ingat aku mengenakan pakaian putih…kurasa seragam. Aku ingat ruangan penuh matras, dan ada pertarungan. Tapi wajah-wajah di sana… semua berkabut.”Nathan memberikan sebuah bungkusan plastik kepada Audrey.“Ini apa?”“Peralatan melukis.”“Untuk apa?”“Kau pelukis yang berbakat, Audrey. Apa
"Kami akan melakukan apapun sebisa kami. Pertama kami akan coba menghipnotis. Sampai kami tahu, efek seperti apa yang terus di bawa obat itu. Aku tak suka merawatnya dengan menggunakan banyak macam obat.”Nathan menarik napas, siap dengan ancaman bila memang itu diperlukan. “Lakukan sebisamu. Jika dia tidak mengalami perkembangan, aku akan membawanya pulang bersamaku, akan kusembuhkan dengan caraku. Mungkin aku tidak akan memaksanya untuk sesuatu yang memang sudah betul-betul hilang dari ingatannya."Mata gelap Patrick menelusuri wajah Nathan, kemudian berpaling ke arah Profesor Dimitri. “Bagaimana menurutmu?”Profesor Dimitri mengangguk. “Nathan dan aku sudah membicarakan tentang ini tadi malam. Audrey merasa lebih tenang bersamanya, kurasa ini ide bagus.”Patrick menatap Nathan. “Kau tahu, Beningno sudah pasti akan mencarinya?”“Pasti aku akan menjaganya.” Nathan kembali menoleh ke arah Profesor Dimitri. “Apa yang seharusnya kuharapkan?”Ekspresi Dimitri terlihat frustasi. “Berdasar