Share

Bab 3

last update Last Updated: 2024-10-07 12:08:35

“Ayo ke ruanganku kalau kalian masih ingin bicara.” Bagas mengajak Intan dan Seruni setelah menyusul mereka di tangga darurat.

“Terima kasih atas bantuannya, Mas, tapi saya mau pulang saja,” tolak Seruni.

“Kamu yakin mau pulang, Run? Tidak menenangkan diri dulu. Khusus hari ini, aku akan temani kamu ke mana saja,” timpal Intan yang mengkhawatirkan keadaan mental sahabatnya.

Seruni menggeleng. “Aku tidak mau ke mana-mana, In. Aku cuma mau pulang.”

“Oke kalau itu maumu. Aku antar ya,” tawar Intan.

Sekali lagi Seruni menggeleng. “Tidak usah. Aku bisa pulang sendiri. Aku masih ingat jalan pulang kok.” Dia tersenyum, lalu kembali berkata, “Kamu tenang saja, aku tidak akan melakukan hal bodoh hanya karena pengkhianatan Mas Panca.”

“Tapi, Run.” Intan merasa keberatan dengan keputusan sahabatnya.

“Kamu ke sini 'kan sama keponakanmu, In. Harusnya kamu juga pulang bersama mereka. Terima kasih ya atas bantuanmu hari ini,” ucap Seruni dengan tulus.

“Silakan kalau mau pulang, tapi bukankah sebaiknya merapikan diri dulu. Kamu masih tetap cantik, tapi riasanmu jadi agak rusak karena air mata.  Ayo ke ruang kerjaku, di sana ada kamar dan kamar mandi. Kamu bisa merapikan diri di sana.” Kali ini Bagas yang berbicara pada Seruni dengan kalimat yang lebih santai daripada sebelumnya.

“Mas Bagas benar, Run. Kalau kamu mau pulang sebaiknya merapikan diri dulu. Jangan sampai kamu dianggap ODGJ karena penampilanmu itu.” Intan ikut membujuk sahabatnya.

Meskipun penampilan Seruni tidak terlalu berantakan, tapi sangat terlihat kalau dia baru saja menangis karena kedua matanya agak bengkak. Eye liner yang tidak waterproof jadi luntur karena kena air mata, begitu juga bedaknya.

Seruni menarik napas panjang dan mengembuskan dengan pelan sebelum memberi jawaban. “Kalau begitu kita ke ruangan Mas Bagas dulu,” putusnya kemudian.

“Pakai ini untuk menutupi wajahmu.” Bagas memberikan topi pada Seruni.

“Terima kasih, Mas,” ucap Seruni sambil mengenakan topi di atas kepalanya.

Mereka bertiga kemudian pergi ke ruang kerja Bagas. Seruni merapikan diri di kamar mandi yang ada di ruangan tersebut. Setelah penampilannya lebih enak dipandang, dia keluar dari sana.

“Nah, gitu ‘kan lebih cantik. Ini pakai kacamata biar matamu ga kelihatan bengkak.” Intan memberikan kacamata hitam pada sahabatnya.

“Makasih, In. Kamu memang sahabat yang terbaik. Selalu jadi penolongku di saat-saat sulit.” Seruni memegang erat tangan sang sahabat.

“Ah, biasa saja. Ga usah lebai deh, Run.” Intan jadi salah tingkah sendiri setelah mendapat pujian dari Seruni.

“Jadi mau pulang?” Tiba-tiba Bagas bertanya pada Seruni.

“Jadi, Mas. Terima kasih banyak atas bantuan Mas Bagas. Maaf sudah banyak merepotkan,” sahut Seruni.

“Aku antar ya. Kebetulan aku ada urusan ke luar,” tawar Bagas.

Seruni menggeleng. “Terima kasih atas tawarannya, tapi tidak usah, Mas. Saya bisa pulang sendiri.”

Wanita berusia 25 tahun itu pun keluar dari ruangan Bagas bersama Intan, yang mengantarnya sampai di lobi hotel.

Sementara itu Bagas memandang ke luar melalui dinding kaca di ruangannya. “Seruni, apa kamu tidak ingat aku?” gumamnya.

***

Seperti dugaannya setelah mengatakan kalau rencana lamaran dan pernikahannya dengan Panca batal, bapak dan ibu Seruni menyalahkan dia karena tidak menuruti nasihat mereka. Sekarang sudah terbukti kalau Panca bukanlah pria yang baik. Hal itu membuat Seruni semakin merasa tak percaya pada pria, cinta, dan juga kesetiaan.

Meskipun sedang patah hati, Seruni tetap beraktivitas seperti biasa. Dia tetap bekerja dan menjalankan tanggung jawabnya pada perusahaan walau kinerjanya jadi tidak maksimal. Hal itu tak luput dari perhatian atasannya, Catra. Sebagai manajer pemasaran yang membawahi beberapa anak buah, tentu saja Catra selalu mengawasi kinerja semua bawahannya.

“Seruni, kamu sedang ada masalah?” tanya Catra kala mereka sedang mendapat giliran menjaga stan perusahaan di pameran properti yang diadakan di salah satu mal di Jogja.

Seruni yang sedang menunduk sambil membuka-buka gawainya, sontak mendongak dan memandang atasannya itu. “Kenapa Bapak tanya seperti itu?” Bukannya menjawab, dia malah balik bertanya.

“Karena kamu tidak seceria biasanya. Kinerjamu belakangan ini juga kurang bagus. Kalau ada kendala di lapangan bilang saja. Kalau punya masalah pribadi, kamu bisa cerita padaku. Siapa tahu aku bisa membantu atau meringankan masalahmu. Kita ini ujung tombak perusahaan, kalau tidak ada penjualan, bagaimana perusahaan bisa berjalan dengan baik,” jawab Catra.

“Maaf, Pak. Saya akan berusaha lebih baik lagi untuk mencari dan menggaet konsumen,” timpal Seruni.

Catra mengangguk. “Aku yakin kamu bisa melakukannya dengan baik saat kamu baik-baik saja. Selama ini di antara semua marketing, kamu yang selalu melebihi target. Tapi aku tahu kamu sekarang sedang tidak baik-baik saja.”

“Ceritakan saja apa masalahmu. Anggap aku ini temanmu, bukan atasanmu. Aku tidak mau melihatmu seperti ini, Seruni.” Catra memegang tangan Seruni.

Merasa tak nyaman, Seruni menarik tangan yang dipegang manajernya itu. “Terima kasih atas perhatiannya, Pak,” ucapnya dengan canggung.

Pembicaraan keduanya tertunda karena stan mereka didatangi oleh beberapa orang yang tertarik dengan properti yang perusahaan mereka tawarkan. Seruni dan Catra berdiri menyambut para pengunjung stan dan memberikan brosur sesuai dengan properti yang mereka cari. Seruni dan Catra dengan cekatan menjawab setiap pertanyaan yang diajukan oleh para pengunjung tersebut.

Mereka hampir tak sempat bicara lagi karena pengunjung pameran terus saja datang ke stan perusahaan. Keduanya baru bisa beristirahat setelah para pengunjung pulang karena jam operasional mal berakhir. Seruni dan Catra membereskan brosur-brosur dan menutup stan mereka sebelum pulang.

“Seruni, kamu naik apa ke sini?” tanya Catra setelah mereka selesai beres-beres.

“Saya naik ojol, Pak,” jawab Seruni.

“Ini sudah lebih dari jam sepuluh malam, sebaiknya aku antar kamu pulang,” ucap Catra setelah melihat jam di pergelangan tangan kanannya.

“Tidak usah, Pak. Saya sudah biasa pulang jam segini kalau sedang pameran,” tolak Seruni.

“Seruni, sebagai atasan, aku melarangmu pulang sendiri. Aku harus memastikan keselamatanmu karena malam ini kita bekerja bersama. Pokoknya aku tidak terima penolakan.” Catra lantas menarik tangan Seruni dan mengajaknya pergi ke tempat parkir.

Seruni akhirnya pasrah mengikuti manajernya. Menolak pun percuma karena Catra bersikeras mengantarnya pulang. Kalau dipikir sebenarnya itu menguntungkan dirinya karena Seruni bisa beristirahat di mobil sang manajer dan melepas high heels yang setengah hari ini cukup menyiksanya. Terlalu sering berdiri dengan sepatu hak tinggi membuat kakinya terasa sangat pegal. Dia memang dituntut menggunakan high heels dan berpenampilan menarik bila sedang pameran.

“Seruni, kita mampir makan dulu ya. Aku lapar banget. Kamu juga pasti lapar ‘kan?” Catra menghentikan mobilnya di depan sebuah warung pecel lele yang tak jauh dari mal.

“Saya pulang naik ojol saja, Pak. Silakan kalau Pak Catra mau makan dulu. Saya tidak enak sama tetangga kalau kemalaman sampai rumah,” lontar Seruni.

Catra menghela napas panjang. “Seruni, kamu ‘kan belum makan dari tadi. Aku tidak mau kamu jatuh sakit karena tidak makan. Bekerja keras boleh, tapi jangan sampai menyakiti diri sendiri. Aku nanti yang bilang sama orang tuamu kalau kamu takut dimarahi mereka karena pulang telat,” tegasnya tanpa mau dibantah.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dikhianati Tunangan, Dicintai Manajer Mapan   Bab 25

    Runi terkesiap mendengar pertanyaan Bagas. Dia tidak menduga manajer hotel itu akan menanyakan hal itu padanya. "Maksud Mas Bagas pacarku?" Bagas menggeleng. "Ga harus pacar, siapa pun yang sekarang sedang dekat denganmu."Seruni diam sejenak sebelum menanggapi Bagas. "Aku ga punya pacar, Mas. Aku ga mau berkomitmen lagi, Mas. Aku trauma dikhianati," akunya."Maaf karena sudah mengingatkanmu pada hal yang menyakitkan." Bagas jadi merasa bersalah. Seruni tersenyum ke arah Bagas. "Tidak ada yang perlu dimaafkan karena Mas Bagas tidak salah," ucapnya.Setelah itu tak ada lagi yang berbicara. Hening menguasai saat mobil Bagas melaju dengan kecepatan sedang. Seruni yang duduk di samping Bagas, memilih menatap keluar jendela, sementara manajer hotel itu fokus mengendarai mobil sambil sesekali melirik ke samping kirinya."Runi, kamu marah sama aku?" tanya Bagas tiba-tiba. Memecah kesunyian di antara mereka.Seruni menoleh dengan kening mengerut. "Marah? Enggak kok. Memangnya aku kelihatan

  • Dikhianati Tunangan, Dicintai Manajer Mapan   Bab 24

    Seruni menatap Intan lekat. Dia seolah bertanya pada sahabatnya itu lewat tatapan mata, apakah mau menemani Bagas mencari sepatu atau pulang saja seperti niat mereka sebelumnya. Intan memandang Bagas dengan senyum menyeringai. "Nanti kita dapat apa kalau nemenin Mas Bagas?" Dia tidak mau kalau tidak mendapatkan apa-apa dari kakak sepupunya itu. "Kalian bisa beli apa pun yang kalian mau. Sepatu, tas, baju, atau apa saja terserah," timpal Bagas dengan santai. Dia terus menampakkan senyum di wajah tampannya. Intan mengangguk. "Oke kalau begitu. Ayo, kita temani Mas Bagas, Run," ucapnya dengan penuh antusias. Ketiga orang itu akhirnya masuk ke salah satu toko yang menjual sepatu impor. Bagas melihat-lihat model sepatu olahraga, tapi tak ada yang cocok di hatinya. Mereka pun masuk dan keluar toko beberapa kali karena lagi-lagi Bagas belum menemukan yang sesuai keinginannya. "Mas, sebenarnya model kaya apa sih yang pengen dibeli. Masa sudah lima toko kita masuki tapi belum ada yan

  • Dikhianati Tunangan, Dicintai Manajer Mapan   Bab 23

    Seruni menutup matanya sambil menghela napas panjang. “Aku tahu, In, tapi aku ga bisa berhenti begitu saja. Jujur, aku nyaman saat bersama dia. Baru kali ini aku merasa dihargai.”"Apa dia pernah menyatakan cinta dan bilang mau berpisah dengan istrinya kalau kamu menerimanya?" tanya Intan dengan nada sinis.Seruni mengangguk. "Pernah. Tapi aku ga mau, In. Aku ga mau jatuh cinta dan berkomitmen lagi. Aku benar-benar trauma."“Terus hubunganmu sama dia itu apa kalau tidak ada komitmen, Run?” desak Intan yang merasa gemas pada sahabatnya.“Kami tidak ada komitmen apa pun, In. Hanya saling memberi kenyamanan satu sama lain,” aku Seruni.Intan membelalakkan mata mendengar pengakuan sahabatnya. Dia tak percaya sahabatnya yang dulu sangat lugu, benar-benar berubah 180 derajat dalam waktu sebentar. Tak bertemu dua bulan saja, Intan sudah merasa asing dengan perubahan Seruni.“Jadi hubungan kalian tanpa status?” tanya Intan memastikan.Seruni mengangguk. “Iya, In. Aku sudah trauma dikhianati.

  • Dikhianati Tunangan, Dicintai Manajer Mapan   Bab 22

    Pertanyaan Intan sontak membuat Seruni terkejut. Bukannya bercerita tentang keseharian mereka malah menanyakan pria yang sudah mengkhianati cintanya. Namun dia juga bisa mengerti kenapa sahabatnya itu bertanya, mengingat betapa hancur hatinya saat mengetahui perselingkuhan sang mantan tunangan. Dan setelah peristiwa tersebut, baru hari ini mereka bertemu.Seruni mengulum senyum. “Buang-buang waktu dan energi saja kalau aku tidak langsung move on dari dia, In. Buat apa mengingat-ingat pria yang sudah mengkhianati cinta tulus kita,” tukasnya.Intan tampak menghela napas lega. “Syukurlah kalau kamu sudah move on. Apa itu berarti sekarang kamu lagi dekat sama seseorang?” tanyanya sambil menatap san

  • Dikhianati Tunangan, Dicintai Manajer Mapan   Bab 21

    Intan tertawa mendengar pertanyaan kakak sepupunya. “Normalnya ‘kan orang itu sukanya sama yang sebaya atau yang selisih umurnya tidak banyak, bukan sama anak kecil, Mas. Udah kaya pedo—” Belum sempat gadis itu menyelesaikan kalimatnya, Bagas sudah menyela.“Heh, aku pria normal ya. Aku bukan pria seperti yang ada di pikiranmu itu.” Bagas dengan cepat meluruskan pemikiran sang adik sepupu yang mengira dia punya kelainan s3ksual karena suka dengan Seruni yang selisih umurnya delapan tahun lebih muda darinya.Intan kembali tertawa. “Iya, aku percaya Mas Bagas pria yang normal, kalau ga normal pasti udah jadi tulang lunak.” Gadis itu malah makin meledek sang kakak sepupu.

  • Dikhianati Tunangan, Dicintai Manajer Mapan   Bab 20

    Seruni menyadari perubahan sikap Catra jadi dia harus bisa bersikap bijak agar tidak membuat pria yang sudah banyak membantunya itu tidak tersinggung atau sakit hati. “Kalau memang benar apa yang Pak Catra katakan tadi, saya tidak peduli. Saya tidak kenal dekat dengan Mas Bagas, kami juga baru dua kali bertemu,” ucapnya.“Berulang kali sudah saya katakan kalau saya tidak percaya lagi pada cinta dan komitmen. Jadi tidak mungkin saya menerima cintanya atau pria mana pun. Kita yang sudah sedekat ini dan melakukan hubungan yang sudah melampaui batas saja, tetap tidak ada komitmen 'kan?” sambung Seruni.“Banyaknya luka dan sakit yang sayang rasakan, membuat saya tidak mau membuka hati lagi. Bi

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status