Share

Dikhianati Tunangan, Dilamar Mantan Tampan
Dikhianati Tunangan, Dilamar Mantan Tampan
Author: Kharamiza

Bab 1

Author: Kharamiza
last update Last Updated: 2024-01-02 17:00:49

“Ah terus, Sayang…. Habis ini, kamu gak akan ninggalin aku, kan?”

Sayup-sayup kudengar lenguhan dan erang manja dari kamar Alana, sepupuku yang memang sedang ditinggal paman dan tanteku ke luar kota.

Sebenarnya, aku datang ke rumah ini karena ingin mencari Alana yang belum juga ke kantor karena setengah jam lagi kami ada meeting.

Aku khawatir dia sakit, tahu-tahunya dia asyik berbuat mesum?

Gila!

Kakiku sontak hendak menjauh. Namun, suara pria yang sangat familiar tiba-tiba terdengar dari dalam kamar.

“Gak akan. Sudah kubilang kalau aku cuma pura-pura peduli dan sayang padanya supaya perusahaan keluarganya dapat segera kuakusisi.”

“Kau jahat sekali, Adrian!” Suara Alana terdengar pura-pura iba, tetapi diikuti kekehan kecil yang bisa kupastikan itu sebuah ejekan. “Tapi, aku suka.”

“Kita sama saja. Kau sendiri memacari pacar sepupumu sendiri, kan?”

Deg!

Adrian? Tanganku sontak terkepal menahan gemetar hebat yang kini kurasa.

Jadi, selama ini sepupuku bermain gila dengan kekasihku sendiri?

Tangan ini terangkat, siap menggedor-gedor pintu dengan keras.

Namun, aku mengurungkan niat karena agaknya lebih baik langsung menangkap basah saja.

BRAK!

Pintu kamar yang tak terkunci itu pun terbuka.

Kutemukan sepasang insan pengkhianat itu tengah asik bergelut di atas kasur.

Ini adalah pemandangan paling menjijikan dalam hidupku! Namun, kutahan rasa mualku dengan menatap mereka tajam. Tak akan kubiarkan diri ini terlihat lemah di hadapan mereka.

“Divya, jangan salah paham! Ini tidak seperti yang kamu pikirkan.” Adrian berusaha membela diri, sementara Alana cepat-cepat menarik selimut untuk menutupi tubuh yang nyaris telanjang.

Aku menahan tawa sinis.

Dasar brengsek!

Sudah tertangkap basah, masih juga mengelak.

“Alana, kenakan pakaian lu! Gue tunggu di kantor 15 menit dari sekarang. Kalau telat, lu tanggung sendiri akibatnya,” ketusku tak menghiraukan ucapan Adrian.

Setelahnya, aku berlalu begitu saja.

Kulihat Adrian tergesa-gesa turun dari ranjang dan mengenakan kembali pakaiannya.

“Div, tolong jangan salah paham tentang kami. Yang harus kamu tahu, aku cuma cinta sama kamu.”

Begitu akan menaiki mobil, tiba-tiba Adrian sudah berdiri di hadapanku dengan tampang memelas, tapi aku tak merasa iba.

“Gue banyak urusan. Gak punya waktu untuk membahas itu.”

Aku pun mendorong tubuhnya. Namun, ia justru bergeming di tempat.

“Div, kok kamu ngomong lu gue ke aku sih?”

“Terserah gue, dong. Selain donatur, dilarang ngatur,” ketusku, “oh iya! Mulai sekarang, kita putus!”

Aku langsung mendorong Adrian agar ia menyingkir dari jalanku. Namun, dia tak tinggal diam, terus saja mengikuti langkahku.

“Div, jangan begini. Tolong dengarin penjelasan aku dulu. Aku dan Alana gak ada hubungan apa-apa.”

Mataku sontak menatapnya tajam. “Lu sadar kan, lu udah ngerusak Alana?”

Pria 28 tahun itu susah payah meneguk ludah. “Div, tapi aku selalu pakai pengaman kalau ngelakuin itu sama dia. Lagian dia gak ....”

“Pokoknya, kita akan menikah. Besok, aku akan ke rumahmu dan bicara sama orang tuamu untuk mempercepat pernikahan kita.”

Plak!

Satu tamparan kulayangkan dan mendarat sempurna di pipi Adrian. “Gue ternyata salah menilai lu selama ini, Adrian,” ucapku, “Btw, kalau mau membela diri, minimal kancing baju lu gak miring sebelah.”

Seketika itu juga, Adrian mengamati tubuhnya. Barangkali setelah sadar kalau kancing bajunya miring sebelah, raut wajahnya berubah pias.

Tanpa sepatah kata lagi, aku bergegas masuk ke mobil dan membanting pintunya dengan kasar.

Detik kemudian, kupacu pedal gas dengan kecepatan tinggi menuju kantor.

Kuharap meeting hari ini bisa mengalihkan fokusku dari masalah ini.

Memang cukup berhasil.

Sayangnya, Alana yang tak hadir di meeting tadi, justru menyampaikan ingin bertemu.

Jadi dengan segenap rasa malas, kuminta sekretarisku mempersilakannya masuk.

“Kak Div, aku–”

“Sejak kapan lu diam-diam berhubungan dengan Adrian?” potongku langsung dengan tatapan menghujam.

Ia tak kunjung menjawab. Hanya menunduk bak orang bisu, tapi aku sama sekali tak melihat aura penyesalan di wajahnya yang munafik itu.

“Lihat gue, Alana!” tegasku membuatnya sedikit tersentak. “Sejak kapan?!”

“Seminggu setelah Kakak jadian dengan Adrian,” jawabnya lugas, tanpa sedikit pun merasa terbebani.

Kini, giliran aku yang terperangah mendengar pernyataannya yang seolah-olah sengaja dikirim untuk menamparku.

Jadi, selama tiga bulan ini aku dikhianati, tapi aku tak tahu?

Belum sempat aku menguasai diri dari rasa sakit, sepupuku itu malah langsung berkata lagi, “Maaf, Kak. Tapi, aku sudah mencintai Kak Adrian, jauh sebelum Kak Divya berpacaran dengannya.”

Hahahaha….

Ingin sekali kutonjok wajah munafik Alana yang tidak sedikit pun punya malu ini.

Bukannya pamrih, tapi aku selama ini sudah berbaik hati padanya.

Di saat ia kesusahan mencari pekerjaan setelah di-PHK dari perusahaan lamanya dan saat itu ibunya juga sedang dirawat karena jantung koroner, aku memberinya pekerjaan dengan posisi yang sangat bagus.

Sebagai manajer pemasaran pada Departemen Pemasaran dan Promosi di perusahaan milik keluargaku!

Lalu, apa balasannya?

Kadang-kadang, ada saja manusia yang tak tahu terima kasih.

“Kuharap Kak Divya mengerti,” ucapnya lagi, sebelum benar-benar keluar dari ruanganku.

Luar biasa sekali.

“Dunia ini terlalu lawak,” gumamku pada akhirnya.

Sekarang, berada di kantor pun, aku tak bisa fokus bekerja dengan pikiran yang mumet seperti ini.

Jadi setelah memastikan tak ada pekerjaan yang urgent-urgent amat, aku pun menuju parkiran untuk pulang.

Tak terasa, aku kini sudah sampai di rumah.

Tangis yang sedari tadi kutahan tak lagi mampu terbendung.

Bunda sampai sesekali ke kamar untuk memastikan keadaanku baik-baik saja.

Aku yakin beliau bingung.

Hanya saja, aku belum bisa mengatakan apa pun pada orang tuaku.

Aku takut kabar ini akan melukai mereka, walau nyatanya cepat atau lambat mereka juga akan tahu.

Namun keesokan harinya, aku yang berada di balkon kamar melihat Adrian benar-benar datang ke rumah. Ia bahkan membawa serta perwakilan keluarganya.

Entah apa maksudnya? Padahal jelas-jelas kemarin kami sudah putus.

Beberapa saat kemudian, Bunda mengetuk pintu kamarku dan meminta untuk turun ke lantai 1 menemui mereka.

Mau tidak mau, aku pun menuruti sebagai bentuk menghargai tamu.

Ternyata, maksud kedatangan mereka untuk mempercepat jadwal pernikahan seperti ucapan Adrian kemarin.

“Maaf sebelumnya, Tante, Om. Tapi, aku tidak bisa melanjutkan pernikahan ini.”

Ucapanku sontak membuat seisi ruang tamu terdiam menatapku dengan segudang tanya.

“Maksudnya?!”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dikhianati Tunangan, Dilamar Mantan Tampan   EXTRA PART

    Beberapa bulan kemudian. Aku sengaja datang agak siang ke kantor hari ini. Berhubung, tadi pagi-pagi aku sudah sibuk di rumah, menata perlengkapan bayi bersama ibu mertua. Maklum karena aku sudah mendekati HPL. Jadi, segala sesuatunya harus disiapkan biar kalau adek bayi sudah launching, gak ribet lagi. Turun dari mobil yang mengantar ke kantor, aku melangkah sesekali membalas senyum karyawan yang berpapasan denganku di lantai dasar. Menghampiri resepsionis lebih dulu sekadar untuk menanyakan barangkali ada titipan atau mungkin informasi penting untukku yang dititipkan pada resepsionis. “Ada info?” tanyaku pada wanita berambut panjang terurai itu. “Iya, Bu. Informasinya soal Pak Nizar, beliau sudah datang dari tadi dan mungkin sekarang sudah di ruang CEO.” Aku mengerutkan dahi mendengar perkataan wanita itu. Mas Nizar ke sini kenapa tadi gak bilang ke aku kalau mau ke sini? Tiba-tiba banget datang ke kantor. “Oh, ya sudah. Aku langsung ke atas kalau begitu.” “B

  • Dikhianati Tunangan, Dilamar Mantan Tampan   END

    Setelah beberapa saat terdiam, Pak Santoso kembali melanjutkan kalimatnya. “Waktu itu, di lokasi anak itu ditemukan, memang terbilang minim sekali kendaraan yang lewat, tempatnya juga masih susah diakses, bahkan jaringan internet pun belum merata. Jadi, agak susah untuk mendapatkan pertolongan.”“Tanpa mempertimbangkan asal usul, saya dan istri mau-mau saja membantu anak itu, apalagi di sana memang tidak ada yang mengenalinya. Kasihan juga, jika dia terlambat mendapat pertolongan hanya karena kami menolak menolongnya. Berharap setelah dia sadar, kami bisa mengantarnya pulang menemui keluarganya. Hanya saja ....”Kami menatap Pak Santoso penuh tanya, sama-sama menunggu apa yang akan dikatakan selanjutnya?“Setelah sadar, anak itu tidak mengingat asal usulnya, bahkan tak mengingat namanya sendiri. Dokter mengatakan, kalau dia terkena amnesia retrograde, di mana dia melupakan semua ingatan sebelum kecelakaan, meski dengan faktor eksternal dia mungkin masih bi

  • Dikhianati Tunangan, Dilamar Mantan Tampan   Bab 81

    “Maaf, apa Pak Bima mengenal orang di foto itu?” tanya Dev dengan sirat penuh pengharapan.Namun, Papa bukannya langsung menjawab, justru buru-buru memalingkan muka. Sempat kulihat matanya berkaca-kaca.Papa menangis? Benarkah?Ya Tuhan, aku semakin tak mengerti melihat situasi ini. Sebenarnya ada apa?“Apa kamu benar-benar tidak ingat apa-apa tentang foto ini?” tanya Papa lagi, “setidaknya sedikit saja.”Kulihat Dev tampak berpikir, tapi bersamaan dengan itu terdengar pula isakan tangis Bunda. Aku pun beralih menggenggam tangannya dan memeluk erat tubuh yang masih lemah itu dengan maksud untuk menenangkan.“Bun, ada apa?” tanyaku, yang tanpa direspons olehnya hingga pelukan kami terurai.“Saya hanya bisa ingat sekilas memiliki adek balita saat itu. Namun, saya tidak mengingat nama dan bagaimana rupanya? Mungkin sekarang sudah sebesar Divya. Terus terang, ketika melihat Divya, saya merasa cukup dekat padanya. Seperti per

  • Dikhianati Tunangan, Dilamar Mantan Tampan   Bab 80

    BRAK!Pintu tiba-tiba terbuka dengan keras. Aku dan Nizar kompak menoleh, melihat siapa yang datang?Ya. Mereka adalah ibu mertuaku dan Putri. Keduanya kini berdiri di ambang pintu dengan raut cemas. Ibu mertua langsung berjalan cepat menghampiri kami. Napasnya terengah dan tanpa basa-basi bertanya padaku. “Vy Sayang ... apa yang terjadi, Nak? Kamu gak apa-apa, kan?” Dia meraba pipiku barangkali memastikan aku baik-baik saja. “Kenapa bisa pingsan, sih, Sayang?” Ibu Hanna kembali bertanya, bahkan sebelum satu pertanyaannya kujawab.Selang beberapa detik, beliau menatap Nizar dengan tatapan mencurigai. “Kamu kali yang gak becus jagain istri, sampai menantu Ibu pingsan segala?”Aku tersenyum hangat. Beralih menggenggam tangan ibu mertuaku itu. “Ivy baik-baik aja, Bu. Gak ada yang perlu dikhawatirkan. Aku cuma sedikit kecapean dan syok aja dengar kabar Bunda kecelakaan.”“Tapi, Aunty Sayang, Ibu lebih syok dengar Aunty dib

  • Dikhianati Tunangan, Dilamar Mantan Tampan   Bab 79

    Aku mengerjap pelan, mencoba mengamati sekeliling. Hal pertama yang kulihat, ruangan serba putih yang cukup asing dalam pandangan.Aroma obat-obatan pun seketika menguar menusuk indra penciumanku.Sesaat kesadaranku sudah terkumpul, aku merasakan sebuah tangan menggenggam erat tangan ini, ibu jarinya sesekali mengusap-usap lembut punggung tanganku. Aku menoleh ke samping kanan, ternyata kekasih hatiku duduk di sana sambil mengutak-atik ponsel. Rupanya, ia belum menyadari kalau istrinya yang cantik jelita inj sudah bangun dan kini sedang menatapnya. Lagipula, kenapa aku bisa tiba-tiba berada di rumah sakit segala?Ah! Seingatku, tadi memang sempat lemas banget di kantornya Pak Dev karena kepalang syok mendengar kabar Bunda kecelakaan, tapi setelahnya aku tak mengingat apa-apa lagi.Ngomong-ngomong soal Bunda. Bagaimana keadaannya sekarang? “Mas ...,” lirihku.Begitu mendengar suaraku, Nizar sedikit tersentak,

  • Dikhianati Tunangan, Dilamar Mantan Tampan   Bab 78

    Sampai di ruangan, aku hanya duduk diam sambil menatap tumpukan berkas di meja yang seolah menatapku balik tanpa memberikan solusi. Sesekali memijat kening, mengingat perkataan Adrian yang beberapa saat lalu masih terngiang-ngiang jelas di benak ini. Mungkin, dia memang datang ke kantorku hanya untuk itu.Sekarang, aku merasa kalimat-kalimatnya seperti sebuah ancaman serius. Bagaimana kalau perusahan yang telah dirintis orang tuaku dari nol ini jatuh padanya? Kalau itu benar, tentu saja aku memutuskan untuk keluar dari perusahaan karena tak sudi satu kantor dengan Adrian. Namun, di sini yang menjadi taruhan adalah para karyawan yang telah setia menemani setiap proses TalentVista hingga sekarang.Bagaimana jika mereka benar-benar dikeluarkan setelah akuisisi? Bagaimana dengan nasib mereka?Akan tetapi, kalau aku memutuskan untuk tetap bertahan, maka yang ada hari-hari yang kujalani akan sangat buruk kalau be

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status