Menjelang senja, langit mulai gelap. Milla memeriksa situasi di dalam gedung pameran dan menyadari tamu yang datang melihat sudah sedikit, sekarang yang tersisa pun hanya para mitra kerja dari Grup Jauhari atau Grup Mahendra. Dia pun memerintahkan asistennya untuk melayani tamu di depan, lalu berbalik dan menuju belakang panggung untuk mencari Chris.Setelah membuka pintu ruang istirahat, Milla mengajak, "Pak Chris, sudah hampir waktunya tutup, bagaimana kalau kita foto bersama?""Sudah nggak menganggapku merepotkan?" kata Chris sambil menyipitkan mata dan ekspresinya terlihat kesal sekaligus manja.Milla tersenyum lebar, lalu memelesat masuk melalui celah pintu. "Ada apa? Pak Chris marah ya?"Chris tiba-tiba berdiri, lalu merapikan pakaiannya. "Nggak berani. Aku ini orangnya akan datang dan pergi sesuai perintah."Milla tidak bisa menahan tawanya. "Mana mungkin. Ayo, aku antar Pak Chris. Silakan ...."Keduanya pun berjalan sambil bercanda.Saat keduanya hampir keluar dari belakang pan
Polisi membawa pergi dua botol parfum dan sertifikat hasil uji yang diberikan Milla. Sementara itu, para wartawan mengarahkan kamera mereka pada Milla, beberapa dari mereka bahkan mengerumuni Levis dan langsung mengajukan pertanyaan yang tajam.Setelah itu, Milla mengisyaratkan pada wartawan, "Parfum dari Jauhari Parfum adalah pemeran utama hari ini, aku yakin kalian semua datang juga untuk parfum ini. Insidennya sudah selesai, ayo kita kembali fokus pada pameran ini."Saat keluar dari tengah kerumunan setelah mengatakan itu, Milla juga sempat berkata pada Levis. "Kalau Pak Levis masih ingin menarik perhatian, silakan pindah tempat. Aku beri kamu waktu lima menit. Kalau kamu masih nggak pergi, aku akan minta satpam mengantarmu keluar."Levis yang merasa sangat malu, tidak mungkin tidak ingin pergi. Dia tidak ingin dikepung dan dihajar di sana, tetapi para wartawan yang masih terus mengejarnya membuatnya terlihat sangat menyedihkan.Setelah ke belakang panggung dan selesai menangani war
Para tamu yang menghadiri pameran langsung heboh."Benarkah begitu?""Tadi aku mencium Kupu-Kupu Sibelia itu, wanginya memang sangat harum. Bahkan melebihi ekspektasi. Jangan-jangan memang ada ditambahkan bahan yang nggak seharusnya?"Para wartawan yang makin waspada pun mendekatkan kamera mereka dan mengarahkannya tepat ke wajah Milla, takut akan melewatkan ekspresinya.Milla tidak peduli, malahan menyerang balik. "Kalau begitu, aku mau tanya. Bagaimana Pak Levis bisa tahu ada kandungan apa saja di parfumku?""Kamu sendiri yang melaporkan itu ke asosiasi industri," jawab Levis dengan santai."Tapi, aku nggak tulis bahan biji tonka di laporanku, kenapa kamu bisa yakin aku menyembunyikan komposisi itu dari publik dan bahkan bisa berkata dengan tepat kalau bahan yang aku sembunyikan itu adalah biji tonka?" tanya Milla lagi.Semua orang yang berada di sana juga mulai curiga dan secara refleks menatap Levis.Milla kembali bertanya dengan ekspresi tenang, "Aku dan Pak Levis bekerja di bidan
Milla dan dua polisi saling memandang dan tersenyum pasrah. Sepertinya ibu ini bukan hanya mengalami gangguan penglihatan, tetapi juga ada masalah dengan kesadarannya. Wajar kalau dia tersesat.Milla mengeluarkan KTP-nya untuk diperiksa polisi. Setelah dipastikan bahwa dia bukan Aiai, Milla pun diizinkan pergi dari kantor polisi.Saat hendak pergi, wanita buta itu memegang tangan Milla, tidak rela melepaskannya. Matanya penuh air mata dan sangat tulus. Milla pun merasa iba dan menenangkannya sambil berkata, "Bibi, aku ada urusan, harus pergi dulu. Aku akan tinggalkan nomor teleponku. Kamu bisa hubungi aku kapan saja.""Kalau begitu kamu sebutkan, aku hafal." Wanita itu langsung menjadi tenang.Milla pun menyebutkan nomor teleponnya dan wanita itu menghafalnya sungguh-sungguh. Setelah itu, barulah dia bersedia melepaskan tangan Milla.Setelah insiden kecil itu, Milla kembali fokus sepenuhnya pada persiapan pameran parfum. Silas pun sangat antusias. Bersama dengan staf dari Grup Mahendra
"Paman, kamu harus berhati-hati!" Sunny masih belum menyerah. Dia mendekat, menggoyang-goyangkan lengan Jimmy dengan manja.Jimmy menepisnya dengan kesal. "Aku memang harus hati-hati. Waktu itu ayahmu ingin menarikku ikut investasi. Awalnya aku masih ragu, tapi sekarang aku sudah yakin. Sampaikan ke dia, aku nggak akan membuang uang hasil jerih payahku ke lubang api.""Paman ...." Sunny ketakutan, tetapi masih mencoba bersandiwara. Air matanya langsung mengalir. "Milla punya sokongan dari Keluarga Jauhari, sementara aku dan Ayah sekarang nggak punya apa-apa. Memang kata-katanya lebih meyakinkan, tapi Paman nggak bisa sepenuhnya percaya dia dan nggak percaya aku ....""Tsk, tsk." Jimmy memandangnya dengan tidak percaya. "Benar-benar luar biasa! Keluarga kita ternyata punya aktris sejati! Kalau saja aku nggak mendengar langsung apa yang kalian bicarakan di ruang tamu tadi, mungkin aku benar-benar akan tertipu oleh aktingmu!""Mulai hari ini, beresi barangmu dan tinggalkan perusahaanku. A
"Baiklah." Milla menutup laptop di hadapannya dan berdiri. Kalau memang begitu, dia tidak perlu terus memaksakan diri.Sebelum pergi, dia berkata dengan ekspresi dingin, "Terakhir aku mau bilang satu hal. Sekalipun kamu nggak percaya pada popularitas parfum racikanku, kamu pasti percaya pada Grup Mahendra, 'kan?""Pameran ini sepenuhnya disponsori oleh Grup Mahendra. Kalau perusahaan Paman Jimmy bisa menangani pameran ini, nama Grup Mahendra akan tercantum di daftar mitra promosi. Nilai kerja sama seperti ini untuk Mega Convention Center tentu nggak perlu dijelaskan panjang lebar, 'kan?""Nggak ada gunanya!" Sunny memang telah mendengar hal ini dari Hara, tetapi dia sudah bertekad untuk menutup pintu bagi Milla, sekalipun Grup Mahendra terlibat."Kalau begitu, nggak ada lagi yang perlu kukatakan." Milla tersenyum tipis, mengambil tasnya, dan berjalan menghindari Sunny.Melihat Milla pergi dengan wajah kesal membuat Sunny sangat puas. Dia buru-buru mengeluarkan ponsel dan mengirim pesan