“Kamu beneran mau kerja, Sweartheart?” tanya Ashraf saat mereka sedang sarapan. “Iya,” jawab Ayu sembari mengangguk. “Apa nggak sebaiknya kamu di rumah saja bersama Oma, Oma pasti akan kesepian kalau kamu pergi,” ucap Ashraf lagi sambil menatap ke arah Oma Sarah, mencoba meminta bantuan Oma-nya untuk menghentikan Ayu yang ngotot untuk pergi bekerja. “Sudahlah Ashraf, kalau Ayu mau bekerja jangan halangi dia. Oma tahu, pasti dia ingin sekali bekerja, apalagi setelah hampir dua minggu dia nggak masuk kerja ‘kan.”Ashraf mengembuskan napas kasar. Bukannya mendapatkan dukungan, Oma Sarah malah lebih mendukung keputusan Ayu. “Tapi, Oma. Aku yakin Ayu masih lelah, jadi akan lebih baik kalau dia istirahat dulu di rumah. Nanti setelah dia tidak lelah dia boleh bekerja lagi.”Oma Sarah geleng-geleng kepala, melihat tingkah cucunya itu. “Mau sampai kapan kamu nggak bolehin Ayu kerja, Ashraf? Ingat, dia juga punya tanggung jawab di perusahaan Galih, jadi jangan halang-halangi dia lagi.”“Aku
Tidak terasa usia pernikahan Ashraf dan Ayu sudah satu minggu, di hari itu juga hubungan mereka semakin dekat. Awalnya, Ayu berpikir jika semakin lama usia pernikahan mereka, Ashraf akan mulai bosan dan tidak meminta jatah tiap saat. Namun, ternyata pikiran Ayu salah, semakin lama Ashraf tidak membiarkan dirinya tenang. Hampir setiap waktu ketika ada kesempatan Ashraf selalu mengajak dirinya berhubungan dengan alasan agar Ayu cepat hamil. “Ashraf, apa kamu tidak bosan?” tanya Ayu ketika mereka baru menyelesaikan kegiatan panas mereka. Ashraf yang tengah sibuk memeluk Ayu dari belakang, mengerutkan keningnya. “Bosan? Bosan apa?” tanyanya. “Ya bosan. Tiap hari kita ‘kan begituan terus, kamu nggak ngerasa jenuh gitu?” Ashraf kemudian mengubah posisinya menjadi setengah tiduran, menyangga kepalanya dengan tangan dan mengubah Ayu untuk menghadapnya. “Kamu ini bicara apa, Ayu? Nggak ada kata bosan selama sama kamu, apalagi kita juga sedang berusaha buat kamu hamil ‘kan, jadi akan lebih
Tidak terasa usia pernikahan Ashraf dan Ayu sudah satu minggu, di hari itu juga hubungan mereka semakin dekat. Awalnya, Ayu berpikir jika semakin lama usia pernikahan mereka, Ashraf akan mulai bosan dan tidak meminta jatah tiap saat. Namun, ternyata pikiran Ayu salah, semakin lama Ashraf tidak membiarkan dirinya tenang. Hampir setiap waktu ketika ada kesempatan Ashraf selalu mengajak dirinya berhubungan dengan alasan agar Ayu cepat hamil. “Ashraf, apa kamu tidak bosan?” tanya Ayu ketika mereka baru menyelesaikan kegiatan panas mereka. Ashraf yang tengah sibuk memeluk Ayu dari belakang, mengerutkan keningnya. “Bosan? Bosan apa?” tanyanya. “Ya bosan. Tiap hari kita ‘kan begituan terus, kamu nggak ngerasa jenuh gitu?” Ashraf kemudian mengubah posisinya menjadi setengah tiduran, menyangga kepalanya dengan tangan dan mengubah Ayu untuk menghadapnya. “Kamu ini bicara apa, Ayu? Nggak ada kata bosan selama sama kamu, apalagi kita juga sedang berusaha buat kamu hamil ‘kan, jadi akan lebih
Melihat Ayu yang terdiam setelah dirinya mengatakan hal tadi, Oma Sarah tahu jika gadis di hadapannya sedang berpikiran yang tidak-tidak. Ia kemudian menepuk bahu Ayu hingga membuat Ayu tersentak kaget. “I-iya, Oma?” tanya Ayu gelagapan, merasa tidak enak karena sudah melamun saat ada Oma Sarah. “Kamu tidak perlu memikirkan hal yang tidak-tidak dan takut sudah Oma mata-matai. Oma bicara seperti itu karena Oma tahu seperti apa Ashraf dari kecil.” Wajah Ayu seketika memerah karena malu mendengar ucapan Oma Sarah. Ia ketahuan sudah berpikiran negatif pada Oma Sarah. “Maaf Oma, maksudku bukan begitu. Aku cuma ….” “Tidak masalah, Ayu. Kalau Oma jadi kamu juga Oma pasti bakal berpikiran kenapa Oma bisa tahu. Oma juga bakal berpikir jangan-jangan di kamar di pasang kamera CCTV.” Wajah Ayu semakin merah, ia semakin tidak enak. “Maaf, Oma.” Oma Sarah tersenyum, ia lalu mengusap lembut puncak kepala Ayu. “Sudahlah. Ngomong-ngomong masakan kamu sudah matang belum? Kalau belum biar Neta d
Belum sampai Ayu menyelesaikan kalimatnya, tubuh Ayu sudah melayang ke atas, akibat Ashraf mengangkat tubuhnya dan mendudukkan tubuh ramping itu di atas meja pantry. Kedua mata mereka saling bertemu dan saling bersitatap. Detik selanjutnya Ashraf mendekat wajah mereka dan menyatukan bibir mereka berdua. Awalnya Ashraf yang memulai ciuman itu, ia terus melumat dan menyesap bibir Ayu dengan posesif. Ayu sendiri yang awalnya sangat terkejut dengan tindakan Ashraf, lama kelamaan terbawa suasana dan mengikuti nalurinya untuk membalas ciuman Ashraf. Ciuman Ashraf begitu lembut, hingga membuat Ayu membalas tak kalah lembut. Mereka berdua terus berciuman, bertukar saliva hingga tidak sadar dengan kehadiran seseorang di sana. Orang itu tidak lain adalah Arnold. Ia hanya bisa menelan ludahnya melihat adegan dewasa di depannya, tidak lama ia menundukkan kepalanya saat mendengar langkah kaki seseorang yang mendekat dan berhenti di dekatnya. “Astaga!” ucap orang itu sembari menutup mulutnya s
“Bagaimana ini, Neta? Kalau kita membiarkan Nyonya memasak, yang ada Tuan bisa marah besar dan pekerjaan kita bakal jadi taruhannya,” ucap Shifa berbisik pada Neta dengan nada penuh kekhawatiran. “Aku juga nggak tahu, Shifa. Lebih baik kita laporkan saja dulu pada Ibu Mona,” ucap Neta memberi saran pada Shifa dan langsung diangguki oleh Shifa. Mereka kemudian bergegas ingin keluar dapur untuk melaporkan hal itu pada Ibu Mona, kepala pelayan di rumah itu. Namun, baru saja mereka berbalik untuk pergi dari sana melaporkan hal itu pada Ibu Mona, mereka sudah melihat seseorang berdiri tidak jauh dari sana dengan tatapan dingin bak seekor elang yang sedang membidik mangsanya. “Siapa yang membiarkan istriku masuk ke dapur dan memasak?!” Suara dingin itu membuat Neta dan Shifa menunduk seketika, bulu kuduk mereka pun sontak berdiri dibuatnya. Mereka selalu dibuat mati kutu setiap berhadapan dengan Ashraf. Sementara itu Ayu seketika berbalik, ia menghela napas ketika melihat Ashraf di