Belum sampai Ayu menyelesaikan kalimatnya, tubuh Ayu sudah melayang ke atas, akibat Ashraf mengangkat tubuhnya dan mendudukkan tubuh ramping itu di atas meja pantry. Kedua mata mereka saling bertemu dan saling bersitatap. Detik selanjutnya Ashraf mendekat wajah mereka dan menyatukan bibir mereka berdua. Awalnya Ashraf yang memulai ciuman itu, ia terus melumat dan menyesap bibir Ayu dengan posesif. Ayu sendiri yang awalnya sangat terkejut dengan tindakan Ashraf, lama kelamaan terbawa suasana dan mengikuti nalurinya untuk membalas ciuman Ashraf. Ciuman Ashraf begitu lembut, hingga membuat Ayu membalas tak kalah lembut. Mereka berdua terus berciuman, bertukar saliva hingga tidak sadar dengan kehadiran seseorang di sana. Orang itu tidak lain adalah Arnold. Ia hanya bisa menelan ludahnya melihat adegan dewasa di depannya, tidak lama ia menundukkan kepalanya saat mendengar langkah kaki seseorang yang mendekat dan berhenti di dekatnya. “Astaga!” ucap orang itu sembari menutup mulutnya s
“Bagaimana ini, Neta? Kalau kita membiarkan Nyonya memasak, yang ada Tuan bisa marah besar dan pekerjaan kita bakal jadi taruhannya,” ucap Shifa berbisik pada Neta dengan nada penuh kekhawatiran. “Aku juga nggak tahu, Shifa. Lebih baik kita laporkan saja dulu pada Ibu Mona,” ucap Neta memberi saran pada Shifa dan langsung diangguki oleh Shifa. Mereka kemudian bergegas ingin keluar dapur untuk melaporkan hal itu pada Ibu Mona, kepala pelayan di rumah itu. Namun, baru saja mereka berbalik untuk pergi dari sana melaporkan hal itu pada Ibu Mona, mereka sudah melihat seseorang berdiri tidak jauh dari sana dengan tatapan dingin bak seekor elang yang sedang membidik mangsanya. “Siapa yang membiarkan istriku masuk ke dapur dan memasak?!” Suara dingin itu membuat Neta dan Shifa menunduk seketika, bulu kuduk mereka pun sontak berdiri dibuatnya. Mereka selalu dibuat mati kutu setiap berhadapan dengan Ashraf. Sementara itu Ayu seketika berbalik, ia menghela napas ketika melihat Ashraf di
Mentari pagi perlahan menembus sela-sela tirai kamar, menciptakan cahaya hangat yang menyelimuti seluruh sudut rumah. Hari baru, awal kehidupan baru bagi Ayu dan Ashraf sebagai pasangan suami istri.Ayu berdiri di dapur, mengenakan daster lembut berwarna krem dan apron bermotif bunga kecil. Rambutnya yang panjang ia ikat seadanya ke belakang. Aroma harum tumisan bawang dan telur dadar keju memenuhi ruangan, berpadu dengan bunyi mendesis dari wajan di atas kompor.Wajah Ayu tampak tenang, tapi juga penuh semangat. Ia ingin memberikan kesan baik untuk Ashraf di hari-hari awal pernikahan mereka. Tangannya cekatan membolak-balikkan telur di wajan, sementara pikiran dan hatinya masih dipenuhi euforia kebahagiaan dari hari sebelumnya.Tiba-tiba, sepasang tangan hangat melingkar di pinggangnya dari belakang. Ayu sedikit terkejut, tapi segera mengenali kehangatan dan aroma tubuh yang begitu ia kenal."Selamat pagi, istriku," bisik Ashraf lembut di telinganya, suaranya masih serak dengan sisa
Ashraf menatap Oma Sarah dengan wajah terkejut. “Loh, kenapa Oma nggak tinggal di rumah Papa? Kenapa malah di sini?”Mendengar pertanyaan itu, raut wajah Oma Sarah langsung berubah. Tatapannya kini tajam, menatap cucunya seolah hendak menegur. “Kamu keberatan Oma tinggal di sini, Ashraf?” tanya Oma Sarah dengan dingin. Ashraf menggelengkan kepalanya dengan cepat. “Bukan gitu, Oma. Aku malah senang kalau Oma di sini. Cuma tadi aku kaget aja, soalnya aku kira Oma bakal tinggal di rumah Papa sama Mama, nggak tau kalau Oma bakal di sini,” jelas Ashraf, tidak ingin oma-nya salah paham. Namun, ucapan itu hanya ditanggapi embusan napas panjang saja oleh Oma Sarah. “Sebenarnya, Raja dan Winda juga tadi maksa Oma buat tinggal di rumah mereka. Cuma kalau di sana, Oma nggak tau kapan kamu akan ke sananya. Kayak yang dulu-dulu, kamu selalu kasih janji sama Oma tapi nyatanya sampai Oma pulang ke rumah Opa, kamu nggak kunjung datang ke sana.”Ashraf menunjukkan raut wajahnya tidak enak pada Oma S
Sudah hampir satu bulan Tharie bersikap tak acuh pada Gilang. Setiap kali berpapasan atau bertemu, Tharie akan menghindar, dari pura-pura tidak melihat atau mengubah arah ke mana ia pergi agar tidak berpapasan dengan Gilang. Seperti kali ini, ketika ia dan Aca hendak ke kantin, tapi malah melihat Gilang ada di sana, Tharie langsung mengajak Aca untuk pergi. "Kenapa?" tanya Aca yang tidak melihat Gilang. "Nggak apa-apa, mendadak aku nggak laper," ucap Tharie sambil terus berjalan. Aca menatap Tharie dengan aneh. Namun, ia terus mengikuti sahabatnya itu yang tidak lama duduk di salah satu bangku taman dan mulai membahas banyak hal. Di saat mereka sedang mengobrol, tiba-tiba mereka mendengar suara seseorang yang menyapa Tharie. "Hai, Tharie."Tharie dan Aca mengangkat pandangannya. Ia tersenyum tipis saat melihat Jordan dan kedua temannya ada di sana. Berbeda dengan Aca yang terlihat lebih senang karena dihampiri oleh Jordan, ketua basket di sekolah mereka. "Hai," balas Tharie. "La
“Bagaimana ini, Neta? Kalau kita membiarkan Nyonya memasak, yang ada Tuan bisa marah besar dan pekerjaan kita bakal jadi taruhannya,” ucap Shifa berbisik pada Neta dengan nada penuh kekhawatiran. “Aku juga nggak tahu, Shifa. Lebih baik kita laporkan saja dulu pada Ibu Mona,” ucap Neta memberi saran pada Shifa dan langsung diangguki oleh Shifa. Mereka kemudian bergegas ingin keluar dapur untuk melaporkan hal itu pada Ibu Mona, kepala pelayan di rumah itu. Namun, baru saja mereka berbalik untuk pergi dari sana melaporkan hal itu pada Ibu Mona, mereka sudah melihat seseorang berdiri tidak jauh dari sana dengan tatapan dingin bak seekor elang yang sedang membidik mangsanya. “Siapa yang membiarkan istriku masuk ke dapur dan memasak?!” Suara dingin itu membuat Neta dan Shifa menunduk seketika, bulu kuduk mereka pun sontak berdiri dibuatnya. Mereka selalu dibuat mati kutu setiap berhadapan dengan Ashraf. Sementara itu Ayu seketika berbalik, ia menghela napas ketika melihat Ashraf di s