Share

4. Haters Syakila

Author: NingrumAza
last update Last Updated: 2024-02-02 11:31:00

"Dalam hidup ada dua pilihan. Mau menyerah, atau bertahan? Jika bertahan membuatmu sakit, maka menyerahlah. Tetapi, bila menyerah ternyata juga sulit, maka tinggalkan keduanya. Kamu tidak perlu menjadi lilin untuk bisa bermanfaat bagi kehidupan. Cukup menjadi air putih. Sederhana, tetapi besar manfaatnya untuk kehidupan."

Syakila mendongak. Matanya mengerjap tak mengerti dengan apa yang di katakan Devan. Mata dengan hiasan bulu lentik alami itu memandang wajah Devan, membuat lelaki itu gemas.

'Kenapa tingkahnya lucu begitu?' batin Devan, saat sesekali mencuri pandang pada Syakila.

"Maksudnya apa, Mas?" tanya Syakila polos.

Pria berambut belah pinggir ala-ala korea itu hanya menghela napas. "Lupakan! Memang susah ngomong sama anak kecil."

Syakila mencebik. Selalu begitu setiap dirinya berbicara dengan Devan. Lelaki tampan yang berusia beberapa tahun di atasnya itu selalu menganggap ia anak kecil yang tak mengerti apapun.

"Ayok! Buruan!" pekik Devan.

"Ke mana?" Syakila pun ikut memekik.

"Buka kiosnya! Masih mau kerja tidak?" Devan menaikkan nada bicaranya sedikit lebih tinggi.

Syakila gelagapan. Gadis itu lupa kalau ia harus menemukan kuncinya segera.

Matanya kembali bergerak mengelilingi sekitar dengan tangan yang juga sibuk meraba apapun yang ada di dekatnya.

"Pakai Ini. Cepetan!" Devan menyodorkan kunci cadangan yang sengaja Bu Sukoco berikan sebelum Devan ke pasar.

Bu Sukoco kurang enak badan, makanya ia menyuruh anaknya untuk menengok kios sebentar.

Siapa sangka, ternyata Syakila terlambat datang.

Syakila meraih kunci di tangan Devan dengan kikuk lalu membuka kios dengan tergesa, sampai-sampai Syakila hampir terjatuh karena tersandung kakinya sendiri.

"Dasar ceroboh!" gumam Devan.

***

Hari ini adalah hari paling melelahkan bagi Syakila, selama ia bekerja pada Bu Sukoco.

Devan benar-benar tak membiarkan dirinya istirahat. Lelaki itu selalu menyuruh dia ini dan itu. Sangat berbeda dengan Bu Sukoco yang sangat pengertian dengan Syakila. Entahlah, kadang Syakila merasa Devan tak menyukai dirinya.

Seperti halnya Kamil yang memandang rendah dirinya karena berasal dari kampung dan tidak berpendidikan tinggi, Syakila pun berfikir hal serupa pada Devan.

Satu-satunya hal yang bisa menghibur Syakila saat sebelum istirahat malamnya adalah dengan membawakan dongeng-dongeng di live-nya.

Seperti biasa, pukul 20.30 Syakila memulai live. Kali ini, memakai filter kartun untuk menutupi wajahnya.

"Assalamualaikum ... Hai semuanya. Selamat malam."

Syakila mulai menyapa. Satu persatu penonton mulai muncul. Dongeng Syakila mengalir dengan indahnya meski tanpa teks apapun. Semua murni datang dari ide dalam pikirannya yang secara spontan muncul begitu saja.

Di sisi lain, dua orang wanita tengah menggerutu seraya memandang benda berlayar di tangan masing-masing.

Dengan posisi duduk bersama di sofa panjang, kakak beradik itu kompak mengomentari live dengan tema dongeng kancil dan harimau.

"Sebenarnya siapa sih orang ini, Kak? Muncul terus deh di berandaku. Bikin BT aja!" ucap Jasmin.

"Gak tahu. Aku juga mual denger suara dia!" sahut Yumna.

Benar, dua bersaudara itu adalah kakak dan adik dari Kamil.

Algoritma toktok membuat mereka sama-sama sedang mendengarkan dongeng yang sedang diceritakan oleh Syakila.

"Tau! Udah di skip, masih aja nongol!"

"Iya. Mana dongeng gitu isinya. Norak!"

"Eh, kita bikin rusuh di komentar yuk. Biar tau rasa! Biar gak nongol lagi dia."

"Yuk, Kak. Ide bagus itu!"

Mereka mulai melancarkan aksi jahatnya. Menghina, merendahkan, dan menjatuhkan Syakila. Padahal, mereka belum tahu kalau ternyata orang yang sedang dirusuhi itu adalah mantan calon iparnya.

Belum tau aja, udah begitu jahat.

Apa jadinya, kalau tahu itu adalah Syakila?

"Konten gak mutu! Recehan!"

"Buang-buang kuota aja!"

"Yang lagi nonton, udahan aja. Gak mual emang? Denger cerita receh begitu?

"Kasian, ditinggal kabur penonton!"

"Emang pantes sih, gak guna soalnya! Cuma jadi sampah aja!"

Dan masih banyak lagi komentar rusuh dari dua orang itu.

Dari arah belakang, Kamil datang karena penasaran dengan dua saudaranya yang sedang tertawa puas.

"Ada apa, sih? Rame bener," tanya Kamil sembari menjatuhkan badannya di kursi yang sama dengan saudara-saudaranya.

"Lagi ngerjain orang di toktok. Biar mampoes!" jawab Yumna.

"He'em. Nongol terus sih." Jasmin pun ikut menimpali.

"Siapa? Memangnya kalian kenal?" Kamil kembali bertanya.

"Gak tau. Namanya Sang Pemimpi. Mukanya selalu ditutup pake filter. Pasti karena muka dia jelek!"

Kamil terkejut ketika kakaknya itu menyebutkan nama akun yang baru saja dikerjai.

Berhubungan selama dua tahun, tentu Kamil sangat mengenal dengan aku bernama Sang Pemimpi itu.

Dulu, Kamil sendiri yang membuat nama itu.

Saat itu, Syakila bertanya tentang sebuah nama yang cocok untuk akun sosial medianya pada Kamil.

"Aku mau bikin akun di toktok, ah. Kira-kira, nama yang cocok buat akunku apa ya, Mas?"

"Sang Pemimpi," jawab Kamil asal ceplosnya. Sebab Kamil menganggap Syakila hanya seorang pemimpi yang bisa bersanding dengan laki-laki tampan seperti dirinya.

Siapa sangka, nama itu benar-benar dipakai oleh Syakila.

"Hei! Kok malah ngelamun. Kamu kenal, dengan orang itu?" Yumna menepuk lengan Kamil, membuat ia yang sedang teringat masa lalu kembali terlonjak.

"I–tu…”

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Dewi Jamilah
siapa ya menuai maka dia yg akan mendapatkan nya
goodnovel comment avatar
Desi Solo
kamil kepedean bgt jd laki, mokondo aj bangga
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Dikira Gadis Kampungan Ternyata Sultan   229

    Bamantara segera memanggil dokter. Sementara Sukoco, Amber dan Devan berdiri di sisi ranjang persalinan Syakila."Silakan menunggu di luar. Kami akan segera melakukan tindakan. Cukup suaminya saja yang berada di sini," ucap dokter sesaat setelah ia memeriksa pembukaan Syakila yang sudah genap."Baik, Dok." Mereka semua keluar, menyisakan Devan yang gemetar menemani Syakila.Dibantu beberapa perawat, dokter perempuan spesialis kandungan mengarahkan Syakila untuk mengatur napas.Suara erangan Syakila terus menggema di ruang bersalin. Devan tidak melepaskan genggaman tangannya, matanya memerah, dan hatinya penuh doa yang tak putus. Keringat deras membasahi dahi Syakila, tetapi semangatnya tak tergoyahkan."Sayang, kamu kuat. Sebentar lagi selesai," bisik Devan, suaranya bergetar menahan rasa cemas yang menyelubungi hatinya.Dokter memberi isyarat kepada Syakila untuk kembali mendorong dengan tenaga terakhir. "Ayo, Bu, sekali lagi! Tarik napas dalam dan dorong sekuat tenaga!"Dengan satu

  • Dikira Gadis Kampungan Ternyata Sultan   228

    Mendengar teriakkan Renata, seketika membuat Devan dan ibunya panik. Sementara dokter segera mengambil tindakan dengan memberikan obat penenang. Terpaksa hal itu harus dilakukan kembali karena keadaan Renata yang belum bisa stabil mengontrol dirinya.Perlahan tapi pasti, teriakan Renata melemah dan akhirnya dia terbaring dengan mata terpejam di tempat tidur."Kira-kira, apa Renata bisa sembuh, Dok?" tanya Sukoco setelah mereka berada di luar ruangan."Semua kemungkinan tetap ada, Bu. Kita hanya bisa berusaha, selebihnya Tuhan yang akan menentukan," sahut dokter."Lakukan yang terbaik untuk Renata, Dok. Saya serahkan pada tim dokter di sini sembari membantu dengan doa," timpal Devan."Tentu, kami akan melakukan yang terbaik untuk pasien.""Terima kasih. Kalau begitu, kami pamit dulu, Dok. Kalau ada apa-apa, jangan sungkan untuk menghubungi saya.""Baik, Pak Devan. Terima kasih kembali."Kemudian mereka berpisah di lorong yang berbeda tujuan. Devan dan Sukoco berjalan pulang, sementara

  • Dikira Gadis Kampungan Ternyata Sultan   227

    Suasana mendadak sunyi seakan menunggu jawaban Devan. Entah karena memang ingin mengetahui kabar Renata, atau karena bingung dengan reaksi Devan yang berubah mimik ketika ibunya bertanya, semua yang duduk lesehan di ruang tengah menatapnya.Menghembuskan napas panjang, Devan pun akhirnya menjawab setelah beberapa saat terdiam, "Renata sekarang berada di rumah sakit, Bu. Keadaannya tidak baik-baik saja.""Innalillahi ... Apa dia sakit di penjara?" Dengan keterkejutan yang tak dapat disembunyikan, Sukoco kembali bertanya."Devan juga kurang tahu, Bu. Rencananya besok Devan akan menjenguk untuk melihat keadaannya. Semoga dia baik-baik saja.""Kasihan sekali dia. Lalu, apakah Rosa tahu kalau Renata sakit?""Sepertinya belum, karena Tante Rosa sudah lama pindah dan Devan tidak tahu tempat tinggalnya yang baru."Sukoco mendesah pelan. Rasa iba seketika menghinggapi mengingat Renata pernah tinggal bersamanya. Meskipun akhir-akhir ini sikap gadis itu melewati batas, tetapi Sukoco tahu bahwa s

  • Dikira Gadis Kampungan Ternyata Sultan   226

    "Maafkan aku, Veen. Aku gak tega menyembunyikan dari mereka, terlebih kamu harus melewatinya hanya bersama Mas Devan. Ya, meskipun aku tahu, kalian pasti bisa melewati semuanya," terang Nita menyela ucapan Syakila.Sahabatnya itu benar-benar tak tega saat menjenguknya beberapa waktu lalu di rumah sakit, sehingga keceplosan bilang pada Bamantara saat bertemu di butik. Nita pikir, dengan adanya do'a dari keluarganya, mungkin bisa mengurangi rasa sakit Syakila."Jangan salahkan Nita, Nak. Kita yang memaksanya untuk bicara," timpal Bamantara, memandang cucu angkatnya dengan sendu. Rasanya tak tega melihat wanita itu diuji terus menerus sejak dulu. Walaupun cuma cucu angkat, tapi Bamantara benar-benar menyayanginya."Lagian, kenapa kamu menyembunyikannya dari kami, hem?" tanya Amber sembari mengusap kepala Syakila.Istri dari Devan itu hanya menunduk. "Kila hanya tidak ingin terus menerus menambah beban pikiran kalian," lirihnya."Apa yang kamu katakan, Sayang. Kamu ini bukan beban, tapi k

  • Dikira Gadis Kampungan Ternyata Sultan   225

    Devan meletakkan ponselnya di meja dengan tangan bergetar. Napasnya terasa berat, dan pikirannya dipenuhi kekhawatiran yang membingungkan. Wajahnya pucat, membuat Syakila semakin cemas.“Mas, apa yang mereka katakan?” tanyanya dengan nada panik.Devan menghela napas panjang sebelum menjawab. “Polisi bilang... Renata dalam kondisi buruk di penjara. Dia sering membuat keributan, dan itu membuat dia harus ditempatkan di ruang isolasi dan kemungkinan akan dipindahkan ke tahanan rumah sakit kejiwaan. Mereka minta aku datang.”“Astaghfirullah. Kenapa bisa begitu, Mas?" ucap Syakila tak kalah terkejut."Mas juga gak tahu, Sayang. Mas akan telepon Pak Herman saja untuk mengurusnya."Syakila tertegun sejenak. Ia tak tega melihat suaminya dilanda banyak masalah dan tanggung jawab. Andai bisa, ia ingin sekali membantu, tetapi kondisinya yang lemah mungkin hanya akan memperburuk keadaan. Untuk itu Syakila ingin mengurangi beban pikiran suaminya dengan pulang dan istirahat di Jakarta saja supaya l

  • Dikira Gadis Kampungan Ternyata Sultan   224

    Renata duduk di sudut ruangan. Tubuhnya yang dulu anggun kini hanya menyisakan bayang-bayang kesengsaraan dengan rambutnya yang kusut."Mas Devan... tolong aku," lirihnya, hampir tak terdengar. Namun, suara itu terus diulang-ulang, seolah menjadi satu-satunya pegangan di tengah kegelapan.Para narapidana lain di sel besar itu menatapnya dengan berbagai ekspresi. Ada yang iba, tapi lebih banyak yang mencemooh. Salah satu dari mereka, wanita bertubuh kekar dengan tato di lehernya, mendekat sambil menyeringai."Kau pikir orang yang kau sebut namanya itu akan menyelamatkanmu? Hah! Kau ini cuma boneka yang sudah dibuang. Lihat dirimu sekarang!" Wanita itu meludahi tanah, matanya memandang Renata dengan jijik.Renata memejamkan matanya, mencoba mengabaikan ejekan itu. Tapi pikirannya tak bisa berhenti memutar ulang ingatan tentang Devan. Pria itu—satu-satunya yang dia anggap mampu menyelamatkannya dari tempat ini."Mas Devan pasti akan datang," gumam Renata. Suaranya nyaris tak terdengar, t

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status