Share

5. Gift

“Enggak! Gak kenal aku. Kakak kan tahu, aku gak suka sama platform itu," jawab Kamil berbohong.

Pasti akan panjang ceritanya kalau Kamil menyebutkan siapa pemilik akun itu.

Bukan bermaksud melindungi, tetapi dua tahun menjalin hubungan membuat Kamil merasa tak tega pada Syakila jika terus terusan diserang oleh kakak dan adiknya. Apalagi, selama dua tahun itu, Syakila selalu memperhatikan dan memperlakukan dirinya dengan baik.

"Eh, dia masih gak menyerah kak. Bebal juga nih orang. Serang lagi yuk, Kak!" ajak Jasmin yang masih memperhatikan Syakila.

"Mana?" sahut Yumna.

Lalu Jasmin menunjukkan ponsel miliknya pada kakaknya itu.

"Iya. Dasar muka tembok!" caci Yumna.

"Udah deh, dari pada ngurusin orang yang gak kenal, mendingan kalian istirahat. Besok kamu harus sekolah loh, Jas." Kamil berusaha mencegah dua saudaranya yang akan kembali menyerang Syakila.

"Ah, Kak Kamil gak seru!" Jasmin beranjak seraya menghentakkan kakinya kesal.

"Tahu tuh, Kamil. Ganggu aja!" Yumna pun ikut sewot, dan melangkah mengikuti adiknya pergi meninggalkan Kamil sendiri di ruang tengah.

Kamil membayangkan gadis baik hati yang sudah ia manfaatkan dulu, kini sedang menangis nelangsa membaca komentar tak elok dari saudaranya.

Padahal, Kamil salah besar. Di dalam kamarnya, Syakila sama sekali tak terpengaruh oleh hujatan Yumna dan Jasmin yang masuk tanpa permisi.

Gadis yang sedang memakai hijab instan warna cream itu justru tengah berjingkrak bahagia di atas kasur.

Bagaimana tidak bahagia, di tengah sepinya penonton dan taburan mawar, tiba-tiba ada yang mengirim dia gift universe yang bernilai jutaan.

Meskipun Syakila tak pernah mengharap imbalan dari streamingnya tersebut, tetapi jika ada yang memberinya apresiasi kenapa tidak?

"Jadilah dirimu yang baru. Jangan pernah terpuruk. Aku selalu bersamamu."

Begitulah kira-kira caption si pengirim gift pada Syakila. Membuat gadis itu tak henti-hentinya mengungkapkan terima kasih.

Sementara Jasmin dan Yumna hanya bisa menahan kesal, mendapati kenyataan bahwa orang yang diserangnya, justru mendapat penghargaan berjumlah fantastis dari seseorang.

"Ih, nyebelin banget sih tuh orang. Awas ya! Besok gue serang habis-habisan loe!" ucap Yumna.

"Iya, Kak. Siapa sih yang barusan ngirim gift?"

Mereka seketika mengunjungi profil seseakun yang telah memberikan penghargaan tertinggi pada Syakila. Sialnya, profil itu bersifat privat, membuat kedua wanita itu tak bisa tidur nyenyak menahan kesal dan rasa penasaran.

Emang enak!!!

***

"Sya, kiosnya tutup aja. Kamu ikut Ibu, ya!" titah Bu Sukoco.

"Ada apa? Baru jam 11.00 siang, Bu. Apa Ibu sakit?" Syakila nampak panik. Tak biasanya Bu Sukoco menutup kiosnya di jam-jam kerja seperti ini. Kalaupun ada hal penting, biasanya Bu Sukoco akan pergi sendiri dan menyuruh Syakila menjaga kios seorang diri.

"Enggak. Ibu sehat. Udah ... Nurut aja sama Ibu. Ayok, buruan. Mumpung belum jam makan siang. Ibu tunggu di ujung sana, ya." Bu Sukoco kembali menyuruh Syakila untuk menutup kiosnya, Kemudian meninggalkan Syakila untuk menelpon anaknya.

Meski dalam keadaan tak mengerti, tak ayal Syakila pun mengemasi barang-barang yang berjejer di depan kios, lalu menutup folding gate berwarna coklat itu.

"Sudah, Bu." Syakila memberi tahu Bu Sukoco yang sudah menunggu di ujung pasar.

"Ya udah, ayok!" Bu Sukoco menggandeng tangan Syakila, membuat gadis itu mau tak mau mengikuti langkah demi langkah dari juragannya itu.

"Tunggu sebentar di sini. Ibu telpon dulu," ucap Bu Sukoco seraya menekan tombol panggil pada ponsel miliknya.

Sementara Syakila hanya bisa pasrah.

"Ibu sudah ada di parkiran pasar, ini. Kamu di mana? Kok belum nongol juga!" sentak Bu Sukoco pada Devan melalui sambungan telepon.

"Iya, ini Devan juga udah masuk pasar. Nih, udah sampai di depan Ibu."

Mobil sport hitam metalik nampak berhenti tepat di samping Bu Sukoco. Sang pengemudi lalu menurunkan kaca guna melihat ibunya yang tengah menggerutu.

"Kenapa lagi?" tanya Devan yang tak mengerti, kenapa ibunya tak langsung masuk ke dalam mobilnya.

"Kenapa pakai mobil ini?" sungut Bu Sukoco.

Kemudian, lelaki yang masih menggunakan pakaian kerja itu membuka pintu kemudi. Keluar menemui ibunya.

"Memangnya kenapa, Bu? Kan tiap hari Devan juga pakai mobil ini."

"Kamu ini gimana, sih. Kalau mobilnya cuma muat dua orang, terus Syakila gimana?"

"Syakila?" Alis pria itu nampak berkerut.

"Iya! Ibu mau ajak dia juga."

Gadis yang sejak tadi berada di belakang Bu Sukoco langsung memalingkan muka, saat tak sengaja melihat wajah lelaki itu melongok dari samping tubuh gempal sang ibu.

"Owh! Ibu tahu!" Tiba-tiba Bu Sukoco berseru. Membuat tubuh tinggi Devan sedikit menjumbul kaget karena sedang fokus memperhatikan Syakila. Begitu pula dengan gadis di belakang Bu Sukoco. Ia nampak mengelus dadanya.

"Kamu pergi bareng Syakila aja. Ibu biar sama si Asep. Sekalian ibu mau mampir ke tukang kue," tutur Bu Sukoco kemudian.

"Jangan, Bu. Biar saya pulang saja. Ibu sama Mas Davin saja." Syakila buru-buru menyela. Gadis itu tak ingin menjadi tak tahu diri dengan membiarkan bosnya naik becak, sedangkan dirinya menaiki mobil mewah milik putranya.

"Udah, Sya. Nurut aja apa kata Ibu. Kamu naik buruan. Nanti Ibu nyusul." Tangan Syakila sedikit ditarik untuk masuk ke dalam mobil oleh Bu Sukoco.

"Tap-tapi, Bu. Saya gak bisa biarin Ibu nunggu sendirian di sini. Setidaknya sampai Ibu benar-benar ketemu sama Kang Asep," tolak Syakila. Ia tak tega membiarkan Bu Sukoco sendirian.

"Devan juga. Gak mungkinlah Devan biarin Ibu nunggu sendirian di sini," ujar Devan sependapat dengan Syakila.

"Aduh ... Kompaknya. Ibu jadi seneng, deh, lihatnya." Bu Sukoco nampak meledek dua orang di depannya yang kini secara tak sengaja sudah berdiri berjejer.

Menyadari hal itu, keduanya sontak saling menjauh, setelah sebelumnya saling bersitatap beberapa detik.

Bu Sukoco terkekeh kecil sambil menutup mulutnya dengan telapak tangan. "Kalian kompak banget dan lucu," ujarnya.

Devan hanya menanggapi dengan datar. Berbeda dengan Syakila yang wajahnya berubah merah menahan malu.

Andai dua orang beda usia itu bukan yang menggaji Syakila, pasti gadis itu sudah pergi sejak tadi.

"Udah gak papa. Kalian jalan aja dulu. Ibu udah kirim pesan sama Asep. Bentar lagi juga ke sini," perintah Bu Sukoco kembali.

Secara bersamaan, lagi-lagi Syakila dan Devan melakukan gerakan yang sama. Mereka kompak menggelengkan kepala, membuat Bu Sukoco semakin terbahak.

"Udah sana, masuk mobil. Itu si Asep juga udah dateng."

Devan sedikit menarik napas panjangnya.

Sejujurnya, hati pria itu sedikit salah tingkah ketika ibunya meledek dirinya dan Syakila.

Namun, pria itu selalu pandai menyembunyikan ekspresi wajahnya, sehingga siapapun tak menyangka kalau jantungnya kini sedang berirama sedikit kencang.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status