Share

Dikira Gelandangan, Ternyata Wanita Kesayangan Mafia Dominan
Dikira Gelandangan, Ternyata Wanita Kesayangan Mafia Dominan
Penulis: AliceLin

Bab 1 - Malam Panas Dengan Lelaki Asing

Penulis: AliceLin
last update Terakhir Diperbarui: 2024-07-16 19:54:19

"Ahh!"

Anya melenguh saat bibir maskulin itu mulai menyusuri leher jenjangnya. Gesekan cambang tipis pada kulit lehernya memberikan sensasi yang menggelitik dan membuat tubuhnya bergerak dengan gelisah.

Namun, hal itu malah membuat bibir maskulin itu semakin bersemangat meninggalkan jejak cinta di sana. Tangan kokohnya juga mulai bergerak menggerayangi tubuh Anya dan membuat wanita itu turut terbawa arus gairah yang tak terkendali.

Satu per satu kain yang menghalangi permainan panas mereka sudah teronggok di atas lantai.

Tanpa melepaskan ciumannya, pria itu telah membawa Anya naik ke atas ranjang. Pria asing itu sangat lihai memimpin permainan hingga Anya merasa kewalahan, tetapi anehnya, ia malah merasa sangat menikmati sentuhan pria itu.

Anya ingin lebih. Akal sehatnya sudah tidak mampu menolak keinginan tubuhnya.

"Tampaknya kau sudah tidak sabar lagi, hm?" Pria itu berbisik di telinga Anya, membuat tubuh wanita itu bergetar pelan.

Lalu dengan sebuah anggukan dari Anya, kegiatan panas malam itu mencapai puncaknya.

***

“Ugh, di mana aku?”

Erangan kecil bergulir dari bibir Anya saat ia terbangun di sebuah kamar yang tidak ia kenali. Wanita itu mengedarkan pandangannya sembari memegang kepala, mencoba mengingat bagaimana dan kenapa ia bisa ada di sini sekarang.

Semalam adalah hari ulang tahun pernikahannya yang ketiga. Suaminya mengajak Anya makan malam bersama di restoran hotel bintang lima, Grand Luxury. Namun, tiba-tiba saja, usai santap malam, Anya merasa pusing. Oleh karena itu, suaminya menyuruh Anya untuk menunggu di kamar, tapi–

Netra Anya tiba-tiba membelalak. Detak jantungnya berdebar hebat saat ia mengingat sesuatu yang ia lakukan semalam.

“Tidak mungkin,” gumam wanita itu.

Seketika itu juga, Anya menoleh dan menemukan sosok pria asing yang masih terlelap di sampingnya. Seorang lelaki bertubuh atletis sedang terlelap dalam posisi tengkurap tanpa busana.

Dan lelaki itu bukanlah Edwin, suaminya!

Anya bergegas menutup mulutnya agar tidak berteriak dan mengganggu tidur pria asing di sampingnya. Netranya semakin terbelalak lebar ketika melihat beberapa bekas luka yang cukup panjang dan dalam pada punggung pria itu.

‘‘Semalam aku dan dia ….’ Anya menggigit bibirnya kuat-kuat, tidak sanggup meneruskan kalimat itu di dalam kepalanya.

Anya tidak pernah mengira hal segila ini akan terjadi padanya dan perasaan bersalah memenuhi pikirannya. Kilasan ingatan terus menari di dalam benaknya seperti tayangan video terputus-putus yang membuat Anya terkesiap.

‘Tunggu aku di kamar 117.’ Edwin berucap sembari memberi kartu akses. ‘Aku harus menelepon seseorang dulu.’

Anya pun mendatangi kamar yang dimaksud dengan penuh harapan setelah suaminya menyerahkan kunci. Setibanya di kamar, ia disambut oleh dekorasi yang sangat romantis; lampu redup, lilin-lilin kecil yang bersinar lembut, dan bunga-bunga segar yang tersebar di atas ranjang.

Anya merasa sangat terharu karena Edwin tidak pernah mempersiapkan kejutan seromantis itu padanya selama mereka menikah.

Akan tetapi, ketika Anya sedang menunggu sang suami, tiba-tiba saja seorang pria asing paruh baya masuk ke dalam kamarnya.

“Si-siapa kamu!?” teriak Anya. “Bagaimana kamu bisa masuk ke kamar ini?

Namun, pria paruh baya itu malah berjalan mendekatinya dan menatapnya dengan niat kotor yang tercermin dalam matanya.

“Malam ini akan menjadi malam yang tidak akan terlupakan untuk kita berdua, Bidadariku,” ucapnya yang membuat tatapan Anya berubah horor seketika.

“Jangan mendekat!” Teriakan Anya tidak digubris oleh pria berperut buncit itu. Sosok itu justru mulai menggerayangi tubuh Anya.

Anya mencoba melawan, tetapi tubuhnya terasa lemah dan tidak nyaman. Bahkan anehnya, sentuhan-sentuhan sosok itu justru memancing lenguhan pelan dari bibirnya.

Ini tidak benar!

Dengan sisa kewarasannya, Anya berhasil memberontak dan kabur keluar kamar sementara si pria menjijikkan itu terkapar sambil memegangi bagian intimnya. Sementara Anya–

Pandangan wanita itu kembali tertuju pada lelaki yang tidur di sampingnya. Dalam pengejaran semalam, ia berpapasan dengan seorang tamu hotel yang baru ingin masuk ke dalam sebuah kamar.

Anya pun meminta bantuan, tetapi ia tidak menyangka, bahwa bantuan itu malah membuatnya berakhir di atas ranjang!

Anya menarik seprai yang tergenggam erat di tangannya untuk menutupi tubuhnya dengan lebih rapat. Ia mencoba menahan air mata yang mulai menggenang di sudut matanya.

‘Anya Stein, kamu benar-benar sudah gila!’ umpat Anya kepada dirinya sendiri dengan histeris di dalam hatinya.

Tiba-tiba Anya merasakan pergerakan di sampingnya.

Seketika, Anya pun memutuskan untuk segera pergi sebelum pria itu terbangun.

Ia salah. Ini tidak dibenarkan. Anya tidak ingin lagi berhubungan lebih jauh dengan pria itu.

Dengan hati-hati, Anya berusaha untuk tidak membuat suara saat ia bangkit dari ranjang. Tubuhnya masih terasa lemas, tetapi ia memaksa dirinya untuk bergerak dan mengenakan pakaiannya dengan cepat.

Anya harus segera pulang. Edwin pasti panik mencarinya semalaman.

Namun, bagaimana bisa laki-laki paruh baya kemarin masuk ke kamar mereka?

Apakah ia teledor dan tidak mengunci pintu? Tidak mungkin. Tapi itu berarti laki-laki kemarin punya kunci aksesnya.

Ah, yang penting dia harus pulang dulu sekarang.

Sebelum melangkah pergi, Anya sempat menatap wajah pria yang masih tertidur pulas di ranjang.

Kedua alis Anya bertaut. Entah kenapa, ia merasa familiar dengan wajah pria itu saat meniliknya dengan lebih dekat. Hanya saja Anya tidak ingat di mana mereka pernah bertemu sebelumnya.

Namun, dengan segera Anya menggelengkan kepalanya dengan kuat untuk mengabaikan hal tidak penting tersebut, lalu berjalan menuju pintu keluar kamar hotel dengan langkah yang tergesa-gesa.

Selama perjalanan pulang, Anya dipenuhi dengan rasa bersalah. Namun, Anya berpikir bahwa Edwin pasti mengerti jika ia menjelaskan bahwa ada orang asing masuk ke kamar mereka.

Akan tetapi, yang didapatkan oleh Anya bukanlah rasa khawatir dari suaminya, melainkan kemarahan.

“Ed, aku─”

Plak!

Tubuh Anya terhuyung sedikit ke belakang akibat tamparan itu.

Belum sempat ia mengatakan apa pun, Edwin sudah lebih dulu mengucapkan kalimat kasar yang menyakiti hati Anya.

“Dasar jalang! Apa yang sudah kamu lakukan semalaman di luar sana, hah!?”

AliceLin

Halo, Kakak-kakak pembaca semua ^^ Salam kenal bagi para pembaca yang baru mengenal ceritaku. Ini adalah bukuku yang ketiga di Goodnovel. Satu dukungan kalian sangat berharga bagiku. Jadi, tolong berikan support kalian dengan gems, hadiah dan komentar yg baik. Jangan lupa tinggalkan ulasan bintang 5 untuk cerita ini ya Selamat membaca dan semoga kalian menyukainya ya ^^

| 20
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (7)
goodnovel comment avatar
ida Sari
ko bisa ya laki2 paruh baya itu masuk ke kamar Anya,,apa iya Edwin yg sdh merencanakan semua untuk menjebak istrinya sendiri bahkan Anya merasa ada yg aneh dalam tubuh nya , seperti ada yg kasih obat per*ngs*ng
goodnovel comment avatar
Eka Sri Wahyuningsih
ada udang dibalik semuanya ulah Edwin sendiri yg membuat jd panik
goodnovel comment avatar
Eka Sri Wahyuningsih
jebakan SE Edwin suami yg menjebaknya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Dikira Gelandangan, Ternyata Wanita Kesayangan Mafia Dominan   Bab 390 - Side Story

    Di sudut taman terlihat Margaret duduk sendirian. Tangannya menopang dagu, sementara segelas mocktail yang sudah mencair tergeletak di meja kecil di sampingnya.“Di mana sebenarnya pangeran kuda putihku? Apa suatu saat nanti aku juga bisa menemukan pasangan hebat seperti Tuan Muda Hernandez?” gumamnya dengan suara yang terdengar tidak bersemangat.“Kenapa? Anda iri, Nona Carson?”Suara bariton seorang pria menyentakkan lamunannya. Saat ia mendongak, ia menemukan Owen telah berdiri di dekatnya.“Tidak perlu merasa iri. Mereka dapat bersatu seperti ini juga bukan hal yang mudah,” lanjut Owen seraya menyesap minuman di tangannya.“Saya tidak iri,” bantah Margaret. Perlahan ekspresi wajahnya berubah sendu, lalu ia bergumam pelan, “Aku tahu kok standarku sendiri. Hanya saja di usiaku yang hampir kepala tiga ini. Bukan lagi waktunya untuk bermain-main dengan cinta.”Usia seorang wanita memang ibarat sekuntum bunga yang mekar dalam waktu singkat dan layu perlahan jika tak segera dipetik. Kare

  • Dikira Gelandangan, Ternyata Wanita Kesayangan Mafia Dominan   Bab 389 - END

    Tatapan Reinhard dan Alicia saling terkunci, seolah tak ada satu pun suara di sekitar yang mampu menembus ruang di antara mereka berdua hingga suara lembut Reinhard memecah keheningan tersebut.“Alicia, kamu tahu … dari pertama kita bertemu, kamu sudah berhasil memporakporandakan hidupku dengan segala ide nakalmu untuk mencuri perhatianku. Saat itu, aku mengira semua perasaan sukamu hanyalah sekadar kekaguman sesaat dari seorang remaja saja. Dan aku pun terus menyangkal perasaanku sendiri, meyakinkan diriku bahwa kamu hanyalah adik bagiku.”“Apaan sih?” Alicia menggigit bibir bawahnya, merasa malu mendengarnya. Wajahnya memerah, tetapi senyuman masih terulas di bibirnya.Reinhard melanjutkan, “Tapi, saat mendengar kabar kematianmu tiga tahun lalu, aku pun merasakan penyesalan terdalamku dan terus menyalahkan diriku sendiri atas kebodohan yang telah kulakukan.”Manik mata Alicia mulai berembun. Ia dapat melihat bagaimana ketulusan terpancar dari sorot mata pria itu.“Selama tiga tahun i

  • Dikira Gelandangan, Ternyata Wanita Kesayangan Mafia Dominan   Bab 388

    “Sempurna!” seru Elisabeth saat menambahkan sapuan akhir highlighter tipis di tulang pipi Alicia.“Ya ampun … Aku sudah pernah mendandani banyak perempuan, tapi kamu sangat berbeda. Kamu benar-benar terlihat seperti melihat bidadari cantik yang turun dari langit ke tujuh, Alicia,” puji Elisabeth terkagum-kagum.“Tidak usah berlebihan deh,” balas Alicia seraya tersipu malu.“Ini semua berkat jari emas Lisa Willow, sang makeup artist yang tersibuk sejagat raya,” imbuh Alicia, menggoda sahabatnya tersebut.Elisabeth mendecak sambil pura-pura cemberut. “Udah ah. Ayo, sekarang ganti bajumu,” katanya sambil menarik Alicia untuk bangkit dari duduknya.“Elisa, apa kamu tidak bisa membocorkan sedikit padaku?” sungut Alicia yang tampak kesal. Ia masih belum mengetahui acara apa yang harus dihadirinya malam ini bersama Reinhard hingga harus mengirim sahabatnya dari belahan negara lain hanya untuk merias wajahnya.Sayangnya, bibir Elisabeth terlalu rapat untuk membeberkan rencana mereka.“Kalau k

  • Dikira Gelandangan, Ternyata Wanita Kesayangan Mafia Dominan   Bab 387

    Senja keemasan perlahan melukis langit di atas kediaman keluarga Lorenzo. Alicia baru saja selesai mandi setelah seharian berkeliling kota kelahirannya bersama Reinhard.Rambutnya masih basah, dan embun hangat dari air mandi belum sepenuhnya menguap dari kulitnya saat sebuah suara familiar mengejutkannya ketika ia melangkah keluar dari kamar mandi pribadinya."Sudah selesai, Nona?"Seorang perempuan berpenampilan kasual berdiri dengan senyum lebar di depan pintu."E-Elisa?!" Alicia membelalak tak percaya. "Kenapa kamu bisa ada di sini?"“Saya datang untuk membantu Anda, Nona Alicia Lorenzo,” jawab Elisabeth Willow, sahabat lamanya.Alicia memiringkan kepalanya. "Kamu … tahu dari mana kalau aku adalah Alicia Lorenzo?"Seingatnya, Alicia belum pernah mengungkapkan identitas aslinya secara langsung kepada sahabatnya itu. Terakhir mereka berkomunikasi adalah ketika Elisabeth mengabari bahwa ia menang penghargaan penata rias terbaik di ajang fashion internasional Paris.“Bagaimana saya bis

  • Dikira Gelandangan, Ternyata Wanita Kesayangan Mafia Dominan   Bab 386

    “Akh! Sakit! Sakit!”Suara pekikan histeris meluncur dari bibir Reinhard tatkala Alicia mengolesi obat pada luka memar di bahu kirinya.“Baru tahu sakit, huh? Aku kira kamu sudah mati rasa,” cibir Alicia dengan sarkas.Melihat wajah cemberut istrinya, Reinhard mengulum senyumnya. “Kamu marah, Sayang?” tanyanya dengan suara lembut yang mencoba mengambil hati sang istri. Akan tetapi, Alicia hanya mendengus dan memalingkan wajahnya dengan malas.Tak kehabisan akal, Reinhard mencubit dagu istrinya pelan, memaksanya menatap. “Tapi, aku dapat melihat api kasih sayang yang berkobar di dalam matamu ini, Sayang,” godanya.Alicia mendelik kesal. Ditepisnya tangan pria itu, lalu ia melayangkan tatapan tajamnya. “Tidak usah berpura-pura mengalihkan pembicaraan. Kamu tidak lupa dengan apa yang sudah kamu lakukan tadi, kan, Xavier?”Reinhard tersenyum kecil. Ia memahami alasan kemarahan istrinya. Beberapa jam sebelumnya, ia berbohong dengan mengatakan bahwa Nyonya Tua Lorenzo ingin bicara empat mat

  • Dikira Gelandangan, Ternyata Wanita Kesayangan Mafia Dominan   Bab 385

    Keesokan harinya, Reinhard tiba di tempat latihan Royal Dragon—sebuah arena semi terbuka yang terletak tidak jauh dari mansion keluarga Lorenzo. Tempat itu sudah dilengkapi dengan berbagai perlengkapan bela diri dan menjadi lokasi latihan rutin bagi anggota inti organisasi tersebut.Saat tiba, Reinhard mendapati Regis sudah bersiap di arena. Pria itu mengenakan seragam taekwondo lengkap dengan sabuk hitam, berdiri dengan tangan terlipat di depan dada.“Kamu telat lima menit, Xavier,” ujar Regis seraya tersenyum remeh. “Aku pikir kamu tidak akan datang.”“Tadi aku ada sedikit urusan dengan Alicia. Kamu tahu kan kalau dia sangat khawatir dengan duel ini?” balas Reinhard dengan santai.“Alasan,” cibir Regis sambil menggeleng malas.Reinhard hanya menyeringai tipis, lalu melepas kemejanya dan melemparkannya ke pinggir arena. Salah satu anggota Royal Dragon segera menyerahkan seragam taekwondo yang telah disiapkan untuknya.Setelah berganti pakaian, Reinhard naik ke atas arena. Tatapannya

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status