Share

002. Bertemu Lagi...

last update Dernière mise à jour: 2025-02-12 17:13:52

Ting! Ting!

Ponsel Aisyah berbunyi, pertanda sebuah pesan masuk.

Ia raih ponsel tersebut, pesan dari Rian muncul di layar ponselnya.

[Aisyah, nanti malam kita ketemu di tempat biasa ya.]

Rian, lelaki yang setahun belakangan ini menjalin hubungan dengannya. Aisyah pikir, pria itu menjadi satu-satunya orang yang ia harapkan untuk membantunya.

“Oke, Mas. Kebetulan aku juga ingin membicarakan sesuatu yang penting.”

Aisyah membalas pesan itu, ia kemudian bangkit dan langsung ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Ia tak boleh larut dalam kesedihan. Dalam hati gadis itu, ia berharap agar Rian bisa menemukan solusi yang baik.

“Semoga saja kamu bisa membantuku, Mas.” Gumam Aisyah lirih.

Jelas saja ia berharap bahwa Rian pasti akan membantunya. Ia pikir, Rian pasti tidak akan rela bila Aisyah menikah dengan lelaki lain.

°°°

Pukul 19.30 wib.

Rian dan Aisyah bertemu di sebuah cafe yang berada di dekat rumah gadis itu. Rian memang belum pernah menjemput Aisyah langsung di rumahnya, meski hubungan mereka terbilang cukup lama.

Entah apa yang menyebabkan Rian bersikap seperti itu. Selama ini, pria itu selalu beralasan, jika dirinya belum siap untuk bertemu dengan keluarga Aisyah.

“Mau bicara apa, Mas?” Tanya Aisyah saat mereka sudah duduk bersama sambil menikmati minum di cafe tersebut.

Rian Menghela napas perlahan, pria itu menatap Aisyah dengan pandangan minta maaf, “Hem... Begini, Aisyah. Maaf, aku gak bisa nerusin hubungan kita!” Ucapnya to the point.

Dada Aisyah terasa sesak, kerongkongannya seakan tercekat. Pria itu mengakhiri hubungannya begitu saja?

“Maksud kamu kita putus??” Tanya Aisyah memastikan.

Rian mengangguk, “Minggu depan pertunangan aku dengan Mila di laksanakan. Mama aku sudah menyiapkan semuanya, Aisyah!”

Deg!

“Tunangan, Mas?” Ulang Aisyah, terkejut bukan main. Tubuhnya hampir saja limbung saking kagetnya dengan penuturan sang kekasih.

“Iya, Syah. Maaf, aku nggak bisa menolak perjodohan ini karena aku sangat menyayangi Mama aku!” Jelas Rian, semakin membuat pilu hati gadis itu.

“Tapi, Mas. Kamu sendiri dulu yang bilang ingin memperjuangkan aku?” Aisyah masih tak percaya.

“Maaf... Keputusanku sudah bulat, Aisyah! Lupakan saja, anggap semua hayalan kita selama ini hanya sebuah mimpi indah yang mampir sebentar!” Ucapnya dengan enteng.

Setelah pria itu berbicara, Rian pun bangkit dan pergi begitu saja meninggalkan Aisyah yang sangat terpukul.

Aisyah tak mencegah pria itu, ia masih duduk sambil meremas ujung bajunya. Sedetik kemudian air matanya mengalir tanpa ia sadari.

Dunia rasanya tidak adil, pikirnya. Satu-satunya orang yang ia harapkan bisa menolongnya, tapi malah orang itu menambah luka yang sama perihnya.

‘Ya Allah... Bagaimana ini? Kenapa dia jahat banget sama aku...’ Batin Aisyah dalam hatinya, seiring dengan sesak yang menghimpit dada.

“Ehem!”

Aisyah terlonjak kaget saat mendengar suara deheman seorang pria yang saat ini berada di depannya.

“Nangis lagi... Cengeng banget sih jadi cewek! Laki-laki pecundang kayak gitu ngapain kamu tangisin??!” Ucap pria itu.

“Kamu??” Pekik Aisyah, gadis itu terkejut melihat Galih yang tiba-tiba berada di hadapannya.

“Kamu itu suka banget nangis ya.” Ucap Galih.

Gadis itu dengan cepat mengusap air matanya. Tak mau terlihat cengeng di depan pria sok dekat itu!

“Siapa yang nangis? Aku cuma kelilipan!” Balas Aisyah, tak mau mengakui.

“Hem... Laki-laki pecundang seperti dia ngapain di tangisin? Mending kamu aku anter pulang aja! Daripada tinggal disini nangis terus!” Tawarnya, sorot matanya penuh keseriusan.

“Nggak usah! Makasih!” Aisyah buru-buru bangkit, kemudian berjalan keluar dari cafe tersebut.

“Tunggu!” Seru Galih, membuat langkah Aisyah terhenti dan menoleh pada pria itu.

“Karena kamu sudah jomblo... Lebih baik kamu terima tawaran aku! Daripada kamu harus menjadi istri ke empat juragan Bram.”

“Nggak minat keduanya!!” Tegas Aisyah, ia kemudian melanjutkan langkah menuju parkiran untuk mengambil motornya.

Setelah di area parkiran, Aisyah segera mencari sepeda motornya.

“Ya ampun... Kenapa bannya harus kempes segala sih.” Gerutu Aisyah saat melihat ban motornya yang kempes.

Ia menghembuskan napas berat, seberat masalahnya hari ini.

Gadis itu akhirnya lebih memilih menuntun motornya untuk mencari bengkel terdekat. Namun, sudah jauh Aisyah berjalan, tetapi belum juga menemukan tanda-tanda adanya bengkel.

“Ya Allah... Mana jalanan disini sepi banget lagi.’ Gumam Aisyah, merinding.

Bukan hantu yang Aisyah takuti. Melainkan mahkluk bejat yang akhir-akhir ini selalu membuat onar di jalan. Siapa lagi jika bukan club motor yang meresahkan.

Dari kejauhan, suara bising knalpot tiba-tiba terdengar. Jantung gadis itu seketika berdebar kencang.

“Ya Allah, lindungi hambamu ini Ya Allah.” Ucapnya penuh ketakutan.

Aisyah pun mengeluarkan seluruh tenaga untuk mendorong motornya dengan cepat.

Suara bising knalpot itu semakin dekat. Keringat dingin bercucuran membasahi tubuh gadis itu. Sorot lampu terlihat sangat terang dari arah belakang seiring dengan suara knalpot yang juga semakin mendekat ke arahnya.

“Motor kamu kenapa?” Tanya seseorang dari samping.

Aisyah menoleh ke arah sumber suara, “Kamu lagi?!” Pekiknya.

“Ooh, ban motor kamu kempes.” Ujarnya setelah melihat ban motor Aisyah.

“Berhenti dulu!” Pinta Galih.

Tak menghiraukan perkataan Galih, Aisyah terus saja berjalan sambil menuntun motornya.

“Dasar cewek budek.” Umpat Galih, kesal.

“Aku budek karena knalpot kamu yang bocor itu.” Jawab Aisyah judes.

Bibir Galih seketika melengkung, tersenyum samar. Ia pun mematikan mesin motornya, lalu berhenti di pinggir jalan.

Galih berjalan mendekati Aisyah, ingin mengecek ban motor gadis itu.

“Jam segini gak ada bengkel yang buka. Motornya di tinggal aja, biar aku yang antar kamu pulang!” Tawar Galih.

Aisyah mendelik. Apa mau pria ini sebenarnya?

“Iih... Modus! Gak mau ah.” Tolak Aisyah. Sejujurnya, ia takut melihat penampilan Galih yang seperti preman bejat.

“Oh, ya udah! Terserah kamu aja sih. Tapi jangan nangis lagi kalau nanti kamu ketemu geng motor terus kamu di_”

Aisyah bergidik ngeri membayangkan perkataan Galih barusan. “Tunggu! Iya iya! Aku ikut, tapi kamu jangan apa-apain aku.” Potong Aisyah cepat.

“Gak selera!” Sahut Galih, membuat Aisyah berdecak kesal.

Dengan rasa terpaksa, ia ikut dengan Galih. Gadis itu tidak ada pilihan lain, daripada harus mendorong motor sampai rumahnya dengan segala resikonya, lebih baik ia terima tawaran pria itu. Ia berharap, semoga Allah melindunginya dari preman yang satu ini.

“Motorku gimana?” Tanya Aisyah saat Galih menyuruhnya ikut di motor pria itu saja.

“Nanti aku suruh orang buat anterin motor kamu!” Jawab Galih sambil menyalakan mesin motornya.

“Astaga... Berisik sekali suara motormu ini!” Gerutu Aisyah.

Aisyah dengan menahan rasa kesal, naik ke motor tepat di belakang pria itu.

Galih tak menggubris perkataan Aisyah. Ia kemudian melajukan motor, meninggalkan tempat tersebut.

“Pegangan!” Teriak Galih.

“Udah! Ini aku udah pegangan!” Sahut Aisyah sedikit berteriak, suara knalpot motor Galih sangat berisik.

Continuez à lire ce livre gratuitement
Scanner le code pour télécharger l'application

Latest chapter

  • Dikira Preman Suamiku Ternyata Sultan    167.

    “Ikut aku, Renita!!” Seru Wijaya kemudian mendorong tubuh Renita untuk masuk ke dalam mobil. “Apa-apaan kamu, Wijaya?!” Bentak Renita tak terima Wijaya hanya diam, tak menggubris teriakan Renita. Ia kemudian ikut masuk ke kursi pengemudi, lalu segera melajukan mobil dengan kecepatan tinggi. “Kamu mau bawa aku ke mana kamu, Wijaya?? Hentikan mobilnya sekarang juga!!! Kamu itu udah gak punya hak untuk bawa aku seperti ini!!” Teriak Renita sedikit panik. Wijaya tersenyum menyeringai, menoleh sejenak pada Renita yang menatapnya tajam, “Kenapa tidak? Kamu saja bebas melakukan apa yang kamu mau kan, maka aku juga bisa bebas melakukan apa yang aku mau!!” Jawab Wijaya. Napas Renita jadi memburu, ia sekarang benar-benar takut dengan Wijaya yang bisa saja melakukan sesuatu di luar kendali. “Renita, Renita... Aku sudah berusaha membujuk kamu dengan baik-baik. Tapi, kamu sepertinya memang sudah tidak bisa di ajak bicara baik-baik!” Ucap Wijaya lagi, membuat Renita semakin ketakutan. “Janga

  • Dikira Preman Suamiku Ternyata Sultan    166.

    “Mas, kita mau ke mana?” Tanya Indri penasaran. Kini, mereka berada di dalam taksi yang sama. Wijaya juga tak bisa membawa mobilnya, karena dalam isi surat perjanjian pra nikah itu memang semua aset termasuk mobil dan segalanya akan menjadi hak milik Renita apabila Wijaya sampai terbukti berselingkuh. “Sekarang kita ke rumah kamu,” Jawab Wijaya, santai. Indri terkejut mendengar ucapan Wijaya, “Ke rumahku, Mas? Kamu mau tinggal sama aku?” Tanyanya lagi memastikan, raut wajahnya begitu bahagia. Wijaya mengangguk. “Untuk sementara waktu, sampai Renita mau melunakkam hatinya dan mau memaafkan aku!” Jawabnya. “Emang sebenernya gimana sih, Mas? Kok bisa kamu di usir dari rumah kamu sendiri? Terus kenapa kamu juga gak bawa mobil?!” Tanya Indri lagi, penasaran. Indri sangat yakin jika Wijaya tak akan mungkin bisa miskin. la menebak pasti hanya Renita lah yang merencanakan itu semua. Wijaya hanya diam, matanya menatap lurus ke depan. Memikirkan bagaimana caranya agar Renita mau memaafkan

  • Dikira Preman Suamiku Ternyata Sultan    165.

    “Apa kurang jelas perkataan saya tadi? Rumah ini bukan lagi milik Pak Wijaya!! Rumah ini adalah milik Mama saya. Jadi, Silakan Tante bawa aja ini laki-laki, urus Pak Wijaya dengan baik ya!!” ucap Galih mempertegas kemudian memanggil asisten rumah tangga yang sudah ia suruh untuk membereskan semua pakaian Wijaya. “Bi, tolong berikan koper itu pada wanita itu!” Titah Galih pelan, membuat Bi Nun mengangguk pelan. “Apa apaan ini, Galih?! Kenapa kamu usir Papa kamu sendiri?!” Tanya Indri heran. “Loh? Katanya Tante mau sama Papa? Ya sana bawa aja Papa pergi, kurang baik apa coba? Mama udah gak mau sama Papa. Itu kan yang Tante inginkan?” Jelas Galih seraya tersenyum sinis ke arah Indri. Indri menatap Wijaya serius untuk meminta penjelasan lebih lanjut. Namun, pria itu hanya diam, Wijaya benar-benar seperti orang bodoh yang tak bisa bersuara membela dirinya lagi. “Udah, cepetan! Sana bawa Papa! Semua milik Papa buat Tante deh.” Ucap Galih lagi kemudian mendorong koper itu ke arah Indri.

  • Dikira Preman Suamiku Ternyata Sultan    164.

    {Mas, kamu di mana Mas! Gawat, kita harus ketemu, Mas!} Indri mengirim pesan pada Wijaya.Namun sampai sepuluh menit belum ada tanda-tanda balasan dari lelaki itu.Gigi Indri gemeretak kesal, bagaimana kalau dia viral di sosial media?“Pak, lebih cepat lagi ya, Pak!” Titah Indri pada supir taksi.Tujuan Indri saat ini adalah ke rumah Wijaya. Mau tak mau ia harus mencari pria itu di sana. Tak peduli jika nantinya bertemu dengan Renita. Yang penting sudah bertemu dengan Wijaya.Sampai di depan gerbang rumah yang besar itu, Indri akhirnya menghela napas lega.“Rumah masa depan... Huhh, gak sabar banget jadi nyonya di sini,” Gumam Indri kemudian berjalan ke depan gerbang usai membayar taksi.“Permisi...” Teriak Indri sambil mengetuk pintu pagar.Namun, beberapa menit belum ada tanda-tanda satpam menghampirinya. la pun mencari bel yang ternyata ada di pojok pintu gerbang.Dua, bahkan sampai lima kali Indri memencet bel, tapi tak kunjung ada seseorang yang datang membukakan gerbang.“Satpam

  • Dikira Preman Suamiku Ternyata Sultan    163.

    “Ya maaf, Ma. Mila kan hanya nanya saja.” Ucap Mila merasa tak enak hati. la pun segera masuk ke dalam rumah dan menuju kamar.Di dalam kamar, ternyata Rian baru saja selesai mandi. Sampai saat ini, laki-laki itu belum mau membuka hati untuk istrinya.“Mas, mobil Mama mogok katanya,” ucap Mila memberitahu suaminya.Mata Rian memicing. “Biarin aja, gak usah ikut campur urusan Mama!” Jawabnya ketus.Deg!Mila terperanjat. Hatinya seketika terasa perih mendengar perkataan sang suami.“Ikut campur? Aku cuma kasih tau Mas, aku gak ada ikut campur apa pun,” Balas Mila denga ketus.“lya. Pokoknya jangan pernah ikut campur urusan Mama. Aku kasih tau dari sekarang!” Ujar Rian kemudian segera keluar dari dalam kamar, meninggalkan Mila yang tertegun.Mila menatap pintu kamar yang sudah di tutup Rian itu dengan helaan napas kasar.“Sampai kapan begini sih? Lama-lama aku gak tahan menjalani rumah tangga ini!” Gumam Mila.Sebagai wanita, ia tentu juga ingin di perlakukan dengan baik oleh suaminya.

  • Dikira Preman Suamiku Ternyata Sultan    162.

    “Usir Papamu dari sini, Nak. Mama gak rela rumah penuh perjuangan ini di injak oleh lelaki yang sudah menodai hati Mama dengan wanita lain, Mama gak ikhlas Galih, Mama gak relaaaa...” Titah Renita, tangisan yang sejak tadi ia tahan akhirnya tumpah di dada putranya. Mata Galih seketika menyorot tajam ke arah Wijaya. Satu tangannya mengusap lembut punggung Renita, tetapi satu tangannya lagi mengepal dengan erat. la sungguh geram dengan perbuatan Wijaya. Demi apa pun Galih tak pernah melihat Renita serapuh seperti sekarang. Dari getar suara Ibunya saja sudah bisa terbaca bagaimana rasa sakit yang saat ini di alami oleh Renita. “Papa gak tuli kan? Cepat pergi sebelum aku yang bertindak kasar, Pa!” ucap Galih dengan tajam. Wijaya langsung berlutut di hadapan Galih dan Renita, “Maa... Maafkan, Papa, Ma. Papa sadar Papa sudah menyakiti Mama. Tolong kasih kesempatan Papa satu kali lagi, Ma.” Suara Wijaya begitu sendu membuat Galih mencebik kesal. “Harusnya dari awal Papa mikir kalau deng

Plus de chapitres
Découvrez et lisez de bons romans gratuitement
Accédez gratuitement à un grand nombre de bons romans sur GoodNovel. Téléchargez les livres que vous aimez et lisez où et quand vous voulez.
Lisez des livres gratuitement sur l'APP
Scanner le code pour lire sur l'application
DMCA.com Protection Status