Setelah beberapa hari masa pemulihan di rumah sakit, akhirnya Syahnaz hari ini di perbolehkan pulang oleh dokter.Ternyata semua biaya sudah di bayarkan lunas oleh Arman. Ada rasa terharu yang menjalar dalam dada Syahnaz. Tak menyangka mantan suaminya ternyata masih peduli.“Sepertinya Mas Arman ini masih peduli sama aku, hanya saja dia di kekang sama mak lampir itu,” Gerutu Syahnaz, kesal. Kemudian turun dari brankar dengan hati-hati.Sedikit nyeri, tetapi saat ini sudah jauh lebih baik dari kemarin-kemarin. Syahnaz hanya di bantu oleh suster sejak masa pemulihan.“Gimana, Bu? Apa ibu sudah bisa jalan sendiri ke lobby depan? Apakah ada keluarga yang akan menjemput, Ibu?” Tanya suster.Suster benar-benar merasa kasihan dengan pasiennya kali ini. Sudah mengalami keguguran, harus di operasi, tetapi tak ada satu keluarga pun yang menemani Syahnaz selama di rumah sakit itu.“Gak apa-apa, sus... Saya bisa sendiri kok. Terima kasih ya...” Jawab Syahnaz tersenyum.Syahnaz merasa sangat malu
Pukul 20.00 wib~ Aisyah keluar dari kamar mandi setelah selesai membersihkan diri. Ia mengamati sekeliling kamar, tak ada suaminya. “Hm...” Aisyah menghirup dalam-dalam aroma kamar kesukaannya. Kamar yang bersih dan rapi, dengan harum aromatherapy yang menenangkan Aisyah berjalan menuju lemari, mengambil satu lingerie, memperhatikannya dengan seksama. Sebuah lingerie hitam berkain transparan pada bagian penutup tengah dada, dengan tali halus untuk di lingkarkan di leher dan punggung. Belum lagi G-string yang hanya berbentuk sebuah tali hitam dengan kain penutup seadanya yang juga transparan pada bagian intinya. Di tambah sebuah kimono luar yang tipis sehingga dapat mencetak jelas lekuk tubuh yang menambah kesan seksi dan menggoda. Aisyah tampak berpikir sejenak, melihat kembali baju haram yang di pegangnya itu. “Mas Galih pasti suka kalau liat aku pake ini...” ucapnya tersenyum geli. Aisyah merasa tertarik dan tersenyum penuh arti. “Pake ah...” Ucapnya kemudian dan membawa l
“Jadi Mas sering sedekah jumat?” Tanya Aisyah. Dirinya sama sekali tak pernah tahu, jika suaminya itu ternyata sering melakukan sedekah di hari Jum'at. Galih mengangguk, “Ya, sayang.” Jawabnya sambil tersenyum. “Kok Mas gak pernah bilang dan ngajak aku sih?” Tanya Aisyah, kesal. “Jangankan ajak kamu, sayang. Mas sendiri aja gak pernah ikut. Mas sengaja gak mau orang-orang tau kalau itu sedekah dari Mas sayang!” Jelas Galih. Senyum Aisyah seketika mengembang, menatap suaminya begitu dalam, begitu terpesona. Ternyata, selain memiliki wajah tampan dan banyak harta, suaminya benar-benar memiliki hati yang bersih. Galih tak pernah mau memamerkan harta kekayaannya pada orang lain. “Hei... Kok diam saja sayang??” Sentak Galih, di saat melihat istrinya itu mematung. “Aku bangga banget sama, Mas... Di saat orang-orang di luar sana memilih berbagi sambil di bikin konten, Mas malah bersembunyi di balik layar,” Ungkap Aisyah, tak dapat menutupi rasa kagumnya. “Ya, setiap orang kan memiliki
“Aisyah lagi dikamar sedang mandi. Kamu jangan keseringan gitu, Galih. Kasihan istri kamuagi hamil, dia pasti juga butuh suaminya ada di sampingnya. Kerja boleh, tapi jangan lupakan kewajibanmu sama istrimu!!” ungkap Renita lagi. Ingin putra semata wayangnya itu tahu.“Galih gak lupa kok, Ma. Sebisa mungkin Galih akan memprioritaskan Aisyah!!” Tegas Galih, senyumnya seketika mengembang saat melihat istrinya keluar dari kamar dengan wajah yang segar sehabis mandi.Galih berjalan menghampiri istrinya, hendak memeluk Aisyah begitu saja, tetapi istrinya itu segera mengelak.“Mandi dulu, Mas. Mas kan habis dari luar,” Pinta Aisyah membuat Galih cemberut.“Tapi Mas mau peluk kamu dulu!” rengek Galih, sudah kangen berat pada istri tercintanya itu.“Enggak, Mas. Pokoknya Mas mandi dulu!!” Tegas Aisyah.“Hmm... gitu ya, sayang? Jadi kamu gak mau di peluk sama Mas nih?” Galih mulai merajuk.“Galih kamu mandi dulu baru boleh menyentuh istri kamu! Jangan sampai kuman-kuman di tubuhmu itu menempel
Akad jual beli rumah, beserta sapi dan kandangnya pun terlaksana di hari berikutnya. Galih merasa tidak rugi, justru ia bisa untung banyak karena nantinya sapi itu akan ia kelola dan menjadi bisnis barunya.Kedua istri juragan tidak ada yang paham akan harga asli pembelian sapi itu, mereka hanya menurut karena menurut Arni dan Fira nominal itu sudah sangatlah besar. Padahal Galih membelinya di bawah harga pasaran.“Gila kau Galih! Ternyata uang kamu banyak sekali sampai bisa membeli semua ini,” ucap Rais yang ikut menyaksikan akad jual beli itu.Galih hanya tersenyum, ia menunjuk Rais untuk mengurus sapi-sapi yang telah menjadi miliknya itu.“Jaga baik-baik sapi ini, Rais. Aku percaya kamu bisa mengurus semua ini. Tenang saja, aku akan menggajimu dua kali lipat di banding juraganmu itu,” kata Galih membuat senyum Rais mengembang.Tak hanya Rais, semua pekerja di kandang sapi itu juga di ambil alih oleh Galih.Mereka semua menurut saja dari pada kehilangan pekerjaan, apalagi mereka jug
“Hai istri-istri juragan yang terhormat,” Sapa Galih setelah berhasil menemui kedua istri juragan di kediaman pria tua beristri banyak itu.“Tidak usah basa-basi! Katakan apa maksud kamu ke sini? Kamu mau bebaskan suami kami?” Tanya Arni menatap tajam ke arah Galih yang terlihat tampak sangat tenang sekali.“Bebaskan?? Memangnya kalian masih butuh suami seperti juragan?” Ucap Galih seraya tertawa mengejek, ia sengaja ingin memancing emosi dua wanita di hadapannya itu.Arni dan Fira saling melempar pandang, belum mengerti dengan apa yang sebenarnya Galih inginkan.“Masa hukuman juragan akan lebih lama karena dia menyuruh orang untuk meneror ke rumahku, bahkan melakukan pengeroyokan terhadap saya!!” Ungkap Galih.“A-Apa?!” Pekik Arni dan Fira terkejut.“Ya, apa kalian yakin selama juragan di penjara kalian masih akan tetap bisa hidup enak? Sementara semua pekerjaannya tentu terbengkalai, gak ada yang mengurus ratusan ekor sapinya, gak ada juga yang berkeliling menagih hutang para nasaba
“Yang rajin ya sekolahnya, Dil. Jangan ikut-ikutan tawuran gak jelas,” Ucap Galih memberikan nasihat.Fadil hormat pada Galih sambil tersenyum, “Siap, Bang!” Jawabnya, “Fadil pamit ke sekolah dulu ya bang, mbak!” Fadil menyalami Galih dan Aisyah kemudian segera berlalu karena supir sudah menunggu.Setiap pagi, Fadil selalu di antar oleh supir menuju ke sekolahannya. Rasa syukurnya semakin besar setiap hari, lantaran kehidupannya kini jauh lebih baik dari pada dulu.Fadil tak pernah menyangka kehidupannya akan menjadi seperti anak sultan yang pulang pergi ke sekolah di antar oleh supir dengan mobil mewah.Banyak teman-teman yang mengatakan Fadil beruntung karena menjadi adik ipar dari pengusaha tajir seperti Galih. Sebagian mereka juga ada yang iri dan mengatakan bahwa Fadil hanyalah orang kaya baru yang norak.Padahal, apanya yang norak? Mereka saja yang terlalu iri melihat kehidupan Fadil sekarang. Fadil sendiri tidak pernah mengubris ucapan-ucapan sumbang di belakangnya. Ia benar-be
“Kita ke dalam saja ya sayang, di sini bahaya. Takutnya ada letusan lagi yang lainnya.” Dengan cepat Galih mengajak istrinya itu untuk masuk ke dalam rumah.Bau dari letusan itu sangat menyengat, Galih tidak mau jika Aisyah yang lagi hamil sampai menghirup banyak aroma tak sehat itu.Sesampainya di dalam rumah, terlihat Fadil langsung menghampiri Galih dan Aisyah.“Tadi itu suara apaan, Bang?” Tanya Fadil, ia juga sempat mendengar letusan tersebut.“Abang juga gak ta, Dil. Abang belum ngecek karena buru-buru bawa Aisyah untuk masuk. Tolong kamu jagain Kakak kamu dulu ya, Abang mau keluar dulu cari tau penyebabnya,” Pinta Galih, berbalik badan kembali keluar rumah.“Oke Bang. Hati-hati ya,” sahut Fadil cepat.Sedang Aisyah masih terdiam, jantungnya masih berdebar karena terkejut. Ledakan tadi benar-benar seperti berada di belakangnya.“Mbak, ini minum dulu ya.” Ucap Fadil memberikan segelas air putih untuk kakaknya itu.Dengan pelan, Aisyah meneguk air tersebut hingga tak bersisa.“Itu
“Tangan kamu bekas sunscreen itu Iho, sayang... Jadi, biar Mas aja yang suapin ya sayang?!!”Aisyah pun mengangguk seraya tersenyum malu, karena sejak tadi Galih tak berhenti menatapnya dengan intens.Setelah makan beberapa potong buah, Aisyah menatap suaminya itu dengan tatapan penuh cinta. “Mas, aku ingin makan di taman samping rumah ya?” Pinta Aisyah, suaranya terdengar lembut.Galih segera menyetujui permintaan istrinya. la tidak pernah menolak keinginan Aisyah, terutama sejak istri tercintanya hamil. Galih merasa ini adalah momen di mana ia bisa lebih dekat dengan istrinya dan memastikan kesehatan fisik Aisyah terjaga dengan baik.“Ayo, Sayang,” Jawab Galih.Dengan hati-hati, Galih membantu Aisyah berdiri. Setiap gerakan di lakukan dengan penuh kehati-hatian, seolah-olah Aisyah adalah sesuatu yang sangat rapuh yang perlu di lindungi. Tangan Galih menggandeng tangan Aisyah erat-erat saat mereka berjalan perlahan menuju taman samping rumah.Taman itu sangat indah, di penuhi dengan