Share

Restu

“Bang, kabur, yuk. Cepat! Cepat!” Farhana meminta supaya Rey bergegas menyalakan mesin motornya dan pergi cepat-cepat. Dalam kebingungan, Rey menuruti perintah Farhana tanpa memahami ada hal apa sebenarnya. “Belok kiri aja, Bang.”

“Loh, desa sebelah kan harusnya lurus, Neng.”

“Udah. Ikuti perintah Hana aja pokoknya.” Farhana mengambil ponsel di sakunya. Jemarinya dengan cekatan menekan tombol nomor dan menghubungi seseorang. Di sambungan telepon itu, Farhana terlihat serius berbicara dengan seseorang di seberang yang entah siapa.

Rey tidak begitu jelas mendengarnya. Karena kali ini mereka melewati sebuah pabrik yang bersuara bising. Farhana juga sesekali terdengar mengencangkan suaranya supaya seseorang di seberang mendengar suaranya dengan jelas. Tak lama sambungan telepon terputus.

“Bang, kita melipir aja ya di pemancingan Bumi Sarerea.” Rey langsung melajukan motornya ke tempat yang dimaksud. Dari kaca spion, terlihat wajah Farhana begitu sembab. Air mata berjatuhan dari pelupuk matanya. Seandainya mereka adalah pasangan halal, Rey ingin rasanya memeluk gadis itu.

Sekitar lima belas menitan keduanya sampai di tempat pemancingan yang memiliki panorama hamparan sawah begitu luas. Ada air terjun kecil di ujung kali dengan arus kecil yang lebarnya hanya satu meter. Rey memesan tempat berukuran kecil, sekadar tempat untuk mereka duduk bersantai. Ia juga memesan ikan bakar dan dua gelas minuman untuk bersantap.

“Maaf, ya, ngerepotin Bang Rey begini.” Farhana duduk di tepi gazebo berukuran kecil yang mereka pesan. Gemericik aliran sungai yang jernih mendukung suasana yang begitu tenang. Farhana seolah lupa kejadian beberapa menit lalu.

“Nggak apa-apa, Hana.”

Keduanya kembali hening. Saat pesanan datang, Rey langsung mempersilakan Farhana menyantap hidangan. Di sela makan, keduanya mulai kembali bersuara. Ada canda di antara beberapa obrolan yang membuat mereka semakin akrab.

“Hana sudah punya pacar?” tanya Rey tiba-tiba. Farhana menggeleng.

“Masak sih belum punya? Memangnya di pesantren kamu nggak punya kekasih?” Lagi-lagi Farhana menggelengkan kepalanya.

“Kan di pesantren dilarang pacaran, Bang Rey.”

“Oh ... Begitu. Tapi, yang ditaksir ada, kan?” tanya Rey lagi. Wajah lelaki yang sekilas terlihat mirip Andy Lau versi lokal itu memerah. Sepertinya kepedasan, karena ia buru-buru menenggak minumannya.

Farhana ikut merasa khawatir. Ia menyodorkan minumannya, khawatir Rey kekurangan minum untuk mengalihkan rasa pedasnya. Namun laki-laki itu menolaknya. Ia sudah merasa cukup. Rasa pedasnya sudah berkurang banyak.

“Saat ini ada lelaki yang sudah kamu taksir?” Rey menyelidik.

“A-ada.” Farhana hampir tersedak.

“Pasti beruntung laki-laki yang kamu taksir itu.”

“Kalau abang ada yang ditaksir?” Farhana balik bertanya.

“Ada. Tapi sepertinya kasih tak sampai.”

Farhana mengerutkan kening. “Loh, kenapa?” 

“Tidak mendapatkan restu dari ibunya.”

Mendengar jawaban Rey, sebenarnya Farhana sedikit tersadar siapa yang dimaksud oleh pemuda di hadapannya ini. Namun gadis itu takut kepedean.

“Abang udah jadian?”

Rey menggeleng.

“Abang udah kenal lama?”

Rey menggeleng lagi.

“Kami baru akrab belakangan ini.”

“Oh ....” Farhana menundukkan kepala. Ia sangat merasa yang dibicarakan Rey itu adalah dirinya. Berdasarkan penuturan Bu Romlah, Rey bukan lelaki yang mudah dekat dengan beberapa perempuan.

“Kenapa nggak abang nyatakan cinta pada perempuan itu?” tiba-tiba saja terlintas ide pertanyaan seperti itu di kepala Farhana.

“Maunya abang melamar langsung, Hana. Bukan berpacaran lagi.”

“Wah, beruntungnya perempuan yang abang lamar nanti.” Farhana terlihat salah tingkah.

“Berarti kamu beruntung.” 

“Maksudnya?” tanya Farhana. Dirinya semakin sadar jika dugaannya benar. Rey menyukainya. Tapi, dia harus memastikannya.

“Nggak apa-apa. Nggak jadi.” Gantian Rey yang terlihat salah tingkah.

‘Kenapa hati ini nggak menentu rasanya bila bersama Farhana. Ya Allah, jika ia berjodoh denganku, mudahkan jalanku menpersunting gadis ini.’

‘Duh, Bang Rey ini kenapa nggak jujur aja sih? Kan kita bisa backstreet.’

Kedua muda-mudi itu sibuk dengan pikirannya sendiri.

****

Sementara itu, mendapati putrinya diantar pemuda yang tidak disukainya, Hajah Husna terlihat begitu sinis.

Rey buru-buru berpamitan karena merasa tidak enak hati. Ia sudah bisa menebak apa yang akan terjadi setelahnya. Pemuda itu bergegas menuju motor dan melakukannya keluar halaman rumah gadis pujaan hati. Pikirannya berkecamuk.

“Kamu mulai bohongi ibu, ya, Hana. Ibu benar-benar kecewa. Kamu izin ke desa sebelah untuk santunan anak yatim, nyatanya kamu tidak hadir. Panitia bilang kamu mendadak ada urusan. Ke mana aja kamu sama si preman kampung itu?” Hajah Husna memberondong perkataan yang menghujam kuat ke dalam dada Farhana.

“Hana kecewa sama ibu. Kenapa ibu sebelah pihak memutuskan untuk menjodohkan Hana dengan lelaki yang nggak sama sekali Hana cintai, Bu?” Otot leher Farhana menegang. Ini sama sekali bukan dirinya. Gadis itu begitu penurut. Entah mengapa perkara perjodohan ini begitu menyulut emosi si gadis.

“Kamu itu anak gadis ibu satu-satunya. Ibu inginkan yang terbaik buatmu, Hana.”

“Jadi ibu menganggap menjodohkan aku dan Usman itu baik, Bu? Ibu nggak tahu pemuda itu cuma kedoknya aja ustaz. Dia itu pakai topeng, Bu. Sok-sokan polos di balik kealimannya.” Suara Farhana sedikit bergetar.

“Apa maksudmu, Hana? Kamu ini bicara apa? Memangnya kurang apa Usman? Anak ustaz terpandang di desa ini. Ibunya pun seorang pendakwah. Apalagi kakak perempuannya, sudah jadi daiya tersohor. Siapa tidak mengenal keluarga mereka? Kamu mau bandingkan dengan Rey yang hanya seorang preman kampung? Babeh Rojali itu emang siapa sih di kampung ini? Sadar, Hana.” Hajah Husna bersikeras pada pendapatnya.

“Sudah ibu. Hana tidak ingin berdebat dengan ibu.” Tubuh Farhana merangsek memasuki rumah saat Hajah Husna menghalangi langkahnya di ambang pintu. Wanita itu tergugu. Dengan napas berembus berat, ia mendengus kesal. Semenjak mengenal Rey, watak keras Farhana mulai terlihat.

"Lihat saja! Kupastikan preman kampung itu tak bisa mendekati Hana!" gumamnya kesal.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status