“Abang akan pura-pura tertarik pada produk skincare yang pernah Sintya tawarkan ke abang. Abang akan undang dia ke mari. Kalau nanti dia hampir tiba, Hana ngumpet dulu di toilet, ya. Gimana?”
Tatapan sendu Farhana berubah berbinar. “Abang cerdas. Farhana semakin kagum sama abang.”Pujian yang dilontarkan gadis pujaannya membuat perasaan Rey berbunga-bunga. Selanjutnya lelaki itu mencoba menelpon Sintya. Syukurlah Sintya segera mengangkat telpon darinya.“Sintya menuju ke mari, Neng.” Raut wajah Farhana terlihat begitu senang mendengarnya.Sambil menunggu Sintya tiba, Reyjan dan Farhana menyantap hidangan di hadapannya. Kebetulan perut Farhana belum diisi sarapan. Gadis itu juga mengeluarkan bungkus plastik berisi pisang goreng dan termos cangkir berisi kopi yang sengaja ia siapkan untuk Reyhan.###“Abang tumben ajak Sintya ke sini.” Gadis seusia Farhana yang mengenakan dress lengan pendek dengan bawahan leging ketat itu duduk di hadapan Reyhan. Ia sedikit heran melihat piring dan gelas bekas sajian hidangan yang kosong. Mungkin bekas pelanggan sebelumnya, pikirnya saat itu. Reyhan terlihat sendirian saat itu.“Iya. Sekalian ada yang pengen abang obrolin. Penting banget.”“Oh gitu. Ya udah, abang to the point aja maksud Abang apa. Karena Sintya yakin abang nggak tertarik sama sekali dengan produk skincare yang Sintya jual.”Reyhan tersenyum dan tertawa kecil. Jemarinya sibuk mengirim pesan kepada Farhana supaya keluar dari persembunyian.“Tapi kalau obrolan abang soal perasaan abang ke Sintya, Sintya mohon maaf, Bang. Sintya cinta sama orang lain.”Mendengar penuturan Sintya, langkah Farhana yang hendak menghampiri terhenti. Reyhan menjadi gugup melihat ekspresi Farhana seperti menahan kecewa. Gadis itu hendak berbalik arah dan menuju parkiran.“Hana, tunggu!” Reyhan bergegas menuruni gazebo dan mengejar Farhana yang salah paham. Sementara Sintya terkaget dengan keberadaan sahabat yang sejak semalam didiamkan olehnya.“Sejak kapan kamu di sini, Hana?”“Aku ingin kamu rahasiakan ini. Dengarkan penjelasan abang baik-baik, Sintya.” Reyhan mengajak Farhana kembali ke gazebo. Ekspresi kesal terlihat dari raut wajah Sintya. Ia tampak tidak suka dan kesal.“Oh, jadi Bang Rey mau bantuin dia buat jelasin semuanya? Nggak perlu, Bang. Lagipula, dibayar berapa Abang buat belain pengkhianat kayak dia?” sinis Sintya.“Cukup, Sintya! Abang nggak mau ada kesalahpahaman lagi di antara kalian.”Sintya melirik tajam dan menghunus ke arah Farhana. “Hana adalah kekasih abang.”Tatapan Sintya sontak berubah menjadi kaget dan tidak percaya.“Kami sudah beberapa hari lalu memutuskan untuk menjalin hubungan secara sembunyi-sembunyi. Karena orang tua Hana sepertinya tidak menyetujui,” tambah Rey lagi.Tiba-tiba terdetik rasa bersalah di hati Sintya karena mencurigai sahabat yang begitu dipercayainya.“Perasaan abang ke kamu hanya sebatas kakak dan adik persepupuan. Tidak lebih.” Ucapan tegas Reyhan membuat Sintya menunduk malu karena terlalu percaya diri dan cepat menyimpulkan. Ia kira selama ini Reyhan jatuh cinta padanya. Tapi, ternyata sahabatnya."Bang Rey, aku..."Belum sempat Sintya bicara, Farhana langsung menyela, “Sin, kenapa kamu bisa menyimpulkan kalau aku berkhianat?”Mata Hana yang berkaca-kaca membuat Sintya menunduk.“Seseorang menyampaikan pesan kepadaku. Katanya, malam di saat aku tidak datang kajian, Usman mengantar kamu pulang,” ucap Sintya mencova membela diri.“Siapa yang berkata seperti itu, Sintya?” tanya Farhana.Sintya tak menjawab. Hal ini membuat Reyhan menghela napas. “Malam itu, abang sebenarnya kebetulan bertemu Farhana dan Usman di pertigaan. Abanglah yang mengantar Farhana pulang, bukan Usman karena abang nggak mau gadis pujaan abang ditemani lelaki seperti Usman, Sin.” Nada bicara Reyhan sedikit berintonasi tinggi.“Katakan dengan jujur, siapa yang melaporkan macam-macam soal Farhana?”Mendengar pertanyaan Reyhan yang terkesan mengintimidasi, Sintya ketakutan. Akhirnya ia memberanikan diri menjawab dengan jujur. “Sarah, Bang.”“Apa?!” Farhana dan Reyhan terkejut. Keduanya saling menoleh dan tidak menyangka Sarah di balik semua ini. Pantas saja sikap Sarah semalam begitu aneh. Seperti menyembunyikan sesuatu.Tapi ... untuk apa Sarah membuat hubungan Farhana dan Sintya terlibat konflik? Apa yang direncanakan gadis itu sebenarnya?“Bang, kenapa Sarah tega memfitnahku hingga hubunganku dengan Sintya merenggang begini ya?”Kini Sintya sudah pulang setelah diberi penjelasan oleh Reyhan dan Farhana. Tinggallah mereka masih menikmati hari di pemancingan ini.Sebentar lagi memasuki waktu Zuhur. Keduanya sambil bersiap salat di musala.“Abang rasa itu karena Sarah cemburu padamu. Sebagai lelaki, abang bisa melihat keseriusan Usman mengejarmu. Hingga membuat Sarah cemburu. Bisa juga ada sesuatu di balik ini semua yang dirahasiakan, bukan?”Farhana mengangguk. Kemudian keduanya berjalam beriringan menuju musala yang masih berada di lokasi pemancingan. Sengaja disediakan oleh pemilik supaya karyawan dan pengunjungnya tidak ada alasan untuk meninggalkan salat. Kecuali yang uzur.Ketika melewati dapur restoran, seorang bapak menegur Reyhan karena mengenalinya.“Reyhan putranya Babeh Rojali yah? Cucunya Kyai Subki?” tanya bapak itu. Pertanyaan terakhir bapak itu sontak membuat Farhana terkejut. Reyhan cucu seorang Kyai yang namanya tidak asing di telinga Farhana. Gadis itu mengingat-ingat meskipun kesulitan.Reyhan mengangguk. “Iya, Pak. Bapak ini ...?”“Saya pemilik restoran ini. Panggil saja Pak Hasan. Mari kita salat berjamaah di villa saya saja. Yuk.” Bapak bernama Hasan yang ternyata pemiliki pemancinngan dan restoran ini mengajak keduanya memasuki area terpisah yang letaknya tidak begitu jauh. Memasuki area berprivasi yang tertata dengan rapi dan apik membuat Farhana dan Reyhan takjub.“Ini vila pribadi keluarga kami. Rencananya, di lahan yang kosong dekat pemancingan juga akan dibuat vila khusus disewakan. Tapi masih tahap pembebasan lahan. Saya masih kesulitan bernegosiasi harga dengan warga sekitar.”“Apik banget loh, Pak. Rapi sekali tatanannya,” puji Farhana.“Iya, cocok buat bulan madu juga loh,” ujar Pak Hasan sedikit menyindir. “Nanti kalau kalian menikah, saya hadiahkan bulan madu gratis di vila ini selama satu minggu full dan free servis deh. Makan juga gratis. Tapi ini hadiah untuk kalian berdua saja.”“Wah, merepotkan Pak Hasan kalau begitu,” sahut Reyhan. Wajahnya memerah. Farhana semakin terpesona melihat aura pemuda yang berada di sampingnya ini.“Tidak merepotkan sama sekali. Justru saya banyak berhutang budi pada babeh Rojali dan Kyai Subki. Mari, mari, silakan masuk.” Pak Hasan meminta kedua pemuda ini memasuki sebuha musala pribadi yang begitu cantik.Farhana begitu takjub melihat ornamen dan desain musala yang begitu memukau ini. Tiba-tiba terbayang indahnya bulan madu di vila pribadi milik Pak Hasan ini.“Kamu ngapain mesem-mesem begitu, Neng?” teguran Reyhan membuat lamunan Farhana buyar. Ia jadi salah tingkah dan buru-buru menuju tempat berwudu.###“Sarah di mana, Sin?” tanya Farhana pada Sintya yang bersandar di salah satu tiang masjid sambil memainkan ponsel. Sepertinya ia sibuk chatting dengan seseorang. Gadis yang ditanya itu celingukan ke sekeliling sambil mengedikkan bahu.Farhana mengambil duduk di sebelahnya lalu bertanya kembali, “Chattingan sama Usman?”Dari ujung mata, ia dapat melihat wallpaper wajah Sintya dan seorang lelaki berpeci yang wajahnya ditutupi sorban.Dari postur tubuhnya, Farhana menduga lelaki itu adalah Usman. Ia paham betul siapa Sintya yang sangat sulit ditaklukan hatinya. Tak mungkin gadis itu sembarang memasang foto berduaan seperti itu.Hanya saja, belum sempat mendapat jawaban, hasrat ingin buang air kecil muncul.Jadi, Farhana berjalan sedikit cepat menuju toilet.Di pintu masuk, dirinya berpapasan dengan Sarah yang terlihat panik dan pucat.Farhana ingin bertanya, tapi ia sudah kebelet. Sarah juga terlihat begitu terburu-buru.Jadi, ia pun langsung masuk ke toilet. Hanya saja, mata Farhana melihat sesuatu benda mencurigakan di tong sampah.Begitu, hasratnya selesai ditunaikan, Farhana pun melongok ke dalam tong sampah yang isinya hampir setengahnya."Astaga!" Gadis itu terperanjat hampir berteriak, namun segera ia membekap mulutnya sendiri. ‘Testpack siapa ini?" Farhana masih terdiam beberapa saat.Farhana merenungi kejadian janggal yang dialaminya saat di rumah Pak RT tadi. Reyhan yang menyadari jika istrinya tengah memikirkan sesuatu itu pun mencolek hidung bangirnya.“Isengnya mulai keluar lagi deh.” Farhana merengut manja.“Lagian dari tadi bukannya tidur atau melayani suami, ini malah melamun.”Farhana yang tengah berbaring pun mengubah posisinya. Ia bangkit dan duduk di samping suami sambil memeluk bantal.“Bang ... ada kejadian aneh dan janggal yang Hana rasakan tadi di rumah Pak RT. Tepatnya di kamar Sarah.“Janggal bagaimana?” Reyhan membetulkan posisi sandarannya. Ia bersiap menyimak cerita istrinya saat itu.Lalu Farhana pun menceritakan kronologi kejadian mistis yang dialaminya tadi dengan lengkap tanpa terlewat satu adegan pun.“Kamu yakin, Dik, apa yang dilihat tadi itu penampakan?”“Yakin atuh, Bang. Otakku masih jernih, kok. Bisa bedakan mana kejadian nyata dan tidak nyata.”“Iya, abang percaya apa yang diceritakan olehmu itu nyata. Tapi ... ada maksud d
Area penemuan mayat Bu Ratna sudah diberi garis polisi. Polisi yang menyelidiki kasusnya menemukan banyak kejanggalan pada lokasi juga pada tubuh Bu Ratna. Pak RT dan Sarah langsung menuju lokasi setelah memastikan ke rumah sakit jika memang benar itu adalah mayat istri dan ibu mereka.Ayah dan anak itu masih menahan sakit, ketika mendapati mayat itu benar Bu Ratna. Tambah lagi ketika mereka tiba di lokasi di mana tubuh Bu Ratna ditemukan sudah membusuk.Ada rasa penyesalan mendalam di dalam hati Pak RT. Seandainya ia dari awal melaporkan hilangnya Bu Ratna, mungkin tidak akan seperti ini kejadiannya. Namun saat itu ia hanya mengira jika Bu Ratna kabur entah ke mana. Sayang, nasi telah menjadi bubur. Waktu tak dapat diputar kembali.Berita duka ini sudah sampai ke telinga warga. Mereka kembali bahu-membahu membantu Pak RT menyiapkan segala keperluan. Seperti saat berita kematian Usman menyebar beberapa hari lalu.Usman yang ikut ke lokasi bersama ayahnya, mendekati Sarah yang masi
“Kudengar Usman sudah melamar Sarah saat masih di rumah sakit, Sin,” ujar Farhana saat saudara suaminya tengah membantu merapikan undangan pernikahan. Sekitar semingguan lagi resepsi Farhana dan Reyhan digelar, malam ini mereka akan menyebarkan undangan ke tetangga dan kerabat yang dekat. Untuk tamu undangan yang lokasinya sulit dijangkau, Farhana hanya mengirim undangan online melalui media sosialnya.“Iya, Hana. Alhamdulillah, aku senang sekali begitu mengetahui kabar itu langsung dari Sarah. Akhirnya mereka menikah juga.” Sintya tersenyum riang. Sama sekali tidak ada kecemburuan pada dirinya mengetahui berita itu.“Kamu nggak cemburu, Sin?” goda Farhana.“Apa?! Aku cemburu? Nggak lah, Hana.” Sintya menyikut lengan Farhana. “Lagian, aku sudah punya gebetan baru loh,” imbuh Sintya membuat Farhana menoleh cepat. Sepertinya kecurigaan Farhana akhir-akhir ini akan segera terjawab.“Siapa tuh? Kayaknya aku tahu deh,” ledek Farhana. Gadis itu melirik dengan tatapan meledek.“Apa aih?
Jenazah Usman yang terbangun tiba-tiba membuat warga di dalam rumah Ustaz Arfan yang sedang melayat kaget dan ketakutan. Sebagiannya keluar sambil lari terbirit-birit. Mereka berlarian tunggang langgang tak tentu arah.Usman keheranan melihat ke sekitarnya sudah ramai orang. Lalu pemuda itu memerhatikan dirinya sendiri. Tubuhnya sudah dikafani. Hidungnya pun disumbat kapas. Noda darah pada kain berwarna putih di bagian dadanya mengeluarkan bau yang cukup menyengat hingga membuat pemuda itu muntah.Keluarga Usman dan beberapa warga yang masih tinggal dalam ruangan membantu melepaskan kafan dan memakaikan pemuda itu pakaian. Ummi Yumna menangis terharu, melihat keajaiban anaknya hidup kembali. Wanita itu bersujud syukur atas kehidupan kedua untuk putranya.Farhana dan Sintya yang penasaran melongok ke dalam rumah. Keduanya terperangah menyaksikan Usman yang tengah duduk dan dilepaskan kain kafannya. Setelah Usman beres dipakaikan baju dan sarung, kedua gadis itu masuk dan menghampiri.
Berita kematian Usman sudah terdengar di seluruh penjuru. Pagi ini jenazahnya akan tiba di rumah duka dengan diantar ambulan. Desas-desus pun mencuat. Beberapa warga berbisik-bisik membicarakan kelakuan Usman semasa hidupnya.“Ela juga sering banget digangguin ustaz gadungan itu, Ibu-Ibu. Sering dichat, diajak jalan-jalan malam mingguan loh,” ujar Ela saat menjajakan jamu di depan warung Mpok Romlah.“Masak, sih, La? Bukannya Usman seleranya tinggi ya?” cibir Bu Eha, yang suaminya sering menggoda Ela di belakang dirinya. Bu Eha benci bukan main pada penjual jamu yang keganjenan itu. Apalagi kalau Ela sudah berlenggak-lenggok hingga membuat mata para bapak-bapak di kampung ini melotot. Bukan main kesalnya wanita itu hingga pernah suatu ketika kedua wanita itu bertengkar dan saling jambak.“Ih, Ela kan memang kesukaan para pria yang berselera tinggi, Bu Eha. Emangnya situ. Suaminya sendiri kepincut sama Ela, kan?” Gadis yang sudah tidak perawan itu balas menyindir.Sebelum terpancing
Pak RT kelimpungan. Sudah mencari ke seluruh penjuru kampung tapi tak juga menemukan putrinya. Pria itu begitu ketakutan, khawatir anak semata wayangnya itu berbuat nekat. Dalam kondisi seperti ini ia tak habis pikir pada sang istri yang sama sekali tidak peduli. Bahkan wanita itu kabur meninggalkan rumah dan keluarganya. Entah apa yang dipikirkan wanita itu. Pak RT merasa keluarganya selama ini begitu harmonis. Dirinya selalu menutup telinga dari perbincangan orang sekitar mengenai sikap istrinya di luar rumah.“Saya harus mencari kemana lagi, Kyai? Saya khawatir Sarah nekat melakukan hal membahayakan.” Pak RT mencoba meminta pendapat seseorang yang dianggapnya tetua itu. Berkali-kali ia mengusap wajahnya. Peluh mulai membanjiri. Air muka Kyai Subki begitu tenang dan teduh mendengarkan keluh kesah lelaki yang menjabat perangkat kampung itu.“Kita tetap akan melapor pada polisi. Tapi tenangkanlah dirimu, Roji. Dalam kondisi panik, kita tidak akan bisa berpikir jernih,” nasihat Kyai