DIKIRA SUAMI PENGANGGURANBab 13πππ"Heh Yuni! Dasar kurang ajar kamu ya!" teriak Ibu di belakang.Kubiarkan saja, males banget.Tok tok tok.Suara pintu depan diketuk. Gegas kubuka. Ternyata suamiku yang datang."Oooh bagus ya Abang, dari mana aja semalaman, hah?" cecarku sambil melipat kedua tangan di dada.Suami nyengir, lalu menggaruk kepalanya."Hehe itu ... anu ... Yun, temen Abang ada yang sakit semalam, jadi Abang disuruh ke sana," jawabnya sambil cengengesan."Hiiih malah ketawa lagi, temen yang mana? Bohong ya Abang? Sebenernya Abang habis begadang gak jelas 'kan di pos?" cecarku lagi.Suami meremas wajahnya."Begadang gimana si Yun, orang Abang serius jagain temen, itu temen Abang lagi sakit di rumah sakit."Aku diam menatapnya penuh selidik, keayaknya sih ini laki lagi gak bohong deh, soalnya wajahnya kayak sedih dan kelihatan frustasi gitu."Ya udah kalau gitu Abang mandi sana, hari ini mau kerja gak?""Enggak Yun, Abang gak kerja mau ke rumah sakit lagi.""Oh ya udah
DIKIRA SUAMI PENGANGGURANBab 14πππ"Gitulah Yun, kayaknya dia tuh frustasi gitu sejak ditinggal ayah dan ibunya.""Ya ampuun kasihan dia Bang, udah sana pergi kalo gitu.""Enggak! Apaan sih kamu Yuni? Percaya aja sama laki, lagian kalaupun bener itu orang bunuh diri, ya biarin aja sih itu 'kan urusan orang lain," tampik Ibu."Udah Bang, gak usah didengerin Ibu mah, sana pergi."Ibu menyeringai. Sementara itu Bang Wija akhirnya pamitan."Ya udah Abang ke rumah sakit sekarang ya Yun.""Ya, Bang."Setelah kucium punggung tangannya, Bang Wija pun gegas pergi."Jangan lupa beli mie instan sekardus Wija!" teriak Ibu.Dih dasar aneh. Tadi aja suamiku dihina-hina, sekarang malah minta dibeliin mie sekardus. Orang tua macam apa yang kayak begitu? Kesel banget aku."Apa lihat-lihat?!" sengit Ibu Saat ia menyadari aku tengah menatapnya tak suka."Katanya Bang Wija itu menantu yang gak berguna, pemalas, pengangguran tapi tetep aja minta dibeliin mie instan," ketusku sambil kembali pergi ke d
DIKIRA SUAMI PENGANGGURANBab 15πππCepat kubuka lagi pintu kamar, kutengok mereka bener-bener lagi nyicipin rendang buatanku di kwali."Iiih ini kok enak banget Na? Gak kayak kamu yang biasa bikin, kurang bumbu," kata Ibu sambil terus menyolek bumbu rendang buatanku dari kwali. Aku terikik."Hiih Ibu nih kok ngomongnya gitu sih?" kata Mbak Viona kesal, ia lalu pergi keluar lewat pintu belakang."Naaa, Vionaaa tunggu!" Ibu cepat mengekor mengejar Mbak Viona yang sedang ngambek karena ucapannya.Sementara aku terus terkikik puas sambil memegangi kulit perut.Puas nguping dan ketawa cekikikan aku menelepon suami."Bang, rumah sakitnya di mana sih?""Kenapa emang Yun?""Yuni mau ke sana anter makanan buat Abang.""Rumah sakit Sari Asih, tapi kamu gak usah ke sini Yun, biar Abang beli aja banyak kok di sini.""Yuni udah masak rendang Abang, sayang kalau cuma dimakan bertiga, sisa banyak ini.""Kasih ke ibu sama Mbak Viona aja Yun.""Dih ogah, mereka udah punya sop jamur kok.""Ya udah
DIKIRA SUAMI PENGANGGURANBab 16πππ"Heh Yuniii, dasar pelit kau!" teriak Mbak Viona.Aku terkikik, makin dia kesal makin puas rasanya hatiku. Rasain tuh Mbak Viona, emangnya enak gak dikasih makanan? Siapa suruh dia pelit.Aku pun membawa minuman dan kue basah itu ke depan. Boris dan karyawannya masih ada di sana, mereka sedang mengobrol tentang lokasi yang akan dipasang tenda nanti."Maaf Ya Ris ibu sama saudara tiriku emang begitu, tadi kalian gak dikasih minum." Meski malu bukan main aku tetap berbasa-basi."Gak apa-apa Yun, aku ngerti kok."Aku dan Boris pun mengobrol sampai sampai waktu Dzuhur tiba. Setelah Dzuhur barulah mereka pamit pulang, mereka bilang nanti mereka akan pasang tenda 3 hari sebelum hajat.Aku setujui aja gimana baiknya.Setelah Boris dan temannya pulang akupun istirahat di kamar, tak lama terdengar seseorang mengucap salam.Baru saja akan membuka pintu kamar, ibu terdengar sudah lebih dulu datang dan membuka pintu depan."Eehh Mbak Ovi, ayo ayo masuk," aj
DIKIRA SUAMI PENGANGGURANBab 17πππ"Oke, nanti saya ke rumah ya diukur dulu.""Aih gak usah, nanti saya bawa contoh bajunya ajalah, Kang."Tentu aku menolak karena bahaya kalau sampe mereka tahu aku lagi jahit baju di Kang Dodit.Sengaja aku gak jahitin mereka baju. Abisan kesel, siapa suruh mereka juga gak beliin aku gamis? Mana pakek nyuri duit bapak diem-diem pula hih kesel.Aku hanya pesan 2 dres buat aku dan Mala tentunya. 3 baju kemeja buat bapak, suamiku dan suaminya Mala nanti."Oh ya udah, bawa aja ke sini contoh ukurannya.""Siap, Kang."Selesai dari tempatnya Kang Dodit aku langsung pulang.***Esok harinya.Mbak Viona datang seperti biasa."Heh Yuni, kapan kamu mau ukur kami?""Ukur buat apaan? Liang lahat?" ketusku."Heh kalau ngomong tuh suka sembarangan ya kamu," balasnya tak terima."Ya terus?""Buat seragaman keluarga lah, kamu kira buat apa?" Mbak Viona mulai ngotot."Tahu ih otaknya kamu taro di mana sih? Di udel kali," sahut Ibu sama ngototnya.Alisku terangka
DIKIRA SUAMI PENGANGGURANBab 18πππSuami meremas wajah lalu menarik napasnya dalam-dalam."Yuun Abang 'kan udah bilang, dia itu temen Abang. Abang kenal dia udah lama bahkan sebelum Abang kenal sama kamu, terus kenapa Abang rela jagain dia sampe bermalam-malam? Karena dia gak punya keluarga Yun, dia sebatang kara sekarang.""Emang dia dari mana? Kok bisa dia hidup sebatang kara begitu?" tanyaku lagi dengan mata tajam."Yun perlu kamu tahu, sebenernya dia itu-"Kring kring kring.Ucapan suami terpotong saat ada suara ponsel yang berdering. Kutengok kiri kananku, ponsel kami gak ada yang nyala terus itu ponsel siapa?"Hape siapa yang nyala?" tanyaku curiga.Suami cepat mengambil ponsel yang berdering itu dari saku celananya. Ooh baguus ... baguus banget, suamiku punya dua hape rupanya."Hallo, iya? Apa? Oke oke saya ke sana."Belum sempat aku bertanya soal ponsel itu, suami sudah buru-buru bangkit mengambil jaketnya."Bang, ini ada apa? Mau kemana lagi sih?""Maaf Yun, Abang mau ke
DIKIRA SUAMI PENGANGGURANBab 19πππ"Di rumah si Jessica lagi minta oleh-oleh, kenapa? Kamu mau, hah?!""Bapak masuk rumah sakit Mbak, ibu malah kelayaban dari pagi sampe sore gini, suruh dia pulang, urus tuh rumah kalau ibu masih mau jadi istrinya bapak," tandasku kesal.Kututup sambungan telepon dengan asal.-Malam hari. Kupikir ibu atau Mbak Viona bakal dateng ke rumah sakit nungguin bapak. Tapi gak ada satu pun di antara mereka yang memunculkan batang hidungnya. Gak tahu kenapa, heran banget aku sama keluarga model begitu, gak ada simpatiknya sedikitpun."Mal, kamu besok kerja 'kan? Pulang aja gih istirahat.""Enggak Mbak, 'kan Mala udah cuti mau nikah," jawabnya."Syukurlah kalau gitu, kamu bantuin Mbak jagain Bapak di sini ya Mal.""Iya Mbak, tentu aja."Aku sedikit lega karena Mala ternyata libur kerja mulai besok, dengan begitu bapak pasti ada yang jagain."Mal, Mbak mau ke luar sebentar ya, temen Bang Wija ada yang dirawat di sini juga, sebenernya Mbak niat mau ikut jaga
DIKIRA SUAMI PENGANGGURANBab 20πππ"Dasar gak tahu malu!" sengitku.Tangan si Nayla makin kuat, ia mendorong sebagian tubuhku ke luar jendela, sementara hembusan angin malam langsung menampar pipiku."Jangan sok jago kau Yuni, aku dorong baru tahu rasa kau!" teriaknya."Nayla jangan Nay, istighfar. Dia itu istrinya Abang." Suami memelas dengan raut cemas dan panik."Mundur! Sekali saja Abang melangkah, Nayla bakal beneran dorong dia!!"Wajah suami makin panik dan pias. Berkali-kali ia menggosok kepala dan meremas wajahnya."Abaang cepat pergi keluar, minta bantuan!" teriakku.Sontak saja tangan si Nayla mencekik leherku kuat-kuat."Yuniii!"Dengan panik suami pun berlari ke keluar."Lep-pasin aku Nay-la," sergahku dengan napas tercekat."Apa? Lepaskan? Hahaha jangan harap Yuni! Gara-gara kehadiranmu cintaku bertepuk sebelah tangan, kamu merebut Bang Wijaya, kamu udah mengambilnya dariku!" teriak si Nayla makin kesetanan."Ak-ku gak tahu apa-apa soal itu Nayla." Sekuat tenaga aku