Home / Romansa / Dikontrak Cinta Dosen Duda / 1. Chapter 1 : Desakan Untuk Menikahi

Share

Dikontrak Cinta Dosen Duda
Dikontrak Cinta Dosen Duda
Author: Raynasha

1. Chapter 1 : Desakan Untuk Menikahi

Author: Raynasha
last update Last Updated: 2025-02-22 23:43:44

“Kapan sih, kamu mau menikah?!” pertanyaan itu sekonyong-konyong datang, saat seorang pria berusia tiga puluh empat tahun, baru saja menginjakkan kaki ke dalam rumah.

Damar yang terlihat sudah lelah setelah menyelesaikan semua pekerjaannya, dan ingin segera bertemu dengan putri kecilnya. Malah disambut dengan sebuah pertanyaan—yang bahkan ia sendiri sudah terlalu muak untuk menjawabnya. 

Pria itu bergeming menatap sang ibu. Tidak ada niatan untuk membalas pertanyaan itu, karena ia sudah tahu jika hal itu tidak akan berakhir dengan satu pertanyaan jika dia menjawabnya. 

“Damar …!” Bu Mustika menatap putranya lurus. “Kamu dengar Ibu nggak, sih?!” tanyanya dengan nada frustasi. 

“Dengar Bu,” jawab Damar pelan mengalah. Kemudian ia duduk di salah satu sofa single di seberang sisi sang ibu berdiri, sambil melonggarkan dasinya dan melepas kancing lengannya serta menggulung lengan bajunya itu hingga ke siku. 

“Ya terus kapan?” Bu Mustika ikut mengambil duduk, di sofa panjang dekat dengan tempat duduk Damar. “Kapan kamu nikah, Damar?” tanyanya lagi, kali ini dengan nada yang lebih mendesak. 

Menghela napas pelan, Damar menatap ibunya. “Aku kan sudah menikah, Bu? Apa Ibu lupa, kalau aku sudah punya istri?”

“Damar …” Bu Mustika tidak bisa berkata-kata, dia tidak menyangka dengan apa yang dipikirkan oleh anak semata wayangnya itu.

“Bu, aku sudah bukan anak kecil lagi! Aku cuma mau hidup bersama anakku. Aku nggak perlu untuk menikah lagi, karena aku sudah merasa cukup!” Damar mencoba meredam suaranya yang hampir meninggi.

Kini giliran sang ibu yang menghela napas. Rasanya sudah lelah sekali, menyuruh putranya itu untuk menikah. Entah apa yang membuat anaknya itu sulit untuk membuka hati bagi wanita lain. 

Damar menyentuh punggung tangan sang ibu. “Sudah ya? Ibu nggak perlu khawatir lagi. Aku sudah bisa urus diri aku sendiri dan anak aku.”

“Kamu benar-benar keras kepala, Damar!” teriak Bu Mustika kesal.

“Bu—,” Damar mencoba menenangkan sang ibu.

“Ibu dan Bapakmu itu sudah tua, Damar. Setiap hari kami selalu memikirkan nasibmu dan juga anakmu. Bagaimana kalau kami sudah nggak ada, siapa yang bakal merawat kamu? Merawat anak kamu?!” ungkap Bu Mustika dengan sepenuh hati.

Damar terdiam, inginnya mengumpat tapi ia tahan. Sudah lelah bekerja seharian penuh, dan masih harus menghadapi ibunya yang lagi-lagi menanyakan hal yang sama—berulang kali. 

“Sudah lima tahun berlalu, dan kamu masih betah menyendiri. Apa kamu tidak iri dengan teman-teman kamu?! Mereka semua sudah memiliki pasangan. Sedangkan kamu?”

Damar kembali menghembuskan napas kasar. “Aku juga sudah punya pasangan Bu!” sanggah Damar, yang membuat Bu Mustika menatap nanar ke arah sang anak.

“Astaga,” Bu Mustika menunduk. Kepalanya mendadak pening sekali. “Ini sudah lima tahun Damar. Kamu nggak seharusnya terus menerus berkabung. Istrimu juga di sana pasti akan mengerti, kalau kamu butuh seorang pendamping!”

“Ibu!” pekik Damar yang tidak suka dengan ucapan sang ibu.

“Kenapa? Yang Ibu katakan itu memang benar!” tantang Bu Mustika untuk menyadarkan anaknya.

“Damar lelah, Bu!” ucap Damar berusaha mengakhiri perdebatan itu.

“Ibu jauh lebih lelah, Damar. Apa kamu nggak memikirkan orang tua dan anak kamu? Mau sampai kapan kamu begini terus, Damar?” tanya Bu Mustika dengan suara tercekat.

Damar mengusap wajahnya menggunakan tangan kanannya. Rasa lelahnya kini bertambah menjadi dua kali lipat. 

“Damar …,” Bu Mustika memegang lengan putranya. “Kalau kamu memang nggak mau melakukan ini demi Ibu, maka lakukanlah demi anakmu!”

“Bu, kami baik-baik saja. Hidup kami juga berjalan seperti biasanya. Ibu nggak perlu mengkhawatirkan apapun lagi, sekalipun aku memutuskan untuk tidak menikah lagi!” jawab Damar tegas, seakan tidak ada yang bisa merubah keputusannya.

“Tapi—”

“Sudah ya Bu, Damar ke kamar dulu!”

Pria itu memilih untuk beranjak dari duduknya, dan meninggalkan sang ibu. Ia tidak ingin terus menerus memperdebatkan hal yang sama dengan ibunya. 

***

Di dalam kamarnya, Damar duduk di tepi ranjang. Ia menatap ranjang berukuran king size itu dengan nanar. Rasanya memang kosong dan hampa. 

Hidupnya kini hanya ia pusatkan kepada putrinya saja. Damar merasa tidak ada salahnya hidup menduda, selama tidak merugikan orang lain. 

Lagi pula, pintu hati Damar sudah tertutup untuk wanita manapun. Ia tidak ingin menyakiti hati perempuan lain, dengan masih menyimpan perasaan untuk mendiang sang istri. 

Pria itu mengambil sebuah bingkai foto yang ada di atas nakas. Foto itu adalah, foto pertama yang ia ambil bersama mendiang istrinya. Saat itu mereka baru saja meresmikan hubungan mereka. 

Damar mengusap gambar wanita yang sedang tersenyum cantik ke arah kamera. Dengan senyum getir, Damar menatap ke arah mata yang terlihat penuh cinta itu.

“Aku nggak harus nikah lagi kan, Sayang?” gumamnya lirih. “Aku cuma mau sehidup semati sama kamu. Anak kita juga baik-baik saja selama ini.”

“Kenapa semua orang menyuruhku untuk menikah? Nggak ada yang salah kan, kalau aku tetap seperti ini, sampai Tuhan menakdirkan kita untuk bertemu lagi? Iya kan, Sayang?”

Mata Damar mulai berkabut. Ada gejolak yang membuatnya semakin mendekap erat bingkai foto itu. 

“Apa kamu nggak bisa balik lagi ke sini, Sayang? Temani aku dan anak kita. Kami sangat merindukan kamu. Terutama aku.”

Begitulah seorang Raden Damar Soemitro, yang selalu mengagungkan cintanya hanya untuk mendiang sang istri. 

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Dikontrak Cinta Dosen Duda   2. Chapter 2 : Butuh Sosok Seorang Ibu

    Damar baru saja menyelesaikan rapat internal pagi ini. Setelahnya ia berniat untuk pergi ke kampus. Tapi saat hendak beranjak, sang asisten tiba-tiba bersuara. “Bapak sudah mau pergi?” tanyanya hati-hati.“Ya.”Sejenak sang asisten ragu untuk mengatakan, karena bosnya itu terlihat sedang tidak bagus moodnya. “Ada yang mau kamu katakan?” Damar sepertinya paham, jika asistennya itu sedang ingin mengatakan sesuatu. “Anu Pak, tadi … Ibu mengabari jika Bapak harus pulang sekarang,” ucap Aidan—asisten Damar.Kening Damar berkerut. Kemudian pria itu melihat ponselnya, banyak sekali panggilan masuk dari ibunya. Ia kembali menghela napas pelan. “Apa kamu tahu, beliau mau apa?” tanyanya pada sang asisten.“Ini tentang Non—”Belum sempat Aidan menjelaskan, ponsel bosnya itu sudah berdering. “Ya, Bu. Ada masalah?” tanya Damar. “Lebih baik kamu cepat pulang sekarang, Damar. Anakmu demam!”“Ya, aku segera pulang.”Damar langsung menatap sang asisten. “Kamu pastikan pekerjaan mereka selesai ha

    Last Updated : 2025-02-24
  • Dikontrak Cinta Dosen Duda   3. Chapter 3 : Mahasiswa Bermasalah

    Setelah setuju untuk kembali menikah, Damar mengira jika dirinya akan selesai untuk didesak. Nyatanya, tidak. Seperti pagi ini, Damar hendak pergi ke kantor sebelum dirinya pergi ke kampus. Tapi ibunya sudah kembali melayangkan sebuah pertanyaan. “Kamu beneran mau menikah, kan?” tanya sang ibu, yang kini sedang menatap Damar.Damar sampai harus menghela napas pelan. Tangannya terulur mengusap belakang kepala putrinya, yang tengah asyik menikmati roti selai cokelat miliknya. Ia berganti menatap ibunya, yang kini menatapnya penuh harap. “Kan aku sudah bilang kemarin, Bu? Pokoknya Ibu nggak perlu khawatir lagi,” ujarnya.“Tapi Ibu masih penasaran, dengan siapa kamu mau menikah?” tanya Bu Mustika. “Maksud Ibu, kamu nggak kelihatan sedang dekat dengan perempuan manapun. Dan satu-satunya perempuan yang dekat dengan keluarga kita, cuma Mega.”“Dengan siapa aku akan menikah, Ibu nggak perlu khawatir. Yang jelas, aku bakal menikah sesuai dengan kemauan Ibu,” kata Damar. “Tapi—”“Kecuali de

    Last Updated : 2025-02-24
  • Dikontrak Cinta Dosen Duda   4. Chapter 4 : Ide Gila Damar

    Jika ada orang yang ingin berteriak seperti manusia dengan gangguan mental, maka itu adalah Damar.Damar menghela napas pelan, menatap gadis cantik yang duduk di depan mejanya. “Kembali ke tempat dudukmu!” ujarnya tegas, sembari menyerahkan lembar evaluasi milik gadis itu.“Terimakasih Pak!” kata gadis itu, yang sama sekali tidak ada takut-takutnya dengan sang dosen.Dari tempat duduknya, Damar menggelengkan kepalanya. Benar-benar tak habis pikir dengan kelakuan mahasiswanya.Sementara Kinanti, mendapat tatapan dari beberapa teman sekelasnya. Tapi gadis itu benar-benar tidak peduli.Sambil menyimpan lembar evaluasinya ke dalam tas, Kinanti tetap bersikap tenang seperti biasa.“Buset, berani banget lo ngomong begitu ke Mas Damar!” bisik Adrian, yang duduk di samping Kinanti.Kinanti tersenyum tipis, ia melirik Damar yang tengah memanggil mahasiswa yang kasusnya sama seperti dirinya.Kinanti mengangkat bahu. “Biar nggak kaku banget, Yan. Lagian Kakak sepupu lo itu, apa nggak cepat tua,

    Last Updated : 2025-02-25
  • Dikontrak Cinta Dosen Duda   5. Chapter 5 : Sebuah Penawaran

    Damar menjabat tangan kliennya, ia tersenyum puas dengan hasil meeting kali ini. Mereka pun berjabat tangan, sebelum akhirnya meninggalkan Damar dan sang asisten di sana.“Kamu langsung balik ke kantor saja, aku masih ingin di sini!” ujar Damar. Pria itu menyesap sedikit minumannya, ia ingin sedikit menenangkan dirinya sejenak di kafe ini.“Iya Pak?” tanya sang asisten tidak mencoba memastikan apa yang didengarnya.“Kamu, balik ke kantor dan selesaikan pekerjaan kamu! Aku mau di sini dulu sebentar,” Damar terpaksa mengulang kembali perintahnya kepada sang asisten.“Baik Pak!” jawab Aidan. “Apa nanti perlu saya hubungi Ramdan untuk menjemput Bapak?” tanyanya.“Tidak perlu,” jawab Damar. “Kamu tinggalkan saja mobilnya di sini!”Aidan kembali mengangguk, tanpa perlu dijelaskan lagi ia sudah paham dengan apa yang harus dilakukannya.Dan sepeninggal sang asisten, Damar kembali membuka tablet dan mulai mengerjakan sesuatu di sana, sebelum akhirnya pria itu menangkap sosok yang sangat famili

    Last Updated : 2025-02-25
  • Dikontrak Cinta Dosen Duda   6. Chapter 6 : Meminta Alasan

    Kinanti mengerjapkan matanya dengan cepat. Gadis itu berusaha untuk mencerna semua yang baru saja dikatakan oleh sang dosen. Penawaran? Penawaran seperti apa yang dimaksudkan oleh pria itu? Pertanyaan itu terus berputar dalam benak Kinanti. Hingga lamunan gadis itu buyar, saat mendengar suara Damar.“Bagaimana Kinanti?” tanya Damar, membuyarkan lamunan gadis itu.“Huh!” Kinanti sedikit terkesiap. “Maksud Bapak … penawaran seperti apa?” tanya gadis itu.Damar menghela napas pelan, ia menatap Kinanti lurus. “Saya ingin kita melakukan kerja sama. Kita harus berpura-pura menjadi pasangan.”Hampir saja rahang Kinanti terlepas dari tempatnya, saking ia terkejut mendengar penuturan Damar.Berpura-pura menjadi pasangan?Apa dosennya itu sudah gila?Sementara dari tempat duduknya, Damar memperhatikan Kinanti. Ia mencoba mencari tahu reaksi gadis itu, dan wajar saja jika gadis itu akan merasa terkejut.Mereka memang tidak sedekat itu, meskipun keluarga Kinanti adalah kolega bisnis keluargany

    Last Updated : 2025-03-10
  • Dikontrak Cinta Dosen Duda   7. Chapter 7 : Isi Surat Perjanjian

    Kinanti masih terdiam, gadis itu bahkan masih mencerna dengan apa yang baru saja Damar bicarakan.Dan lagi, tangannya masih memegang lembaran kertas yang berisi perjanjian yang dibuat oleh pria itu.“Bagaimana?”Suara Damar yang memecah keheningan, membuat Kinanti sedikit terkesiap.Gadis itu menggeleng pelan. “Saya masih tidak mengerti dengan semua ini, Pak.”“Bagian mana yang tidak kamu mengerti?” tanya Damar.“Kenapa Bapak harus sampai begini?” tanya Kinanti. “Bapak bisa menolak perjodohan itu, dan berikan alasan Bapak kepada keluarga Bapak.”Benar kan?Semua hal bisa dibicarakan dengan baik-baik, dan tidak sampai harus mengambil jalan pintas seperti Damar ini.Bukan apa-apa, Kinanti masih ragu lantaran ia sendiri masih tidak percaya dengan apa yang ditawarkan oleh dosennya itu.“Masalahnya tidak sesederhana itu,” jawab Damar pelan. “Dan kamu pikir, saya tidak melakukan hal yang kamu katakan barusan?”“Jika cara itu sudah berhasil, maka saya tidak perlu memanggilmu kemari,” imbuh D

    Last Updated : 2025-03-10
  • Dikontrak Cinta Dosen Duda   8. Chapter 8 : Memberi Waktu

    Kinanti bahkan tidak tahu, jika dosen yang terkenal sangat dingin kepada wanita itu, memiliki sisi percaya diri yang tinggi seperti sekarang.Gadis itu masih tidak mengerti, kenapa harus dirinya yang dipilih oleh Damar?“Pak, saya … masih nggak ngerti, kenapa Bapak harus pilih saya untuk melakukan kerjasama ini?”Maksud Kinanti, dari sekian banyak perempuan yang ada di kampus, kenapa harus dirinya?“Saya sudah bilang, kan? Karena kamu yang paling berpotensi untuk bisa diajak kerja sama,” tutur Damar.“Tapi …”“Kinanti, coba kamu pikirkan lagi, sembari kamu baca ulang isi dari perjanjian itu,” Damar menatap lurus gadis itu. “Kamu bisa tunjukkan kepada semua orang—termasuk mantan kamu itu, kalau kamu juga bisa mendapatkan pengganti dia, bahkan lebih.”

    Last Updated : 2025-03-15
  • Dikontrak Cinta Dosen Duda   9. Chapter 9 : Syarat Tambahan

    Tiba di rumahnya, Damar langsung merebahkan tubuhnya di atas ranjang berukuran king size. Pria itu menatap langit-langit kamarnya, kemudian menghela napas pelan.“Apa aku sudah melakukan hal yang benar? atau jutru malah sebaliknya?” gumam Damar.Kemudian ia bangkit dan duduk di tepi ranjang, tatapannya kini tertuju kepada bingkai foto yang ia letakkan di atas nakas. Tangannya terulur untuk mengambil benda tersebut.Damar mengusap dengan lembut wajah cantik yang sedang tersenyum ke arah kamera. “Andai kamu masih di sini, Sayang. Mungkin aku nggak perlu melakukan hal gila seperti ini,” pria itu mendekap bingkai foto tersebut.“Aku beneran nggak tahu harus gimana lagi, karena kalau aku nggak lakukan ini, Ibu bakal terus jodohkan aku dengan adik kamu,” Damar mengusap sudut matanya yang mulai berair. Damar terus berbicara seolah mendiang istrinya itu sedang berada di sisinya sekarang. Hingga tanpa sadar pria itu tertidur dengan tangan yang masih mendekap bingkai foto itu.***Sementara itu

    Last Updated : 2025-03-15

Latest chapter

  • Dikontrak Cinta Dosen Duda   38. Chapter 38 : Ciuman Tiba-tiba

    Kinanti benar-benar menuruti keinginan Ola. Ia membawa gadis kecil itu, ke makam mendiang sang ibu.Dengan diantar oleh Damar, perempuan cantik itu setia membawa Ola dalam gendongan.Sambil terus berjalan menyusuri jalan setapak yang ada di komplek pemakaman itu, Damar terus memperhatikan Kinanti yang kini berada di depannya.Perasaannya benar-benar rumit sekarang. Ia tidak tahu, jika kedekatan Kinanti dengan putrinya, akan memberikan efek yang membuat Damar berada dalam sebuah dilema.Pria itu merasa perasaannya kepada Kinanti hanyalah rasa kagum saja—tidak lebih dari itu.Setidaknya itu yang Damar yakini saat ini—entah bagaimana nanti.“Nah, sudah sampai.”Suara Kinanti, membuat Damar tersadar dari lamunannya. Dan ternyata mereka telah tiba di depan pusara istri Damar.Sementara Kinanti dapat melihat buket bunga mawar merah dan putih yang begitu cantik, masih tersandar begitu saja di dipan bau nisan.Perempuan itu mengira jika bunga itu adalah pemberian Damar. Ia tersenyum samar, ad

  • Dikontrak Cinta Dosen Duda   37. Chapter 37 : Tidak Ingin Jauh

    “Apa maksud kamu?”Damar menatap lekat adik sepupunya—Adrian. Pria itu tidak suka dengan apa yang baru saja dikatakan oleh adik sepupunya.Apa maksudnya?“Apa maksud kamu Restu Adrian Dwijaya?” tanya Damar lagi, kali ini dengan nada yang lebih mendesak.Adrian mendengus pelan. Perhatiannya tertuju pada bingkai foto, yang terletak dengan manis di atas meja Damar.Sudah bisa ditebak jika itu adalah bingkai foto Damar bersama mendiang istrinya.“Mas, hubungan kalian ini hanya pura-pura. Jadi Mas nggak perlu mendalami peran,” kata Adrian.“Apa maksud kamu?” Damar terus mencecar pertanyaan yang sama. “Apa kamu cemburu?” tembaknya.“Cemburu?” Adrian bahkan melongo saat mendapat tuduhan tak berdasar itu. “Kenapa Mas bisa ambil kesimpulan seperti itu?” tanyanya tak habis pikir.“Ya, apalagi?” Damar menaikkan satu alisnya. “Kamu terlalu ikut campur dengan urusan Mas dan Kinan,” ujarnya pelan.“Aku sahabat dia, kalau Mas lupa,” balas Adrian. “Aku kenal dia dari kecil, dan dia udah kayak saudara

  • Dikontrak Cinta Dosen Duda   36. Chapter 36 : Naif

    Kinanti merasa senang sekali saat berbincang dengan Alif dan juga neneknya. Sepasang nenek dan juga cucunya, yang kebetulan tengah beristirahat di depan ruko fotocopy yang ada di dekat kampus Kinanti.“Terus, setelah ini Nenek sama Alif mau ke mana lagi?” tanya Kinanti dengan senyum cerah yang tak pernah luntur sejak tadi.“Ya pulang,” jawab si nenek. “Nanti si Alif juga sebentar lagi dijemput sama ayahnya,” lanjutnya.Kinanti mengangguk-angguk paham. Kemudian pandangan gadis itu tidak sengaja menangkap sebuah mobil, yang sangat familiar untuknya. Kening perempuan cantik itu mengernyit samar. Rasanya sangat tidak mungkin, jika itu adalah mobil Damar. ‘Ngapain?’ tanya Kinanti dalam hati. Kalaupun memang benar itu adalah Damar, lalu kenapa pria itu hanya diam di sana? Bukannya masuk ke dalam kampus. Kinanti menggelengkan kepalanya, tidak mau memikirkan hal yang berat-berat. “Kamu kenapa?” tanya si nenek. “Eh?” Kinanti sedikit terkesiap. “Nggak apa-apa kok, Nek. Aku nggak apa-apa,”

  • Dikontrak Cinta Dosen Duda   35. Chapter 35 : Sisi Lain Kinanti

    Sementara di dalam ruang kerjanya, Damar sedang serius memperhatikan layar ponselnya , yang menunjukkan ruang pesannya bersama Kinanti.Ini aneh. Dan Damar sadar itu, jika sikapnya akhir-akhir ini memang sangat aneh.“Sebenarnya apa yang sedang aku lakukan?” gumam pria tampan itu.Ia sendiri bingung dengan apa yang sedang dilakukannya. Akhir-akhir ini dirinya kerap memikirkan Kinanti, tanpa sebab.Atau mungkin ini karena dirinya ikut terbawa perasaan saja, saat melihat interaksi Kinanti dan juga putrinya.Pria tampan itu mengangguk pelan. “Iya, pasti karena itu,” ucapnya seolah menjawab pertanyaan yang sejak tadi ada dalam benaknya.Tapi … apa hanya itu?Bukan karena yang lain?Dan tatapan Damar tertuju pada bingkai foto, yang terpajang manis di atas meja kerjanya. Tanpa sadar pria itu tersenyum lembut saat menatap sosok yang ada dalam foto itu.Tangan Damar terulur untuk mengambil bingkai foto itu. Ia mengusap dengan lembut wajah cantik yang tengah tersenyum, menghadap kamera.Itu ad

  • Dikontrak Cinta Dosen Duda   34. Chapter 34 : Bingung

    “Ini enak banget sih,” kata Anggita saat menyantap nasi pecel pemberian Kinanti. “Tahu aja lo, kalau gue belum sarapan.”Ya, pada akhirnya Kinanti memutuskan untuk membawa nasi pecel itu ke kampus, lalu diberikannya kepada si sahabat.Karena Kinanti benar-benar kekenyangan sekarang. Makanan yang diberikan oleh Damar, habis tak bersisa—kecuali hanya meninggalkan kotak makan, yang emang tidak bisa dimakan.“Lo udah sarapan emang, Ki?” tanya Anggita.“Udah,” jawab Kinanti pendek.Anggita mengangguk-angguk. “Iya sih, karena nggak mungkin kalau lo belum sarapan, tapi malah kasih gue sarapan,” ujarnya. “Kenapa nggak mungkin?”“Ya, aneh aja nggak, sih? Lo belum sarapan, tapi malah kasih gue sarapan.”Dan tepat saat itu Anggita mendapat sebuah sentilan di dahinya. Gadis itu mengaduh pelan, kemudian meringis saat melihat wajah kesal Kinanti. “Kita temenan bukan sehari dua hari, ya! gue slengkat kaki lo, kalau ngomong begitu lagi!”“Iya, iya. Bercanda gue,” kata Anggita.Lalu tak lama setelah

  • Dikontrak Cinta Dosen Duda   33. Chapter 33 : Denial

    “Ini buat saya, Pak?”Kinanti benar-benar bingung, saat tiba-tiba mendapati Damar berada di depan kosnya.Damar mengangguk. “Sebagai tanda terimakasih saya, untuk yang kemarin.”Ah, itu lagi.“Tapi saya rasa ini nggak perlu, Pak,” kata Kinanti.Damar menggeleng pelan, tapi wajahnya mengulas senyum tipis. “Nggak apa-apa. Kamu memang pantas mendapatkan itu.”Meskipun masih dilanda rasa bingung, tapi Kinanti tetap tersenyum dan mengucapkan terimakasih kepada dosennya itu.Ya, perempuan manapun pasti akan senang saat mendapatkan hadiah—termasuk Kinanti.“Terimakasih sekali lagi, Pak,” ujar Kinanti.“Sama-sama Kinanti,” jawab Damar.Ah, Kinanti benar-benar tidak biasa dengan Damar yang terlihat begitu baik dan manis. Karena selama ini yang ia kenal adalah, Damar yang dingin, dan juga selalu melemparkan kalimat pedas.Sementara jantung gadis itu sudah berulah sejak tadi. Karena benar-benar tidak ada yang memberitahunya jika, Damar bisa setampan ini saat sedang tersenyum.Dan Kinanti takut,

  • Dikontrak Cinta Dosen Duda   32. Chapter 32 : Perasaan Yang TakAsing

    Kinanti mengerjap lambat, tapi tatapannya masih tertuju pada pria yang duduk di belakang kemudi.“Kinanti?”Dan aras panggilan itu Kinanti kembali tersadar dari lamunan. Perempuan cantik itu sedikit terkesiap saat tersadar.“I—ya, Pak?”“Kamu melamun?” tanya Damar dengan kening yang berkerut.“Huh? E—nggak, saya nggak melamun, kok!” jawab Kinanti. “Bapak tadi bilang apa?” tanyanya kemudian.Damar menghela napas pelan. “Saya tadi bilang terimakasih,” ujarnya pelan.“Terimakasih untuk—-apa?”Damar menyandarkan punggungnya pada kursi, pria itu meraup udara sebanyak yang ia mampu. Ada sesak yang tidak bisa dijelaskan saat kembali mengingat kejadian tadi.“Pak Damar?” panggil Kinanti dengan hati-hati. “Terimakasih untuk yang tadi,” jawab Damar pelan. “Tidak perlu—”“Perlu!” sahut Damar cepat. Kemudian pria itu menoleh menatap Kinanti. “Saya perlu ucapkan itu, Kinanti. Karena berkat kamu, saya dapat melihat senyuman Ola yang sudah lama hilang.”Kinanti kembali mengerjap lambat, entah kenap

  • Dikontrak Cinta Dosen Duda   31. Chapter 31 : Kinanti Dan Ola

    Damar berderap cepat, begitu ia tiba di rumah. Kunci mobil langsung ia serahkan pada salah satu pelayan, sementara dirinya sudah ingin cepat masuk ke dalam. Dan saat ia tiba di ruang makan, ada perasaan lain yang tiba-tiba menelusup ke dalam dada. Apalagi setelah melihat pemandangan yang ada di hadapannya. Di hadapannya kini terlihat putrinya sedang asik bermain bersama dengan Kinanti. Gadis cilik itu rupanya ingin dibacakan sebuah dongeng oleh Kinanti. “Dan pada akhirnya, mereka hidup dengan bahagia. Tamat!” ujar Kinanti, seraya menutup buku cerita yang ada di tangannya. “Wah, pasti senang sekali ya, kalau punya Mama dan Papa?” ujar Ola dengan polosnya. Kinanti tersenyum, tangannya terulur untuk mengusap lembut pipi kanan gadis cilik itu. “Kenapa ngomong begitu, Sayang?” tanyanya dengan lembut. “Ola capek, Tante. Tiap hari di sekolah selalu diledek sama teman-teman,” gadis kecil itu sedikit menggembungkan pipinya. “Mereka selalu bilang, katanya Ola itu kasihan nggak punya Mama.

  • Dikontrak Cinta Dosen Duda   30. Chapter 30 : Makan Malam

    Damar tahu, jika saat ini ibunya sudah mulai menyukai Kinanti. Dan itu artinya, dirinya sudah tidak lagi khawatir, akan kembali didesak untuk menikahi adik iparnya—Mega.Rencananya tidak sia-sia. Kendati tak didesak untuk menikahi sang adik ipar, tetap saja ada desakan untuk Damar segera menikahi Kinanti. Dan itu tentu saja kembali membuat pria itu kembali pusing. Waktunya dengan Kinanti memang masih lumayan panjang. Tapi itu tidak menutup kemungkinan, jika ibunya akan terus mendesaknya. “M—menikah?” cicit Damar. Bu Mustika mengangguk. “Iya lah. Memangnya mau apa lagi? Kamu itu sudah terlalu tua, Damar. Sedangkan Kinanti? Dia masih sangat muda, pasti banyak laki-laki yang menyukai dia.”“Dia masih kuliah, Bu.”“Hampir selesai, kan? Tahun depan?” sahut Bu Mustika. “Minimal tunangan dulu, jadi kalian benar-benar ada ikatan. Biar nanti setelah lulus, kalian bisa langsung menikah.”Damar terdiam, tidak menyahuti. Hingga ibunya itu kembali bersuara. “Atau kalian langsung menikah saja

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status