Share

Part 7

Author: Wangfei
last update Last Updated: 2024-08-30 19:00:09

Dia segera mengangkat kepalanya dan menatap pria itu. Tidak semua orang punya wajah yang tampan. Jelas itu adalah pria yang pernah tidur dengannya tempo hari. Dia segera menundukkan kepalanya. Berusaha membuat dirinya tidak terlihat sehingga pria itu tidak bisa mengenalinya.

"Nila, kemarilah. Temani Tuan Ammar melihat apartemen." Manajer itu tiba-tiba memanggil petugas penjualan senior yang sangat cantik untuk menemani pelanggan baru itu.

Ratih segera menghela napas dan berbalik menuju kursi sofa di lobi, namun sebelum punggungnya menyentuh sofa, sebuah suara bariton yang familiar terdengar menggelitik di telinganya.

“Ratih, aku ingin Nona Ratih yang menemaniku.”

Pikiran Ratih hampir meledak. Ah, bagaimana pria itu bisa tahu bahwa dia bekerja disini?

"Ratih, manajer memanggilmu. Cepatlah." Lina menyodoknya, segera membuat dia berubah panik.

“Ini pelanggan pertamamu! Berusaha lah dengan keras.” Bisik Lina di telinganya.

Wajah Ratih berubah pucat dan tubuhnya sedikit gemetar. Namun, dia tetap berjalan selangkah demi selangkah.

"Ratih, Kamu beruntung. Tuan Ammar memintamu untuk menemaninya melihat rumah contoh untuk apartemen. Bersikaplah baik dan jangan membuat Tuan Ammar tidak senang.”

Ratih mengangkat kepalanya dan menatap manajer itu dengan tatapan kosong, namun manajer dengan cepat menariknya ke samping Tengku Ammar, lalu menyerahkannya kepada Tengku Ammar.

“Ikut aku!” kata Tengku Ammar dingin.

Dia masih tanpa ekspresi, seolah-olah dia tidak mengenal Ratih sama sekali. Seolah ini adalah pertama kalinya mereka bertemu.

Otak Ratih tidak cukup waras, tetapi etika profesionalnya segera membuatnya tenang. Dia berkata “terima kasih” kepada Tengku Ammar dan mengikuti pria itu ke lokasi Rumah contoh.

Rumah itu terletak agak jauh dari kantor mereka, jadi mereka harus menggunakan trem untuk menuju kesana. Karena trem itu memiliki dua baris, Ratih meminta Tengku Ammar untuk duduk di baris pertama. Dia langsung duduk di baris kedua untuk menghindari kontak dekat dengan Tengku Ammar.

"Kamu duduk di belakang. Di mana pengawalku akan duduk?" Tengku Ammar berkata dengan dingin.

Ratih tertegun. Ia kemudian menyadari bahwa ada dua pengawal yang mengikutinya. Mereka berdiri di belakang mobil, menatapnya. Ratih akhirnya mengalah.

Dia mencondongkan tubuhnya ke samping sebisa mungkin, berusaha untuk tidak terlalu dekat dengan Tengku Ammar. Awalnya, kursi itu akan berjarak selebar satu meter dari mereka berdua, tetapi dia tidak menyangka bahwa Tengku Ammar akan dengan cepat menyesuaikan posisinya dan langsung menempel padanya.

“Ah.” Saat mereka berdua sudah berada di samping satu sama lain, Ratih terkejut.

Tengku Ammar meliriknya dan bertanya dengan samar,

"Ada apa?" “

“Tidak ada.” Ratih menggelengkan kepalanya cepat, dan pipinya merah.

Tengku Ammar menatapnya dingin dan tidak berkata apa-apa, ia menatap ke depan tanpa ekspresi.

Ratih mengenakan pakaian formal dengan blazer dipadu rok hitam. Rok itu pendek di atas lutut jadi duduk seperti ini, lebih dari separuh kakinya yang telanjang terekspos sempurna.

Dan kaki Tengku Ammar berada di sebelahnya, meskipun dipisahkan oleh kain celana. Namun, Ratih masih bisa merasakan panas dari pahanya. Panas itu membakar pahanya, menyebabkan jantungnya berdebar kencang.

Trem juga akan terguncang ketika melewati jalan yang tidak rata, dan lebih-lebih lagi ketika melewati tikungan. Kedua kaki mereka terus bergesekan, membuat pipi Ratih semakin memerah. Memori yang ambigu tentang malam itu perlahan menjadi jelas, dan terus membesar dalam benaknya, berkembang ke arah yang tidak cocok untuk anak-anak.

"Kita sudah sampai." Sopir itu menghentikan tremnya.

Ratih diam-diam menghela napas lega, dan segera turun dari mobil. Dia menundukkan kepalanya dan berkata kepada Tengku Ammar,

“Tuan, silahkan lewat sini.”

Mereka masuk ke ruang tamu.

"Mengapa kamu melarikan diri hari itu?"

“Hah?” Ratih menatapnya dengan tatapan kosong, dan tidak bisa bereaksi sejenak.

Tengku Ammar bertanya lagi dengan dingin,

"Mengapa kamu melarikan diri?"

“Kamu mencariku?”

Ratih mengernyitkan mulutnya dan berpikir dalam hati. Jika dia tidak kembali untuk mencarinya, bagaimana pria ini tahu kalau dia sudah melarikan diri dari kamar hotel hari itu?

"Itu... Tuan, Bisakah Anda memaafkan saya?" Ratih menundukkan kepalanya dan meminta maaf dengan tulus.

Tengku Ammar melengkungkan bibirnya dengan sinis.

"Tahukah kamu apa kesalahanmu?"

"Aku tahu, aku tahu. Aku berjanji padamu bahwa aku tidak akan pernah muncul di hadapanmu lagi. Hal itu tidak pernah terjadi, dan aku tidak akan memberi tahu siapa pun." Ratih segera mengangkat tangannya dan bersumpah.

Wajah Tengku Ammar tiba-tiba menjadi gelap karena marah. Gadis ini mencampakkannya setelah dia dijadikan penawar racun gratis?

"Apakah kamu berpura-pura seolah-olah hal itu tidak pernah terjadi? Apakah kamu fikir aku orang yang baik?" Tengku Ammar berkata dengan marah.

“Tuan, apa yang Anda inginkan?” Ratih bertanya dengan panik.

Detik berikutnya, tangan Tengku Ammar tiba-tiba meraih kerah bajunya. Dengan gerakan kuat, dia mendorongnya ke sofa.

“Tuan Ammar, tolong maafkan saya!” Ratih menutup matanya dengan tangannya dan memohon dengan keras.

Tengku Ammar menatap Ratih dengan dingin, tatapannya dalam dan menakutkan.

“Apakah kamu dan Abdul pernah menjalin hubungan sebelumnya?” Tengku Ammar tiba-tiba mengganti topik pembicaraan dan duduk disebelahnya.

Ratih mengangguk dan berkata sambil tersenyum pahit, mengapa semua topik ini tidak ada hubungannya dengan apartemen? Apakah pria ini datang untuk membeli apartemen atau untuk urusan pribadi?

"Tapi kami putus."

“Lalu apakah kamu masih mencintainya?” tanya Tengku Ammar.

Ratih tertegun lagi dan dengan cepat menggelengkan kepalanya.

"Tidak, tentu saja tidak."

“Bawakan aku dokumen itu.” Perintahnya pada Imran. Imran dengan patuh masuk dan menyodorkan sebuah map berwarna merah.

Ratih mengambilnya dengan ragu-ragu. Tengku Ammar meliriknya sekilas, dan menghela napas dengan kesal.

“Mari kita bicara.”

Ketika kata-kata itu keluar, wajah Ratih segera berubah pucat. Dia akhirnya mengerti bahwa orang ini ternyata ingin melunasi hutang dengannya.

“Bukalah dan bacalah dengan teliti.” Perintahnya dengan nada tegas dan pelan.

Apakah ini tuntutan hukum?

Tangan Ratih yang gemetar segera membuka map itu dengan gugup. Matanya hampir melompat keluar ketika dia melihat judul besar yang tertera di dokumen itu.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dikontrak Jadi Istri Penguasa   Part 23

    Ratih tidak bisa menggerakkan kakinya, jadi dia hanya bisa melihat Nyonya Aziz meraih kursi rodanya dan memarahi Lina.Beberapa pelayan di rumah itu ingin bergerak untuk menolong Ratih namun Nyonya Shah alam membentak dengan ekspresi membunuh."Mari kita lihat siapa yang berani bergerak membantunya." Mendengar peringatan ini, para pelayan tidak berani bergerak. Bagaimana pun ini adalah Nyonya Besar, memecat mereka semudah mengalihkan tatapan."Nyonya Aziz, lepaskan aku. Jika itu adalah masalah passport, aku bisa menyelesaikannya sendiri. Aku tidak butuh bantuanmu. Lagipula bukankah aku sudah melunasi semua hutang-hutang padamu?"“Aku hanya berniat membantumu. Jangan duduk di kursi yang bukan milikmu. Kembalilah ke negeramu dengan baik.” Nyonya Aziz memarahi dengan marah.Nyonya Shah Alam mendengus mendengar ini,"Mengapa kamu melawan? Bagaimana mungkin wanita yang tidak berpendidikan dan dari keturunan rendahan sepertimu bisa menjadi menantu keluarga Shah Alam kita?"Nyonya Aziz henda

  • Dikontrak Jadi Istri Penguasa   Part 22

    Mendengar itu Ratih sedikit tersedak. Dia tidak bisa menjawab. Belum lagi mereka mengira dia pura-pura hamil kemarin, sekarang dia sudah duduk di kursi roda meski masih bisa sembuh. Berapa banyak alasan yang dimiliki wanita itu agar dia menyerah?"Tapi…" dia ingin bilang bahwa dia masih hadir menghadiri kelas universitas di sore hari namun Tengku Ammar memotongnya dengan kesal."Apakah kamu masih mencoba berbohong padaku?”Ratih terkejut dan berkata,"Apa yang kamu tahu?"Bukankah pria ini sudah tau kalau dia sedang kuliah?Apa yang harus di sembunyikan?"Aku tidak bisa menyembunyikan apapun dari orang sepertimu," Jawab Ratih dengan suara rendah. Tampak sedikit lelah.“Apa maksudmu?” Tengku Ammar bahkan lebih marah.“Bukankah sebelumnya aku pernah bilang bahwa aku tidak mengizinkanmu menghubunginya, tapi kau tetap saja terlibat dengannya. Apakah kamu begitu tergila-gila dengan uang?"Tengku Ammar bertanya dengan tatapan curiga.“Aku….” Ratih tidak bisa lagi menjawab."Mengapa kamu lebi

  • Dikontrak Jadi Istri Penguasa   Part 21

    Pembantu?Mata Tengku Ammar berkilat kaget. Dia sudah tahu sejak awal, namun kapan Hafiz mengetahui rahasia ini? Tampaknya sebentar lagi berita paling panas di media ibukota akan mengangkat topic ini."Bagaimana kamu tahu dia pembantu?" Seberapa parah rumor itu telah menyebar?"Apa kau masih perlu bertanya? Siapa kau? Kau adalah Tengku Ammar, orang terkaya di empat negera bagian. Bagaimana orang sepertimu bisa terjebak dengan seorang pembantu?”Kali ini kata-kata Hafiz memang cukup tajam. Bukan saja karena dia peduli namun lebih karena sakit hati. Bagaimana adiknya yang cantik dan terpelajar bisa kalah dari seorang pembantu? Sungguh memalukan!“Itu bukan urusanmu!” Jawab Tengku Ammar muram.“Baiklah, Namun apa yang dia lakukan diluar? Sebagai istrimu, bukankah seharusnya dia mendapatkan apa pun yang dia inginkan? Tapi, sekarang dia ingin mendapatkan uang tambahan. Apa artinya ini? Apakah kamu tidak menafkahinya?” Lanjut Hafiz tanpa ampun. Namun setelah kata-kata itu selesai sebuah puk

  • Dikontrak Jadi Istri Penguasa   Part 20

    "Apa ini tentang perceraian." Ratih duduk dan berkata dengan gelisah. Mereka baru saja bertempur semalam, bagaimana jika dia hamil lagi setelah mereka bercerai?Tengku Ammar mengerutkan kening dengan ekspresi muram,"Ratih, jangan lupakan perjanjian kita sebelumnya. Ngomong-ngomong, Kamu belum melihat klausul terakhir! Jika kamu berani menyebut-nyebut masalah perceraian, kamu harus membayarku 20 juta Ringgit sebagai ganti rugi atas hilangnya masa mudaku."“Apa??” Ratih melompat kaget."Tidak ada klausul seperti itu dalam kontrak. Aku melihatnya dengan jelas. Itu tidak mungkin.” Bantahnya seketika. Dia memeriksanya dengan teliti, oke!"Ruang kosong dibagian paling bawah itu bisa ditambahkan. Aku menambahkannya kemudian, jadi kamu pasti tidak tahu." Tengku Ammar mengakui kecurangannya tanpa malu-malu.Sudut mulut Ratih berkedut. Orang ini benar-benar tidak punya integritas!"Mengapa kamu melakukan ini?" Ratih bertanya dengan marah."Tentu saja untuk mengakhiri pikiran-pikiranmu yang kac

  • Dikontrak Jadi Istri Penguasa   Part 19

    Dia pasti sudah mandi. Rambutnya tidak dicukur, jadi dibiarkan terurai menutupi dahinya.Hal ini membuatnya tampak jauh lebih muda dari biasanya, tetapi karena wajahnya yang buruk, ia tampak sedikit putus asa.Dari sudut pandang mana pun, itu tampak seperti bos bangkrut dalam drama TV.Dia berpikir bahwa sumber keuangan keluarga Shah Alam masih sangat banyak. Bagaimana mereka bisa bangkrut secepat ini? Tengku Ammar ingin marah, tetapi ketika dia mendengar dan melihat ekspresi khawatir gadis ini, dia tidak bisa marah.Dia begitu kesal hingga dia tertawa,"Apakah kamu akan senang jika aku bangkrut? Apakah kamu ingin aku bangkrut?” Tanyanya kesal."Tentu saja tidak. Aku hanya merasa kamu terlihat tidak sehat, jadi aku sedikit khawatir." Ratih segera menjelaskan.Tengku Ammar menarik napas dalam-dalam dan tiba-tiba tidak ingin membahas video itu. Dia berdiri menariknya ke sampingnya dan ingin merangkulnya. Namun dia segera mencium baud aging panggang dan sedikit bau minuman."Apa kamu pe

  • Dikontrak Jadi Istri Penguasa   Part 18

    Hati Ratih sedikit tidak nyaman, tetapi dia juga merasa sedikit lega.Mereka berdua tidak cocok. Lebih baik mereka bercerai. Mereka tidak berutang apa pun kepada satu sama lain.Mari kita lihat kapan pria akan membicarakannya! Sekalipun dia hendak menceraikannya sekarang, Ratih tidak punya apa pun untuk dikatakan. Misi mereka sudah sedikit banyak berhasil.Namun, Tengku Ammar tidak mengatakan apa-apa, dia meminta Imran untuk membelikannya sekantong pakaian dan memintanya untuk berganti pakaian di kamar mandi. Imran bahkan tidak membelikannya pembalut.Ketika dia keluar, Tengku Ammar melepas jasnya dan mengikatkannya di pinggangnya.Ratih menolak dengan halus,"Itu akan mengotori pakaianmu.""Itu hanya pakaian," kata Tengku Ammar acuh tak acuh.Ratih menggigit bibirnya dan mengikuti di belakang Tengku Ammar.Ketika mereka masuk ke dalam mobil, dia mengira Tengku Ammar akan menyinggung soal perceraian, tetapi Tengku Ammar tidak mengatakan sepatah kata pun. Dia memejamkan mata dan bersan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status