Share

Part 6

Author: Wangfei
last update Last Updated: 2024-08-30 19:00:12

Tengku Ammar masih duduk di ruang kerjanya dengan wajah muram. Ditangannya ada satu eks majalah Melayu News edisi minggu depan. Dia segera melemparnya ke tempat sampah.

“Apa ini semua rencana ibu?” Ia bertanya pada Imran yang mematung di depan meja. Imran sedikit ragu untuk menjawab. Majalah ini memang di kirimkan oleh Nyonya besar Shah Alam langsung ke meja Tengku Ammar pagi ini. Belum dicetak dan di pasarkan. Dia dengan mudah dapat menebak niat pihak lain mengirimkan majalah ini ke meja Tuannya.

“Dimana dokumen tentang gadis itu?” Tengku Ammar bertanya dengan wajah dingin. Imran dengan patuh mengambil sebuah map di lemari dokumen rahasia.

“Tuan, apakah anda yakin akan terlibat dengan gadis ini?” Imran mau tidak mau memberanikan diri bertanya. Dia sebenarnya tidak punya kualifikasi untuk mempertanyakan tindakan yang diambil atasannya, namun ini sebagian besar menyangkut kehidupan pribadi Tuannya.

“Dia adalah target yang cocok.” Sinar kelicikan muncul di sudut mata Tengku Ammar. Jika dia tidak menerima sampel cetak majalah itu edisi minggu depan, dia tidak akan mengambil keputusan aneh ini.

“Tapi dia bukan berasal dari negera ini?” Lanjut Imran.

“Itu lebih baik.” Gumamnya pelan.

Dia menelisik beberapa informasi pribadi tentang gadis ini namun matanya berhenti pada foto disudut kanan atas. Foto seorang gadis yang sedang tersenyum tampak murni dan polos. Mata Tengku Ammar lalu berhenti pada bibir itu. Dia tanpa sadar menyentuh bibirnya sendiri.

Bayangan potongan ingatan tentang malam panas itu sudah beberapa kali muncul dalam mimpinya. Lekukan tubuh gadis itu, kulitnya yang lembut dan bibirnya yang…

Sebuah ketukan memecah keheningan. Ah, dia melamun lagi.

Ketika pintu dibuka oleh Imran, wajah ibunya yang tampak bahagia muncul dari balik pintu. Tengku Ammar dengan cepat menutup Map dokumen di tangannya.

“Apa kamu sudah mengambil keputusan?” Wanita berusia sekitar pertengahan empat puluhan itu duduk disofa dengan ekspresi acuh tak acuh.

“Ibu, tidak perlu mengancamku dengan ini.” Jawab Tengku Ammar dengan nada suara tenang tanpa emosi.

Zahrana mendelik tidak senang.

“Siapa yang mengancammu? Ibu sudah menahan berita ini agar tidak di terbitkan hampir setahun. Kali ini, ibu tidak bisa lagi menahan media mengekposmu.”

Zahrana melirik sampul majalah di tempat sampah yang terletak di sebelahnya.

“Aku tau ada seseorang yang menjadi dalang dibalik ini semua.” Ujar Tengku Ammar masih tenang.

Mata Zahrana melirik sedikit, dia sebenarnya sedikit khawatir jika Ammar masih bersikap santai dan membiarkan majalah itu di terbitkan awal minggu depan. Bagaimanapun itu terkait dengan reputasi putranya, reputasi keluarga leluhur mereka.

Jika berita ini terekspos, semua orang akan membenarkan rumor yang menyebutkan bahwa putranya adalah gay. Lagipula Ammar tidak pernah terlihat menggandeng wanita manapun selama ini.

Ada banyak gadis dari kalangan keluarga berada yang mengejarnya selama lebih dari tujuh tahun terakhir, namun dia tetap bersikap dingin terhadap gadis-gadis itu bahkan didepan media.

“Apa kamu tidak terganggu dengan rumor itu?” Tanya ibunya lagi.

Tengku Ammar hanya melirik sekilas namun matanya kembali fokus pada dokumen di meja.

“Ammar, fikirkan reputasi keluarga kita. Fikirkan Ayahmu yang sudah meninggal.” Sambung ibunya lagi. Namun Ammar tetap tidak bergeming.

“Bagaimana kalau kamu menerima tawaran ibu untuk menikah dengan Zarina meski sebagai tameng?” Zahrana tidak mau lagi membuang kata-kata dengan putranya yang keras kepala ini.

Tujuannya adalah membuat Ammar menikah dengan Zarina. Gadis ini adalah pasangan yang cocok untuk putranya. Ayah Zarina adalah pemilik jaringan perhotelan terbesar di semenanjung timur Malaysia. Selain itu mereka juga sama-sama mempunyai hubungan darah dengan kesultanan Melayu di negeri Sembilan.

“Aku sudah punya calon.” Jawab Tengku Ammar tanpa ekspresi.

Mata Zahrana segera mendelik kaget.

“Apa katamu? Siapa dia? Putri dari keluarga mana?”

Tengku Ammar segera bangkit, dia tidak ingin ibunya mengangkat topik ini. Jadi di segera keluar menuju parkiran. Imran mengikutinya hingga ke mobil.

“Tuan, Dokumen itu ketinggalan di meja.” Bisik Imran mengingatkan. Mata Tengku Ammar sekilas menunjukkan kepanikan namun dia dengan cepat memberi perintah.

“Suruh Sekretaris Naya menyimpan dokumen itu di laci mejaku.”

Imran menurut. Setelah perintah itu di selesaikan dia bertanya pada tuannya,

“Tuan, kita akan kemana?”

“Kantor penjualan apartemen Nagoya Group.” Jawabnya dingin.

Sementara Ratih berada dalam ketakutan selama beberapa hari, tetapi Tengku Ammar tidak muncul. Ratih menghela napas lega. Tampaknya semua kekhawatirannya tidak berdasar.

Jadi dia mengesampingkan masalah ini dan mulai bekerja keras untuk menghasilkan uang, dengan harapan dapat memperoleh lebih banyak uang untuk biaya ibunya.

Kantor Lina kebetulan membutuhkan petugas penjualan, jadi Ratih segera diterima bekerja disana. Pekerjaan ini juga tidak mengganggu jadwal kuliahnya yang sudah di semester lima.

"Perhatian semuanya, ada Klien besar yang akan datang hari ini. jadi semua orang harus berusaha bersikap baik dan ramah.”

Pagi-pagi sekali, sang manajer memanggil mereka untuk rapat dan mengarahkan petugas kebersihan untuk membantu mereka. Ketika mereka bersiap-siap sebuah merci hitam datang di halaman depan.

"Dia sudah datang, Ayo."

Semua petugas penjualan memang bertugas di lobi, mereka berdiri di pintu dan menunggu pelanggan datang. Ratihpun ikut melihat dari belakang kerumunan para staf penjualan.

"Selamat datang." semua pekerja dan petugas keamanan membungkuk hormat untuk menyambut rombongan mereka.

Sedangkan untuk Boss besar itu, dia masuk tanpa ekspresi dengan wajah dingin. Dia bahkan tidak melihat mereka. Dengan pengawal yang mengikutinya di belakangnya, aura di sekelilingnya saja sudah cukup untuk menindas orang.

"Tuan Ammar, Apa yang Anda butuhkan? Rumah? Apartemen?" Manajer menemaninya dengan pelayanan level dewa.

Siapa namanya? Tengku Ammar?

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dikontrak Jadi Istri Penguasa   Part 23

    Ratih tidak bisa menggerakkan kakinya, jadi dia hanya bisa melihat Nyonya Aziz meraih kursi rodanya dan memarahi Lina.Beberapa pelayan di rumah itu ingin bergerak untuk menolong Ratih namun Nyonya Shah alam membentak dengan ekspresi membunuh."Mari kita lihat siapa yang berani bergerak membantunya." Mendengar peringatan ini, para pelayan tidak berani bergerak. Bagaimana pun ini adalah Nyonya Besar, memecat mereka semudah mengalihkan tatapan."Nyonya Aziz, lepaskan aku. Jika itu adalah masalah passport, aku bisa menyelesaikannya sendiri. Aku tidak butuh bantuanmu. Lagipula bukankah aku sudah melunasi semua hutang-hutang padamu?"“Aku hanya berniat membantumu. Jangan duduk di kursi yang bukan milikmu. Kembalilah ke negeramu dengan baik.” Nyonya Aziz memarahi dengan marah.Nyonya Shah Alam mendengus mendengar ini,"Mengapa kamu melawan? Bagaimana mungkin wanita yang tidak berpendidikan dan dari keturunan rendahan sepertimu bisa menjadi menantu keluarga Shah Alam kita?"Nyonya Aziz henda

  • Dikontrak Jadi Istri Penguasa   Part 22

    Mendengar itu Ratih sedikit tersedak. Dia tidak bisa menjawab. Belum lagi mereka mengira dia pura-pura hamil kemarin, sekarang dia sudah duduk di kursi roda meski masih bisa sembuh. Berapa banyak alasan yang dimiliki wanita itu agar dia menyerah?"Tapi…" dia ingin bilang bahwa dia masih hadir menghadiri kelas universitas di sore hari namun Tengku Ammar memotongnya dengan kesal."Apakah kamu masih mencoba berbohong padaku?”Ratih terkejut dan berkata,"Apa yang kamu tahu?"Bukankah pria ini sudah tau kalau dia sedang kuliah?Apa yang harus di sembunyikan?"Aku tidak bisa menyembunyikan apapun dari orang sepertimu," Jawab Ratih dengan suara rendah. Tampak sedikit lelah.“Apa maksudmu?” Tengku Ammar bahkan lebih marah.“Bukankah sebelumnya aku pernah bilang bahwa aku tidak mengizinkanmu menghubunginya, tapi kau tetap saja terlibat dengannya. Apakah kamu begitu tergila-gila dengan uang?"Tengku Ammar bertanya dengan tatapan curiga.“Aku….” Ratih tidak bisa lagi menjawab."Mengapa kamu lebi

  • Dikontrak Jadi Istri Penguasa   Part 21

    Pembantu?Mata Tengku Ammar berkilat kaget. Dia sudah tahu sejak awal, namun kapan Hafiz mengetahui rahasia ini? Tampaknya sebentar lagi berita paling panas di media ibukota akan mengangkat topic ini."Bagaimana kamu tahu dia pembantu?" Seberapa parah rumor itu telah menyebar?"Apa kau masih perlu bertanya? Siapa kau? Kau adalah Tengku Ammar, orang terkaya di empat negera bagian. Bagaimana orang sepertimu bisa terjebak dengan seorang pembantu?”Kali ini kata-kata Hafiz memang cukup tajam. Bukan saja karena dia peduli namun lebih karena sakit hati. Bagaimana adiknya yang cantik dan terpelajar bisa kalah dari seorang pembantu? Sungguh memalukan!“Itu bukan urusanmu!” Jawab Tengku Ammar muram.“Baiklah, Namun apa yang dia lakukan diluar? Sebagai istrimu, bukankah seharusnya dia mendapatkan apa pun yang dia inginkan? Tapi, sekarang dia ingin mendapatkan uang tambahan. Apa artinya ini? Apakah kamu tidak menafkahinya?” Lanjut Hafiz tanpa ampun. Namun setelah kata-kata itu selesai sebuah puk

  • Dikontrak Jadi Istri Penguasa   Part 20

    "Apa ini tentang perceraian." Ratih duduk dan berkata dengan gelisah. Mereka baru saja bertempur semalam, bagaimana jika dia hamil lagi setelah mereka bercerai?Tengku Ammar mengerutkan kening dengan ekspresi muram,"Ratih, jangan lupakan perjanjian kita sebelumnya. Ngomong-ngomong, Kamu belum melihat klausul terakhir! Jika kamu berani menyebut-nyebut masalah perceraian, kamu harus membayarku 20 juta Ringgit sebagai ganti rugi atas hilangnya masa mudaku."“Apa??” Ratih melompat kaget."Tidak ada klausul seperti itu dalam kontrak. Aku melihatnya dengan jelas. Itu tidak mungkin.” Bantahnya seketika. Dia memeriksanya dengan teliti, oke!"Ruang kosong dibagian paling bawah itu bisa ditambahkan. Aku menambahkannya kemudian, jadi kamu pasti tidak tahu." Tengku Ammar mengakui kecurangannya tanpa malu-malu.Sudut mulut Ratih berkedut. Orang ini benar-benar tidak punya integritas!"Mengapa kamu melakukan ini?" Ratih bertanya dengan marah."Tentu saja untuk mengakhiri pikiran-pikiranmu yang kac

  • Dikontrak Jadi Istri Penguasa   Part 19

    Dia pasti sudah mandi. Rambutnya tidak dicukur, jadi dibiarkan terurai menutupi dahinya.Hal ini membuatnya tampak jauh lebih muda dari biasanya, tetapi karena wajahnya yang buruk, ia tampak sedikit putus asa.Dari sudut pandang mana pun, itu tampak seperti bos bangkrut dalam drama TV.Dia berpikir bahwa sumber keuangan keluarga Shah Alam masih sangat banyak. Bagaimana mereka bisa bangkrut secepat ini? Tengku Ammar ingin marah, tetapi ketika dia mendengar dan melihat ekspresi khawatir gadis ini, dia tidak bisa marah.Dia begitu kesal hingga dia tertawa,"Apakah kamu akan senang jika aku bangkrut? Apakah kamu ingin aku bangkrut?” Tanyanya kesal."Tentu saja tidak. Aku hanya merasa kamu terlihat tidak sehat, jadi aku sedikit khawatir." Ratih segera menjelaskan.Tengku Ammar menarik napas dalam-dalam dan tiba-tiba tidak ingin membahas video itu. Dia berdiri menariknya ke sampingnya dan ingin merangkulnya. Namun dia segera mencium baud aging panggang dan sedikit bau minuman."Apa kamu pe

  • Dikontrak Jadi Istri Penguasa   Part 18

    Hati Ratih sedikit tidak nyaman, tetapi dia juga merasa sedikit lega.Mereka berdua tidak cocok. Lebih baik mereka bercerai. Mereka tidak berutang apa pun kepada satu sama lain.Mari kita lihat kapan pria akan membicarakannya! Sekalipun dia hendak menceraikannya sekarang, Ratih tidak punya apa pun untuk dikatakan. Misi mereka sudah sedikit banyak berhasil.Namun, Tengku Ammar tidak mengatakan apa-apa, dia meminta Imran untuk membelikannya sekantong pakaian dan memintanya untuk berganti pakaian di kamar mandi. Imran bahkan tidak membelikannya pembalut.Ketika dia keluar, Tengku Ammar melepas jasnya dan mengikatkannya di pinggangnya.Ratih menolak dengan halus,"Itu akan mengotori pakaianmu.""Itu hanya pakaian," kata Tengku Ammar acuh tak acuh.Ratih menggigit bibirnya dan mengikuti di belakang Tengku Ammar.Ketika mereka masuk ke dalam mobil, dia mengira Tengku Ammar akan menyinggung soal perceraian, tetapi Tengku Ammar tidak mengatakan sepatah kata pun. Dia memejamkan mata dan bersan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status