Home / Fantasi / Dilahirkan Kembali sebagai Anak Musuh / Bab 1. Kematian dan Kelahiran

Share

Dilahirkan Kembali sebagai Anak Musuh
Dilahirkan Kembali sebagai Anak Musuh
Author: QeeA.

Bab 1. Kematian dan Kelahiran

Author: QeeA.
last update Last Updated: 2025-07-25 13:24:58

Langit mendung, seolah turut berduka atas apa yang terjadi di ibu kota kerajaan Velmoria. Di alun-alun istana yang luas, ribuan pasang mata berkumpul menyaksikan akhir dari keluarga “pengkhianat”.

Lilith berdiri lemas di tengah kerumunan. Tangannya terikat, tubuhnya penuh luka. Di sisi kirinya, sang ibu, Elira, menangis tersedu. Di sisi kanannya, ayahnya, Rowan, menatap ke arah langit seakan pasrah dengan takdirnya.

“Ayah... Ibu...” suara Lilith bergetar, namun tak terdengar jelas karena sorak-sorai massa.

“Jangan lihat, Lilith. Tutup matamu,” bisik Elira, namun Lilith menggeleng.

Jika ini hari terakhirnya, ia ingin melihat semuanya dan mengingat wajah-wajah yang menginjak hukum sebagai keadilan.

Para bangsawan berdiri di balkon atas. Wajah-wajah angkuh yang dulu memujanya, menawarkan kekuasaan demi tubuhnya, kini melihatnya seperti hiburan kecil biasa.

Putra sulung Magraville terlihat di antara mereka, matanya lurus menatap ke arah Lilith. Sorot matanya menampakkan kesedihan, tetapi Lilith tak tertipu. Ia tahu itu hanyalah dusta, topeng tipis yang dipakai sang putra sulung Magraville untuk menutupi kejahatannya.

"Atas nama kerajaan dan hukum, Rowan Hale dan keluarganya dijatuhi hukuman mati atas pengkhianatan kepada sang Raja."

Dua penjaga menarik Rowan dan Elira terlebih dahulu. Lilith berteriak, “Jangan! Jangan bunuh mereka! Aku mohon! Aku yang bersalah!”

Suara cambuk, jeritan ayah dan ibunya menggema. Lilith menjerit histeris, tangisnya pecah dan tak terkendali, namun tak satu pun dari darah biru itu berpaling.

Tubuh Rowan dan Elira telah terkapar, tak bernyawa. Lilith meronta sekuat tenaga. Ia ingin memeluk mereka, tapi rantai besi mencengkeram kuat di tangan dan kakinya.

Matanya menatap tajam ke arah putra sulung Magraville. Bukan karena ia memohon belas kasih, melainkan karena amarah dan rasa kecewanya.

“Apa salahku?” suaranya pecah. “Kenapa kau tidak bunuh aku saja? Kenapa harus orang tuaku?!”

Pria itu hanya diam, tatapannya masih sama.

“Aku lebih sudi ditatap sebagai orang rendahan daripada dijadikan sandera rasa bersalahmu yang palsu.”

Dari atas, para bangsawan mulai berbisik, gerakan bibir mereka penuh siasat. Salah satu dari mereka memberi isyarat kepada penjaga.

“Lilith Hale,” teriak seorang penjaga dengan lantang, “kau dibebaskan dari hukuman cambuk.”

Penjaga mendekat, mulai melepaskan rantai di tangan dan kakinya. Begitu rantai terakhir terjatuh ke tanah, Lilith menyambar pedang dari pinggang salah satu penjaga.

“Bunuh saja aku!” teriaknya sambil mengarahkan ujung tajam pedang ke lehernya sendiri. “Aku akan mati tanpa mengikuti rencana busuk kalian!”

Lilith melayangkan pedangnya dengan gemetar, mengarah lurus ke lehernya sendiri.

Namun sebelum bilah dingin itu menyentuh kulitnya, sebuah tangan menahan gerakannya.

"Jangan terburu-buru," ucap seorang bangsawan yang turun dari balkon atas, Dorian Thornevale.

“Kenapa kami harus membunuh wanita seindah ini, seperti menghukum budak rendahan?” gumamnya sambil menendang tangan Elira yang sudah tak bernyawa.

Dorian berjongkok, jemarinya menyentuh wajah Lilith yang penuh luka. “Setidaknya kecantikan ini bisa dihargai lebih dulu.”

Lilith menyeringai, menepis tangannya dari wajah. “Bunuh saja aku seperti budak rendahan! Setidaknya aku lebih terhormat daripada orang sepertimu.”

“Jangan pikir karena raja pernah menyayangimu, kau bisa seenaknya melupakan darimana kau berasal!”

Tamparan mendarat di pipinya. Bibirnya robek, darah menetes dari sudut mulutnya.

“Dorian! Apa yang kau lakukan?!” seru bangsawan lain yang turun terburu-buru. Dia adalah Joren putra bungsu dari keluarga Valemont.

“Kau merusak wajahnya, bodoh!” ia memukul bahu Dorian.

Satu per satu bangsawan pria ikut turun, mengepung Lilith seperti binatang buas yang sedang lapar.

“Tenang saja, wajah yang penuh luka dan darah ini masih jauh lebih cantik daripada wanita-wanita dari keluargamu, Joren.”

Tangannya kembali membelai wajah Lilith. Ia menarik dagu gadis itu, memaksanya mendekat. Lilith berusaha menoleh, namun cengkeramannya terlalu kuat.

“Wow, tenang, cantik. Aku hanya membantumu membersihkan darah dari bibirmu,” ucap Dorian. Ia menyentuh bibir Lilith dengan jarinya, mengusap darah yang keluar mengalir.

Lilith meludahkan air liurnya tepat ke wajah pria bangsawan dari Thornevale itu, mendarat di pipi dan sebagian mengenai bibirnya.

"Aku lebih rela mati daripada disentuh oleh sampah sepertimu!"

Dorian tertawa sinis. Tangannya membelai rambut Lilith sejenak sebelum tiba-tiba menjambaknya kasar.

“Cukup aku bermurah hati padamu, harusnya kau berterima kasih.”

Lilith menahan teriakannya. Rambutnya ditarik, tubuhnya diseret melewati lorong dingin kastil tua, hingga kegelapan menyambut mereka di sebuah ruangan yang lembap dan sunyi.

Ia dilempar ke lantai. Suara tubuhnya menghantam keras menggema.

Di sana, para bangsawan mengelilinginya seperti serigala mendapatkan mangsa. Mereka yang dulu menyembah kecantikannya, tunduk kepada wibawanya, kini penuh nafsu dan hinaan.

“Lihat, apa jadinya ketika bunga terlalu tinggi untuk diraih, kini dia jatuh dan kami akan memungutnya.”

“Cantik seperti ini, sayang jika hanya dibunuh. Bukankah begitu?”

Lilith mencoba meronta, namun tak ada tenaga tersisa. Ia hanya bisa melindungi dirinya seadanya, menutup tubuhnya yang mulai diliputi rasa malu.

“Aku bersumpah akan menghancurkan seluruh keluarga kalian. Satu. Per. Satu.”

Ancaman itu seharusnya menakutkan, namun mereka hanya tertawa.

Seorang pria dari keluarga Magraville, mencengkeram tangan Lilith dengan kuat dan menariknya ke atas.

“Kau ini wanita yang suka pilih-pilih, ya? Kenapa hanya sepupuku yang boleh? Bukannya kau tidak menyukainya, hah?”

Lilith menggigit lidahnya dengan keras, menolak membiarkan suara rintihan sekalipun keluar dari bibirnya. Saking kerasnya ia melukai lidahnya, darah mulai keluar dari sudut bibirnya.

“Aku akan pastikan…” gumamnya di sela napas tertahan, “keluargamu yang pertama akan hancur, Magraville.”

Dari kejauhan, putra sulung Magraville berdiri kaku. Matanya menatap namun tak berani mendekat. Ketika tangisan Lilith memenuhi ruangan, ia memalingkan wajah seperti pecundang.

“Kenapa kau hanya berdiri saja, sepupuku? Bukankah kau yang tergila-gila padanya? Bukankah kau yang murka ketika wanita ini memilih pria dari Cealmont?”

Ia tak menjawab, matanya kembali melirik ke arah Lilith. Wajah Lilith yang sangat pucat menahan sakit.

Tubuhnya ingin bergerak. Ingin menolong, ingin melindungi, bahkan sekadar memeluk dan menutupi tubuhnya dari mata-mata jahat itu, tapi ia tetap diam dan memilih untuk pergi.

Lilith berteriak, meronta, memohon, tapi tak satu pun tangan itu berhenti menyentuhnya. Di ruangan itu tak ada manusia, hanya nafsu yang menggerakkan tubuh-tubuh tanpa jiwa.

Di sela napasnya yang tersengal, Lilith membuka mulutnya untuk terakhir kalinya.

“Aku berjanji… akan menghancurkan kalian semua,” bisiknya, lirih. “Akan kutegakkan keadilan… seadil-adilnya…” Ia mengembuskan napas terakhirnya.

.

.

“HAHHH—!”

Helena terbangun dengan napas memburu. Keringat membasahi tubuhnya, masih tersesat antara mimpi dan kenyataan.

"Nona, apa Anda baik-baik saja?" suara lembut seorang pelayan terdengar dari ambang pintu.

Helena melirik sekeliling, kamar tidur mewah, tirai beludru, dan lampu gantung yang berkilau. Ia kembali, tetapi sebagian dari dirinya terasa asing.

“Sebenarnya, aku siapa? Di mana tempatku?” 

Pelayan itu masuk dan berdiri di sisi ranjang, tersenyum ragu. “Ini kamar Anda, Nona Helena. Di Kediaman Utama Magraville.”

“Magraville? Aku?”

Ia meraba wajahnya seolah melupakan identitas dirinya, lalu menatap cermin di samping ranjang.

“Maksudmu, selama ini aku terlahir sebagai Magraville dengan alasan?”

Pelayan itu tak memahami apa yang sedang dibicarakan Helena.

“Nona, sebaiknya saya memanggil dokter,” ucapnya hati-hati. Ia beranjak pergi, namun tangan Helena dengan cepat menggenggam pergelangannya.

“Aku adalah Lilith Hale yang hidup kembali di tubuh Helena Magraville.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dilahirkan Kembali sebagai Anak Musuh   Bab 33. Pengkhianatan Pertama

    “Bangsawan lemah tak pantas di sini!”“Keluarga Ardelion rendahan!”Beberapa anak bangsawan berkerumun di halaman sekolah, menertawakan seorang anak laki-laki dari keluarga Ardelion, keluarga bangsawan kecil yang tak memiliki kuasa politik maupun kekuatan militer. Anak itu hanya bisa menunduk, kedua tangannya bergetar menggenggam buku.Tiba-tiba, sebuah batu kecil melayang dan mengenai kepala salah satu dari mereka.“Aduh! Siapa itu?!”Mereka serentak menoleh, mendapati Helena berdiri dengan senyum mengejek, tangannya masih memainkan batu, jelas-jelas menunjukkan siapa pelakunya. Di sampingnya, Liora berdiri dengan tangan tersilang.“Ganggu yang sepadan saja!” seru Liora.“Kalau berani, hadapi kami,” timpal Helena.Anak laki-laki dari keluarga Thornevale yang kepalanya terkena lemparan batu Helena, tak terima. Dengan wajah merah padam, ia berlari ke arah Helena, diikuti beberapa ana

  • Dilahirkan Kembali sebagai Anak Musuh   Bab 32. Laut Malam

    “Kenapa kau begitu ingin bekerja sama denganku? Bukankah Alvendra membenci Magraville?”Liora tersenyum tipis, menyuapkan sepotong ikan ke mulutnya sebelum menjawab.“Benar, selama ayahku masih memimpin, Alvendra akan selalu membenci setiap turunan Magraville, tapi aku berbeda. Aku ingin membantumu, sebagai balasan dengan membantuku menghancurkan Magraville dari dalam.”“Kau tidak takut padaku? Bagaimana jika aku sama saja seperti Magraville?”Liora berdiri, melangkah pelan ke tepi laut. Ia membungkuk, mengambil beberapa batu besar, lalu menyusunnya satu per satu. Satu batu ia letakkan terpisah di samping tumpukan tujuh batu yang ia kumpulkan.Helena mengerutkan kening, bingung dengan apa yang dilakukan Liora, namun ia tetap memperhatikan setiap gerakannya, menunggu penjelasan.“Lihat ini.”Liora melempar satu batu kecil ke arah tumpukan tujuh batu besar. Batu kecil itu memantul dan terhempas jauh tanpa mampu menggeser sedikit pun tumpukan tersebut.“Tumpukan batu besar ini ibarat Mag

  • Dilahirkan Kembali sebagai Anak Musuh   Bab 31. Belum Berakhir

    Cassandra menjambak rambut Helena, menyeretnya dengan paksa hingga ke ruang bawah tanah kantor kepala desa. Kedua tangan Helena terikat erat, mulutnya tertutup dengan kain, membuat teriakannya hanya terdengar seperti gumaman tidak jelas.“Hmm!” Helena berusaha memanggil Noel yang berjalan di sampingnya, namun Noel tetap menatap lurus seakan tak mendengar.Begitu pintu ruang bawah tanah terbuka, Helena terkejut. Di balik jeruji, ia melihat Ervan, Nenek Mirelda, Selvina, dan beberapa warga Lysteria yang selama ini berdiri di sisinya, kini terkurung.“Nona!” Selvina menjerit begitu melihat Helena.“Apa yang kau lakukan pada Nona Helena!” Ervan meronta, berusaha memaksa tangannya keluar dari sela jeruji.Cassandra berhenti di depan sel, menatap mereka dengan senyum sinis. Ia menyilangkan tangan di dada.“Hanya ingin menunjukkan betapa kelirunya pilihan kalian.”Prajurit membuka pintu besi, lalu menyeret satu per satu warga Lysteria keluar secara paksa. Suara teriakan dan tangisan mereka m

  • Dilahirkan Kembali sebagai Anak Musuh   Bab 30. Jebakan

    Warga Lysteria maju dengan tombaknya, namun Helena segera menepisnya dengan hembusan angin.“Aku akan menghabisi prajurit yang mengepung desa ini. Setelah itu, kita akan membebaskan saudara-saudara kita yang masih terjebak di dalam Lysteria. Aku tidak akan pergi sebelum mereka bebas.”“Kau… kau benar-benar akan menolong kami, Nona Helena?”“Ya, aku bersumpah.”Hening sejenak hingga terdengar suara langkah prajurit yang kembali dari kejauhan.“Katakan, apa yang harus kami lakukan.”Helena mengangguk, memahami bahwa warga Lysteria mulai bersedia bekerja sama.“Kalian lebih mengenal jalan-jalan kecil di desa ini daripada siapa pun. Aku membutuhkan kalian untuk memandu warga yang masih bersembunyi. Lindungi mereka, bawa keluar secara diam-diam. Sementara itu, aku akan mengalihkan perhatian prajurit Cassandra.”“Kami akan ikut bersamamu,” seru pemuda, genggaman tangannya pada tombak semakin erat. Yang lain mengangguk setuju.“Kalau begitu mari kita jalani bersama.”Helena memberi isyarat d

  • Dilahirkan Kembali sebagai Anak Musuh   Bab 29. Penyusupan

    “Ikutlah denganku, ada rencana yang harus kita jalankan.”Noel menuntun Helena menuju bagian belakang kastil, tempat kereta kuda milik keluarga Cealmont terparkir.“Aku akan menjadi kusirmu mulai saat ini.”“Kenapa harus begitu?”“Supaya aku bisa melindungimu tanpa menimbulkan kecurigaan dari Eldros.”Helena terdiam, menunggu lanjutan penjelasannya.“Kau akan pergi ke Lysteria. Di sana, kau harus mencari tahu siapa saja yang masih bersedia mendukungmu. Setelah itu, mereka harus kau bawa ke ibu kota Velmoria.”“Untuk apa melakukan itu?”“Aku akan membawamu beserta warga Lysteria ke sana seolah kalian adalah tahananku. Dengan begitu, kau bisa menyusup tanpa menarik perhatian. Cassandra pun tidak akan lagi menaruh curiga padaku, sementara aku bisa membantumu dari dalam.”Helena menggigit ujung jarinya, bimbang, lalu menatap Noel dengan penuh keraguan.“Kau yakin cara itu akan berhasil?”“Jika kau berani mempertaruhkan segalanya, maka aku pun takkan ragu melakukan hal yang sama.”***Hele

  • Dilahirkan Kembali sebagai Anak Musuh   Bab 28. Mulai

    “Laporan.”“Nona Helena belum menuju Desa Lysteria, Nona Cassandra.”“Belum?”Cassandra melempar gulungan yang ia bawa dengan kasar ke meja, suaranya sangat keras hingga membuat Thorian bergidik ngeri.“Kau tahu apa yang terjadi jika berani berbohong padaku, bukan?”Thorian terjatuh berlutut di hadapan Cassandra. “Saya tidak berani melakukan hal seperti itu kepada Anda.”Cassandra berdiri dan melangkah mendekat. Ia berjongkok di depan Thorian, jemarinya mengangkat dagu pria itu agar menatap matanya.“Kau adalah mataku, Thorian. Jika Helena bergerak selangkah saja ke arah yang tidak kusukai, wargamu akan menanggung akibatnya.”Thorian terdiam, keringat dingin membasahi pelipisnya.Cassandra kembali berdiri, lalu berjalan ke kursinya.“Kau harus menghadapku setiap pagi, jangan pernah terlambat. Jangan sekali pun membuatku meragukan kesetiaanmu.”Thorian menunduk, mengangguk cepat. “Baik, Nona.”Ia membungkuk hormat, lalu berjalan keluar dari tempatnya sendiri, ruang kepala desa Lysteria

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status