Home / Fantasi / Dilahirkan Kembali sebagai Anak Musuh / Bab 2. Darah di Atas Mahkota

Share

Bab 2. Darah di Atas Mahkota

Author: QeeA.
last update Huling Na-update: 2025-07-25 16:52:51

“Nona Helena, Tuan Theo menyuruh Nona untuk menghadiri pertemuan keluarga besar.”

Pelayan pribadi Helena, Elma, hendak mengetuk pintu kamar. Namun sebelum jemarinya sempat menyentuh permukaan kayu, pintu itu terbuka dari dalam.

Helena keluar mengenakan gaun berwarna kuning terang. Elma terpaku, ini pertama kalinya majikannya bangun lebih dulu tanpa paksaan.

Helena dikenal sebagai gadis bangsawan yang membenci aturan dan menolak kekakuan tradisi. Ia tahu klannya terbagi dua karena ambisi, kekuasaan, dan ketamakan, tapi ia tidak tertarik.

Anehnya, Theo Magraville sang kakak, justru memindahkan hak sebagai calon penerus utama keluarga Magraville kepadanya. Keputusan itu membuat seluruh keluarga bingung, apalagi Helena terang-terangan menolak dan bahkan mengancam tidak akan datang ke pertemuan keluarga.

Itulah sebabnya, Elma mendapat tugas berat, membujuk Helena agar hadir pagi ini. Air mata perlahan menetes dari ujung matanya, terharu.

“Apakah dunia sebentar lagi akan berakhir?” ucap Elma dengan nada sarkastik.

Helena menjitak kepala pelayannya pelan. “Jika dunia tidak segera berakhir, kau tetap akan mati di tangan Ibunda karena tidak berhasil membawaku ke pertemuan keluarga.”

Ia melangkah menyusuri lorong panjang. Elma menyusul di belakang sambil meringis, memegangi dahinya.

Di sepanjang dinding lorong, tergantung lukisan-lukisan keluarga besar Magraville. Di sisi kanan, terdapat lukisan dari keluarga utama, Magraville Eldros. Keluarga yang telah memegang kekuasaan selama lebih dari dua dekade.

Di sisi kiri, lukisan keluarga cabang, Magraville Elvanor, keluarga Helena. Keturunan yang sering dipandang rendah karena tidak pernah merasakan kursi kekuasaan.

Helena berjalan pelan sambil memperhatikan satu per satu lukisan itu. Pandangannya berhenti di sebuah lukisan besar yang dipajang tepat di tengah pertemuan lorong, wajah pria pecundang yang muncul dalam mimpinya.

Amarahnya muncul tanpa alasan yang jelas.

“Edric Magraville,” gumam Helena pelan. “Dari keluarga mana dia? Dan kenapa lukisannya ada di tengah?”

“Tuan Edric adalah pendiri dua klan Magraville, Nona. Ia dianggap sebagai pahlawan karena berhasil mencegah perang saudara.”

Meskipun bingung dengan sikap Nona mudanya sejak tadi, Elma merasa ada harapan. Untuk pertama kalinya, Helena menunjukkan ketertarikan pada sejarah keluarga yang selama ini selalu ia abaikan.

Helena mengerutkan kening. “Benar-benar pecundang.”

“Nona! Apa yang Anda katakan?” bisik Elma pelan. Ia menengok kanan dan kiri, memastikan tidak ada yang mendengar ucapan majikannya.

“Kenapa? Kau setuju pembagian klan itu langkah bijak? Dia hanya ingin Magraville dikuasai oleh keluarganya dan mengucilkan keluarga lain, dengan cara memberi nama Eldros dan Elvanor.”

“Bukan begitu, Nona tak seharusnya berkata buruk tentang Tuan Edric.” suara Elma semakin mengecil, gugup.

Helena mengabaikannya dan kembali melangkah menuju aula kastil. Elma bergegas menyusulnya.

Aula utama Magraville dipenuhi suara tawa dan dentingan gelas kristal. Pilar-pilar dihiasi ukiran berbentuk singa bersayap, lambang kejayaan Magraville.

Di tengah aula, terdapat Mahkota Darah Magraville di atas podium batu. Bukan sekadar hiasan, artefak tua yang konon terhubung dengan garis darah Magraville secara magis.

Menurut tradisi, pada setiap pemilihan penerus utama, Mahkota Darah akan bersinar atau bergerak, menunjuk siapa yang paling layak, berdasarkan kemurnian darah keturunan.

Di barisan terdepan, duduk para kepala keluarga dari dua klan utama.

Kubu Eldros, dipimpin oleh Cassandra Magraville, usianya sama dengan Helena. Wajahnya elegan, dan tenang, menjujung tinggi martabatnya.

Sementara di sisi berseberangan, kubu Elvanor. Di tengah barisan utama, Theo Magraville, putra tertua Elvanor, tampak duduk tenang di kursinya menanti kedatangan sang adik.

Ketika Helena melangkah masuk, seluruh kepala mulai menoleh.

Keluarga Eldros yang sejak awal terlihat percaya diri, tak bisa menyembunyikan keterkejutan mereka yang mengira hari ini hanya akan menjadi upacara penobatan Cassandra. Apalagi selama ini Helena menunjukkan sikap enggan bersaing merebut posisi penerus Magraville.

Theo berdiri menyambut. “Akhirnya kau datang juga.”

“Tenang saja, Kak, aku ingin tahu siapa yang akan dinobatkan sebagai boneka berikutnya,” balas Helena, ia tersenyum tipis. “Dan aku siap menjadi boneka selanjutnya.”

Cassandra berdiri dari tempat duduknya dan melangkah menghampiri Helena. Gaun birunya berayun pelan seiring langkahnya.

“Aku senang kau datang, sepupuku. Aku tak berniat menang dengan cara yang tak adil.”

“Tentu, aku ingin melihat keruntuhan keluarga Eldros selama dua dekade memimpin.”

Theo dengan cepat menarik lengan adiknya. “Benahi dulu sikapmu, kalau kau ingin menang.”

“Bagaimana mungkin Magraville dipimpin oleh gadis yang tak tahu sopan santun seperti dia?” ucap Evelyn Magraville yang menyaksikan perdebatan kecil dari tempatnya. Ia adalah ibunda Cassandra, istri kepala keluarga Magraville yang disegani.

“Selama darahku mengalir dalam diri Helena, maka ia berhak mendapatkan haknya sebagai penerus Magraville,” balas Seraphina Magraville dengan tenang. Ia adalah ibunda Helena, sosok penting dalam klan Elvanor yang terkenal keanggunannya

Ketegangan memuncak hingga akhirnya, Reinhard Magraville, kepala keluarga Magraville saat ini, berdiri dari singgasananya.

“Kita tidak bisa memutuskannya sendiri. Seperti tradisi kita selama ratusan tahun, biarkan darah murni yang menentukannya.”

Cassandra kembali ke tempatnya, disusul Helena. Ia duduk di sisi ibunya. “Terima kasih, Ibunda sudah membelaku,” bisiknya pelan.

Namun, bukan balasan baik yang ia terima, melainkan cubitan kecil di pipinya.

“Ibu membelamu demi nama baik Elvanor, bukan karena kelakuanmu yang memalukan.”

“Aaah, sakit!” Helena meringis sambil memegang pipinya yang memerah.

Penjaga istana masuk membawa gulungan tradisi, lalu membukanya dengan penuh hormat. Suaranya menggema di seluruh aula saat ia membaca aturan kuno yang diwariskan turun-temurun.

“Pewaris masing-masing klan diharap untuk maju.”

Helena dan Cassandra, sebagai perwakilan dari masing-masing klan, melangkah maju ke depan.

Pisau perak di tangan mereka bergantian menggores telapak, darah segar menetes dan jatuh ke Mahkota Darah yang terletak di atas altar hitam.

Tak ada pergerakan dan tak ada reaksi.

Kegelisahan mulai menjalar, para bangsawan saling melirik dan mulai berbisik panik.

“Apa ini semacam kesalahan? Atau sistem kuno kalian sudah rusak?” ucap Cassandra tak terima.

Penjaga menyuruh Helena dan Cassandra meneteskan darahnya kembali. Namun, mahkota tetap tak bereaksi.

Untuk pertama kalinya dalam sejarah Magraville, mahkota menolak memberikan jawaban.

“Apa yang kau lakukan, Helena? Kau berbuat curang?” Cassandra yang sedari tadi selalu menjaga wajah tenangnya, kini menunjukkan wajah aslinya.

“Aku? Berbuat curang? Bagaimana aku bisa curang jika sistem di sini dipegang penuh oleh keluargamu, Cassandra Eldros?”

DUK!

Suara tongkat menghantam lantai keras, membuat keributan menjadi hening seketika.

“Cukup.”

Reinhard, akhirnya angkat bicara.

“Tradisi ini sudah dilakukan selama puluhan tahun, kita hanya perlu menunggu mahkota ini memilih.”

Namun ketenangan itu segera dipatahkan oleh istrinya, yang berdiri perlahan dari sisi kanan aula.

“Aku mengusulkan Cassandra Magraville sebagai penerusmu,” ucap Evelyn dengan lantang.

“Semua orang di sini tahu bahwa tradisi ini hanyalah citra biasa. Apa jadinya Magraville jika dipimpin oleh gadis yang kekanak-kanakan?”

Seketika, suara-suara setuju muncul dari bangku keluarga Eldros. Beberapa dari mereka mengangguk, bahkan menyuarakan dukungan. Di sisi lain, barisan Elvanor mulai tampak gelisah.

Mata semua orang kini tertuju pada Helena, seolah seluruh aula tengah menantinya bicara.

“Benar, aku memang tak pernah sudi memimpin keluarga yang sudah rusak ini.”

“Helena—” tegur Seraphina. Ia bergegas menghampiri anaknya.

“Tapi…”

Helena mengangkat tangannya yang masih berlumuran darah, lalu mengepalkannya erat.

“Aku ingin menjadi pemimpin yang dapat memperbaiki keluarga ini, maka biarkan keadilan yang memilih.”

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Dilahirkan Kembali sebagai Anak Musuh   Bab 33. Pengkhianatan Pertama

    “Bangsawan lemah tak pantas di sini!”“Keluarga Ardelion rendahan!”Beberapa anak bangsawan berkerumun di halaman sekolah, menertawakan seorang anak laki-laki dari keluarga Ardelion, keluarga bangsawan kecil yang tak memiliki kuasa politik maupun kekuatan militer. Anak itu hanya bisa menunduk, kedua tangannya bergetar menggenggam buku.Tiba-tiba, sebuah batu kecil melayang dan mengenai kepala salah satu dari mereka.“Aduh! Siapa itu?!”Mereka serentak menoleh, mendapati Helena berdiri dengan senyum mengejek, tangannya masih memainkan batu, jelas-jelas menunjukkan siapa pelakunya. Di sampingnya, Liora berdiri dengan tangan tersilang.“Ganggu yang sepadan saja!” seru Liora.“Kalau berani, hadapi kami,” timpal Helena.Anak laki-laki dari keluarga Thornevale yang kepalanya terkena lemparan batu Helena, tak terima. Dengan wajah merah padam, ia berlari ke arah Helena, diikuti beberapa ana

  • Dilahirkan Kembali sebagai Anak Musuh   Bab 32. Laut Malam

    “Kenapa kau begitu ingin bekerja sama denganku? Bukankah Alvendra membenci Magraville?”Liora tersenyum tipis, menyuapkan sepotong ikan ke mulutnya sebelum menjawab.“Benar, selama ayahku masih memimpin, Alvendra akan selalu membenci setiap turunan Magraville, tapi aku berbeda. Aku ingin membantumu, sebagai balasan dengan membantuku menghancurkan Magraville dari dalam.”“Kau tidak takut padaku? Bagaimana jika aku sama saja seperti Magraville?”Liora berdiri, melangkah pelan ke tepi laut. Ia membungkuk, mengambil beberapa batu besar, lalu menyusunnya satu per satu. Satu batu ia letakkan terpisah di samping tumpukan tujuh batu yang ia kumpulkan.Helena mengerutkan kening, bingung dengan apa yang dilakukan Liora, namun ia tetap memperhatikan setiap gerakannya, menunggu penjelasan.“Lihat ini.”Liora melempar satu batu kecil ke arah tumpukan tujuh batu besar. Batu kecil itu memantul dan terhempas jauh tanpa mampu menggeser sedikit pun tumpukan tersebut.“Tumpukan batu besar ini ibarat Mag

  • Dilahirkan Kembali sebagai Anak Musuh   Bab 31. Belum Berakhir

    Cassandra menjambak rambut Helena, menyeretnya dengan paksa hingga ke ruang bawah tanah kantor kepala desa. Kedua tangan Helena terikat erat, mulutnya tertutup dengan kain, membuat teriakannya hanya terdengar seperti gumaman tidak jelas.“Hmm!” Helena berusaha memanggil Noel yang berjalan di sampingnya, namun Noel tetap menatap lurus seakan tak mendengar.Begitu pintu ruang bawah tanah terbuka, Helena terkejut. Di balik jeruji, ia melihat Ervan, Nenek Mirelda, Selvina, dan beberapa warga Lysteria yang selama ini berdiri di sisinya, kini terkurung.“Nona!” Selvina menjerit begitu melihat Helena.“Apa yang kau lakukan pada Nona Helena!” Ervan meronta, berusaha memaksa tangannya keluar dari sela jeruji.Cassandra berhenti di depan sel, menatap mereka dengan senyum sinis. Ia menyilangkan tangan di dada.“Hanya ingin menunjukkan betapa kelirunya pilihan kalian.”Prajurit membuka pintu besi, lalu menyeret satu per satu warga Lysteria keluar secara paksa. Suara teriakan dan tangisan mereka m

  • Dilahirkan Kembali sebagai Anak Musuh   Bab 30. Jebakan

    Warga Lysteria maju dengan tombaknya, namun Helena segera menepisnya dengan hembusan angin.“Aku akan menghabisi prajurit yang mengepung desa ini. Setelah itu, kita akan membebaskan saudara-saudara kita yang masih terjebak di dalam Lysteria. Aku tidak akan pergi sebelum mereka bebas.”“Kau… kau benar-benar akan menolong kami, Nona Helena?”“Ya, aku bersumpah.”Hening sejenak hingga terdengar suara langkah prajurit yang kembali dari kejauhan.“Katakan, apa yang harus kami lakukan.”Helena mengangguk, memahami bahwa warga Lysteria mulai bersedia bekerja sama.“Kalian lebih mengenal jalan-jalan kecil di desa ini daripada siapa pun. Aku membutuhkan kalian untuk memandu warga yang masih bersembunyi. Lindungi mereka, bawa keluar secara diam-diam. Sementara itu, aku akan mengalihkan perhatian prajurit Cassandra.”“Kami akan ikut bersamamu,” seru pemuda, genggaman tangannya pada tombak semakin erat. Yang lain mengangguk setuju.“Kalau begitu mari kita jalani bersama.”Helena memberi isyarat d

  • Dilahirkan Kembali sebagai Anak Musuh   Bab 29. Penyusupan

    “Ikutlah denganku, ada rencana yang harus kita jalankan.”Noel menuntun Helena menuju bagian belakang kastil, tempat kereta kuda milik keluarga Cealmont terparkir.“Aku akan menjadi kusirmu mulai saat ini.”“Kenapa harus begitu?”“Supaya aku bisa melindungimu tanpa menimbulkan kecurigaan dari Eldros.”Helena terdiam, menunggu lanjutan penjelasannya.“Kau akan pergi ke Lysteria. Di sana, kau harus mencari tahu siapa saja yang masih bersedia mendukungmu. Setelah itu, mereka harus kau bawa ke ibu kota Velmoria.”“Untuk apa melakukan itu?”“Aku akan membawamu beserta warga Lysteria ke sana seolah kalian adalah tahananku. Dengan begitu, kau bisa menyusup tanpa menarik perhatian. Cassandra pun tidak akan lagi menaruh curiga padaku, sementara aku bisa membantumu dari dalam.”Helena menggigit ujung jarinya, bimbang, lalu menatap Noel dengan penuh keraguan.“Kau yakin cara itu akan berhasil?”“Jika kau berani mempertaruhkan segalanya, maka aku pun takkan ragu melakukan hal yang sama.”***Hele

  • Dilahirkan Kembali sebagai Anak Musuh   Bab 28. Mulai

    “Laporan.”“Nona Helena belum menuju Desa Lysteria, Nona Cassandra.”“Belum?”Cassandra melempar gulungan yang ia bawa dengan kasar ke meja, suaranya sangat keras hingga membuat Thorian bergidik ngeri.“Kau tahu apa yang terjadi jika berani berbohong padaku, bukan?”Thorian terjatuh berlutut di hadapan Cassandra. “Saya tidak berani melakukan hal seperti itu kepada Anda.”Cassandra berdiri dan melangkah mendekat. Ia berjongkok di depan Thorian, jemarinya mengangkat dagu pria itu agar menatap matanya.“Kau adalah mataku, Thorian. Jika Helena bergerak selangkah saja ke arah yang tidak kusukai, wargamu akan menanggung akibatnya.”Thorian terdiam, keringat dingin membasahi pelipisnya.Cassandra kembali berdiri, lalu berjalan ke kursinya.“Kau harus menghadapku setiap pagi, jangan pernah terlambat. Jangan sekali pun membuatku meragukan kesetiaanmu.”Thorian menunduk, mengangguk cepat. “Baik, Nona.”Ia membungkuk hormat, lalu berjalan keluar dari tempatnya sendiri, ruang kepala desa Lysteria

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status