Share

Bab 6. Titik Awal Caerwyn

Author: QeeA.
last update Last Updated: 2025-07-29 17:50:16

Sejak pagi, Helena menyebarkan kabar penting di seluruh desa Caerwyn. Warga mulai berdatangan dengan tatapan penasaran.

Seorang ibu tua melangkah maju, menatap Helena dari ujung kepala hingga kaki.

“Jadi kau dari istana, ya? Datang untuk memberi bantuan?” tanyanya dengan nada tak ramah.

Helena mengangguk dan tersenyum. “Kami membawa pompa yang bisa mengalirkan air dari mata air terdekat. Danau disini akan sejernih Danau Velmoria.”

“Danau apa?” sela seorang kakek dari bangku kayu. “Yang penting airnya cukup untuk mencuci celana cucu saya!”

Tawa pun pecah di antara sebagian warga. Helena ikut tertawa, meski terdengar canggung.

“Kami benar-benar ingin membantu,” ucapnya, berusaha terdengar meyakinkan.

Namun, tidak semua warga tertawa. Seorang pemuda kurus melangkah maju dengan perlahan.

“Kami sudah terlalu sering mendengar janji seperti itu, Nona. Para bangsawan datang, berkata manis, lalu pulang dengan bersih. Sementara kami tetap hidup dari air keruh dan lumpur.”

Ia menunjuk ke arah sumur tua di tepi jalan.

“Itu sudah kering sejak dua musim lalu. Kalau benar ingin membantu, cukup bawakan air bersih dengan ember di desa sebelah, bukan alat aneh yang tak kami pahami.”

Berapa warga saling berpandangan lalu mengangguk, seolah menyetujui perkataannya. Satu per satu membubarkan diri, tak lagi tertarik pada bantuan atau ide dari Helena.

Helena menarik napas panjang, berdiri sendiri di tengah lapangan yang mulai sepi.

"Katanya ada sumber mata air terdekat di sini?"

Elma berdiri di belakangnya, mengamati peta yang mereka bawa.

"Menurut laporan yang kita terima, seharusnya ada, Nona."

Helena mengusap wajahnya dengan frustrasi. Ia datang ke Desa Caerwyn dengan semangat tinggi, dengan harapan membangun aliansi diplomatik dari bawah.

Kenyataan di lapangan jauh berbeda.

“Bodoh, aku terlalu percaya.” Helena mengambil peta dari tangan Elma, kemudian meremasnya. “Pasti ulah Eldros.”

Helena hampir menyerah, sumber daya desa tampak tak menjanjikan. Namun, ucapan warga tentang tak pernah merasakan air bersih membuatnya iba.

"Baiklah! Pompa ini tetap harus digunakan."

"Tidak bisa, Nona. Dorongannya—"

Elma belum sempat menyelesaikan kalimatnya saat Helena meletakkan telunjuk di bibirnya.

"Tenang, Jika dalam strategi militer kuno, pasukan bisa mengalirkan air hingga ke puncak menara, kenapa kita tidak bisa mengalirkannya ke desa?"

Ia menunjuk ke arah bawah bukit. Dari sana, pipa bambu panjang sudah dipasang, menjulur naik ke arah ladang kering di tengah desa.

"Aku sudah curiga Eldros tak akan bermain adil."

Elma menatap jalur pipa itu dengan mata yang membesar. "Nona ingin memompa air dengan bambu sepanjang itu?"

Helena mengangguk. "Dengan dorongan yang cukup kuat, air tetap bisa mengalir!"

"Jika hanya mengandalkan tenaga manusia, dorongannya tidak akan cukup kuat, Nona."

"Aku sudah menyuruh pria-pria berbadan besar untuk memompanya," jawab Helena dengan percaya diri. "Kalau berhasil, kita bisa membuat mata air baru di sini."

Helena menyuruh dua pemuda desa berbadan besar yang sudah bersiap di bawah bukit untuk mulai memompa dari bagian ujung pipa.

Saat ia memberikan aba-aba, beberapa warga ikut menunggu.

Beberapa detik berlalu, tetapi tak terjadi apa-apa.

“Mungkin airnya sedang bersusah payah memanjat,” ujar Helena canggung.

Detik berikutnya—

BRUUUSHH!

Semburan air keluar seperti ledakan. Pipa berguncang hebat, tak sanggup menahan tekanan.

“Awas!”

Pipa patah, air menyembur ke segala arah menghantam sawah kosong, menciptakan kubangan lumpur besar.

“KYAAAA—!”

Helena terpental ke belakang dan jatuh terduduk di kubangan lumpur membuat gaunnya basah dan kotor. Beberapa warga berusaha menahan tawa, tapi tak bisa disembunyikan.

“Nona! Saya akan ambilkan handuk dan pakaian bersih. Tunggu sebentar!” seru Elma, buru-buru berlari sambil menunduk, mencoba menutupi tawanya yang hampir pecah.

Tiba-tiba, terdengar derap kaki kuda mendekat dari kejauhan.

“Aku kira Elvanor hanya unggul dalam politik dan bisnis,” ucap seorang pria sambil menarik kendali kudanya, berhenti tak jauh dari tempat kejadian.

“Ternyata juga bisa menciptakan taman bermain air.”

Helena menatap tajam ke arahnya sambil menyeka lumpur dari pipi. “Sedang memata-mataiku, ya?”

“Aku mendengar ledakannya dari pos pengawasan, kupikir gunung meletus.”

Helena menghiraukannya dan mencoba bangkit, tapi baru setengah berdiri, kakinya tergelincir dan ia jatuh lagi ke kubangan yang sama.

Melihat itu, Noel turun dari kudanya dan melangkah ke dalam lumpur, mendekati Helena.

“Apa yang kau lakukan? Ini terlalu licin, celanamu akan kotor.”

“Sejak kapan Helena Magraville begitu peduli padaku?” Noel mengulurkan tangannya. “Kali ini jangan ditolak, aku tak mau malu dua kali.”

Helena menyambut uluran itu, berhasil keluar dari kubangan lumpur bersama.

Noel kembali menunggangi kudanya, lalu menoleh ke belakang. “Naik.”

Helena menyipitkan mata curiga. “Jadi strategimu jika aku menolak adalah menculikku?”

“Kalau aku menculikmu, tak ada manfaat untukku,” ucapnya sambil menepuk bagian belakang pelana.

Dengan wajah cemberut dan gumaman tak jelas, Helena akhirnya naik ke atas kuda, duduk di belakang Noel.

Noel memacu kudanya menuju dataran rendah, tempat tenda-tenda berjajar dan bendera Cealmont berkibar. Para prajurit tampak bersantai di perkemahan sederhana itu.

Begitu turun dari kuda, Noel meraih tangan Helena untuk menuntunnya turun.

“Aku bisa sendiri.” Helena menepis, tapi Noel sudah lebih dulu menggenggamnya.

“Terlambat.”.

Pipi Helena memanas dan wajahnya memerah, segera mengalihkan pandangan.

Noel masih menggenggam tangan Helena saat mereka menuju tenda utama. Helena salah tingkah, tapi tak melepaskan. Bukan karena menyukainya, tentu saja tidak. Melainkan ia takut tersesat.

Sesampainya di tenda, Helena segera duduk di kursi di luar, merapikan gaunnya yang masih kotor.

“Bersihkan dirimu dulu,” kata Noel, menyerahkan handuk dari dalam tenda, lalu duduk di sebelahnya.

“Jadi kau sedang berpatroli di desa ini?” tanya Helena, matanya kini sibuk melihat sekeliling, sementara tangannya sibuk membersihkan lumpur di gaunnya.

“Iya, Caerwyn wilayah yang sering kami pantau karena rawan kejahatan,” jawab Noel, lalu tersenyum jahil. “Kau sendiri? Bukan untuk eksperimen?”

Helena mendengus kesal. “Aku ingin membantu desa Caerwyn.”

“Buat apa? Membantu desa bukan tugas utama seorang pewaris.”

“Tapi akan menjadi tugasku, jika aku berhasil menjadi penerus,” ucapan Helena terdengar bersungguh-sungguh.

“Kau memang aneh.” Gumam Noel, hampir tak terdengar.

Ia menunjuk ke arah bukit di kejauhan. “Kau bisa memanfaatkan sumber daya dari wilayah lain, lalu mengalirkannya ke desa ini.”

Helena mencondongkan tubuh, matanya membulat penuh ketertarikan. “Benarkah bisa? Bagaimana caranya?”

“Caerwyn berada di dataran tinggi, mata air alami justru mengalir ke dataran rendah.”  

Noel kembali menatap bukit. “Pompa buatanmu sebenarnya bukan ide buruk, hanya saja dorongan manusia terlalu lemah. Kalau saja sihir masih ada di Velmoria, mungkin akan menjadi dorongan yang kuat.”

“Sihir...” Helena berpikir keras, seperti sedang menyusun sesuatu di dalam kepalanya.

Noel melirik. “Lupakan saja, sekarang sihir tak lebih dari sekadar mitos.”

Sebelum Helena sempat membalas, suara derap kuda terdengar mendekat dengan cepat. Seorang pria turun dari pelananya.

“Kak Theo?” Helena terkejut. “Kenapa Kakak ada di sini?”

“Aku mencarimu, Helena. Kenapa kau pergi tanpa izin dariku?”

“Adikmu ini sudah cukup besar, Theo,” sela Noel. “Apalagi dia pewaris klanmu, untuk apa minta izin padamu?”

“Aku tidak peduli, kuperingatkan untuk menjauh dari adikku.”

Theo menarik tangan Helena yang masih tampak bingung, lalu membantunya naik ke kuda. Tanpa menoleh, ia segera memacu kudanya, meninggalkan Noel tanpa memberi kesempatan bicara.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dilahirkan Kembali sebagai Anak Musuh   Bab 7. Codex Magravillensis

    “Sejarah… Magraville… Velmoria…”Tanpa memedulikan gaunnya yang masih berlumuran lumpur, Helena berlari melintasi lorong-lorong perpustakaan Velmoria. Jejak kaki kotor tertinggal di lantai marmer.“Kalau saja sihir masih ada di Velmoria, mungkin akan menjadi dorongan yang kuat.” Ucapan Noel berputar lagi di kepalanya. Velmoria telah membuang sejarah sihir dari buku-buku pelajaran sejak puluhan tahun lalu. Tapi Helena percaya, selalu ada celah dalam sejarah yang bisa membawanya menemukan petunjuk.Ia menapaki rak bagian timur yang jarang dijamah. Katalog energi dan aliran fluida dari zaman kuno tak banyak tersedia, tapi ia terus mencari, prinsip pompa militer, mekanika air, bahkan catatan irigasi dari zaman perang.“Kenapa hampir tak ada yang membahas sihir,” gumamnya frustrasi.Helena menarik napas panjang, menutup buku yang baru saja ia baca, lalu menunduk menelusuri rak pal

  • Dilahirkan Kembali sebagai Anak Musuh   Bab 6. Titik Awal Caerwyn

    Sejak pagi, Helena menyebarkan kabar penting di seluruh desa Caerwyn. Warga mulai berdatangan dengan tatapan penasaran.Seorang ibu tua melangkah maju, menatap Helena dari ujung kepala hingga kaki.“Jadi kau dari istana, ya? Datang untuk memberi bantuan?” tanyanya dengan nada tak ramah.Helena mengangguk dan tersenyum. “Kami membawa pompa yang bisa mengalirkan air dari mata air terdekat. Danau disini akan sejernih Danau Velmoria.”“Danau apa?” sela seorang kakek dari bangku kayu. “Yang penting airnya cukup untuk mencuci celana cucu saya!”Tawa pun pecah di antara sebagian warga. Helena ikut tertawa, meski terdengar canggung.“Kami benar-benar ingin membantu,” ucapnya, berusaha terdengar meyakinkan.Namun, tidak semua warga tertawa. Seorang pemuda kurus melangkah maju dengan perlahan.“Kami sudah terlalu sering mendengar janji seperti itu, Nona. Para bangsawan datang, berkata manis, lalu pulang dengan bersih. Sementara kami tetap hidup dari air keruh dan lumpur.”Ia menunjuk ke arah su

  • Dilahirkan Kembali sebagai Anak Musuh   Bab 5. Aliansi

    “Desa Caerwyn?” Pria bangsawan itu tertawa keras, nyaris menyemburkan anggurnya. “Untuk apa mengurus wilayah miskin seperti itu?”“Saya percaya desa itu punya potensi,” jawab gadis dihadapannya dengan tenang, meski senyumnya terlihat kaku. “Kami merancang alat pemompa agar mata airnya sejernih Danau Velmoria.”“Alat?” ejek pria itu. “Kalau kau pikir air bersih cukup melawan Eldros, kau perlu belajar lebih banyak.”Ia mendekat, tangannya bergerak lancang ke arah pundaknya. “Begini saja, Jadilah istri keduaku. Kudengar Elvanor lebih membutuh dukungan politik.”Plak!Tamparan keras mendarat di pipinya, suaranya menghentikan riuh pesta.“Bangsawan tua sepertimu bahkan tak sadar kalau yang kau lakukan itu pelecehan,” ucap gadis lain yang berdiri di sebelahnya.“Beraninya kau!” teriak pria itu. Ia mendekat, memperhatikan wajah dan pakaian gadis itu. “Kau ini cuma pelayan?!”“Dia baru saja menyentuh majikanku, keturunan langsung keluarga Magraville,” seru pelayan itu lantang, menghiraukan pe

  • Dilahirkan Kembali sebagai Anak Musuh   Bab 4. Alvendra

    Kediaman Utama Keluarga Alvendra tampak seperti menara marmer kokoh yang berdiri sendiri, terpisah dari hiruk-pikuk dunia bangsawan.Tidak ada pesta.Tidak ada gelas anggur beradu.Hanya bisikan strategi, detak pena mencatat keputusan hukum, dan gema langkah para pengabdi keadilan.Di tengah ruangan bundar yang dikelilingi pilar-pilar batu putih, Liora Alvendra, pemimpin keluarga, duduk di kursi tinggi menghadap meja bundar. Gaun hitam membalut tubuh rampingnya dan rambutnya yang digelung rapi. Di sekelilingnya, hakim tua dan pewaris muda tengah terlibat dalam diskusi serius.“Salah satu keputusan komersial dari pihak Eldros baru-baru ini telah melewati batas wewenang. Mereka mengubah struktur pajak tanah bangsawan tanpa pengesahan kerajaan,” ucap Callen, pewaris muda yang cerdas sekaligus tangan kanan Liora.“Ini contoh yang buruk. Jika dibiarkan, Magraville bukan lagi bawahan kerajaan, tapi penguasa baru di balik layar,” sahut Hakim tertua Alverland, Vanerin.Beberapa kepala mengang

  • Dilahirkan Kembali sebagai Anak Musuh   Bab 3. Titah Sang Raja

    Ketegangan masih terasa menggantung di aula keluarga Magraville, hingga suara langkah cepat terdengar dari arah pintu utama. Seorang prajurit istana memasuki ruangan dengan tergesa, membawa gulungan bersegel emas.“Pesan dari Raja!” serunya lantang.Seluruh penghuni aula segera berdiri dan menundukkan kepala sebagai bentuk penghormatan. Prajurit itu berjalan dengan sikap hormat, menyerahkan gulungan tersebut kepada Reinhard Magraville.Reinhard membuka segel dengan tenang, membaca isi surat itu dalam diam. Tatapannya tak menunjukkan banyak perubahan, hanya sebuah anggukan kecil setelah selesai membaca.Ia menggulung kembali surat itu, menyerahkannya pada prajurit, lalu kembali menatap lurus ke depan.“Kabar tentang situasi di keluarga kita telah sampai ke telinga Raja. Raja memerintahkan agar proses pemilihan penerus dilakukan dengan adil dan berdasarkan kemampuan, bukan hanya garis keturunan.”Semua mata kini kembali tertuju pada dua wanita yang berdiri di ujung konflik, Cassandra da

  • Dilahirkan Kembali sebagai Anak Musuh   Bab 2. Darah di Atas Mahkota

    “Nona Helena, Tuan Theo menyuruh Nona untuk menghadiri pertemuan keluarga besar.”Pelayan pribadi Helena, Elma, hendak mengetuk pintu kamar. Namun sebelum jemarinya sempat menyentuh permukaan kayu, pintu itu terbuka dari dalam.Helena keluar mengenakan gaun berwarna kuning terang. Elma terpaku, ini pertama kalinya majikannya bangun lebih dulu tanpa paksaan.Helena dikenal sebagai gadis bangsawan yang membenci aturan dan menolak kekakuan tradisi. Ia tahu klannya terbagi dua karena ambisi, kekuasaan, dan ketamakan, tapi ia tidak tertarik.Anehnya, Theo Magraville sang kakak, justru memindahkan hak sebagai calon penerus utama keluarga Magraville kepadanya. Keputusan itu membuat seluruh keluarga bingung, apalagi Helena terang-terangan menolak dan bahkan mengancam tidak akan datang ke pertemuan keluarga.Itulah sebabnya, Elma mendapat tugas berat, membujuk Helena agar hadir pagi ini. Air mata perlahan menetes dari ujung matanya, terharu.“Apakah dunia sebentar lagi akan berakhir?” ucap Elm

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status