Share

Pengantin Berhias Duka

Author: Young Lady
last update Last Updated: 2025-07-24 11:57:40

“Kalau kamu ingin mempermalukan papa, jangan sekarang! Kecuali kalau kamu bisa mengganti seluruh biaya yang keluar untuk persiapan pernikahan ini!” seru Baskara Prameswara—ayah Tanisha.

“Aku tidak pernah punya niatan untuk melarikan diri.” Tanisha yang sedang dirias berusaha membela diri.

Tanisha melirik beberapa orang yang sedang merias wajahnya juga mempersiapkan gaun yang akan dirinya gunakan. Seharusnya, mereka tak perlu mendengarkan ini. Sayangnya, ayahnya yang sedang marah tak akan memedulikan citra diri.

Sungguh. Tak pernah terlintas dalam pikiran Tanisha untuk melarikan diri. Meskipun dirinya dijodohkan dengan lelaki yang tidak dicintainya. Ia berusaha menerima pernikahan yang kini berada di depan matanya. Hanya saja, semalam terjadi insiden di luar prediksi.

Tadinya, Tanisha ingin langsung pulang setelah menghadiri party semalam sebagai formalitas. Sayangnya, ia malah terjebak di sana hingga pagi hari. Untungnya, Tanisha masih memiliki waktu untuk pulang sebelum pesta pernikahannya digelar. Begitu tiba, berbagai makian tertuju padanya.

“Kamu pikir bisa membodohi papa?! Kalau kamu tidak mau menikah dengan Bumi, harusnya kamu bilang dari awal! Bukan membuat drama menjelang pernikahan kalian berlangsung! Mau ditaruh di mana muka papa kalau pernikahan ini berantakan?!” Baskara kembali menyemburkan amarahnya.

Tanisha memejamkan matanya sejenak dan menghela napas pelan. “Aku minta maaf. Semalam ada insiden tak terduga. Papa jangan khawatir. Aku tidak mungkin kabur dari pernikahanku sendiri.”

Tanisha tak mungkin menceritakan apa.yang terjadi semalam pada ayahnya. Apalagi di depan orang-orang yang membantunya mempersiapkan diri untuk pesta pernikahannya. Jika ia memang ingin melarikan diri, tentu saja sekarang dirinya tak ada di sini.

Di saat suasana kian memanas, Adinda Tanjaya—ibu Tanisha muncul. Adinda telah siap lebih dulu, begitu pun dengan Baskara. Dan malah sang pengantin yang belum siap karena tiba-tiba menghilang dan tidak bisa dihubungi sejak semalam.

“Sudah, Pa. Lebih baik papa temani tamu-tamu yang sudah datang. Biar mama yang menemani Tanisha. Papa tidak boleh terbawa emosi, ini hari bahagia putri kita,” tutur Adinda sembari menyentuh bahu sang suami yang menegang kaku.

“Ingat, pernikahan ini bukan hanya tentang kamu dan Bumi. Jangan membuat onar!” peringat Baskara sebelum melenggang pergi.

Seulas senyum miris kembali tersungging di bibir Tanisha. Benar. Pernikahan ini bukan hanya tentang dirinya dan sang calon suami. Sebab, yang terpenting adalah citra orang tua mereka yang telah bersahabat sejak lama. Dan kini tengah berkoalisi demi mendongkrak popularitas di dunia politik.

Tanisha mengamati sang ibu yang tampak ingin berbicara, namun belum mengatakan apa pun. Hingga dirinya selesai dirias dengan segala perintilan yang telah terpasang di tubuhnya, barulah Adinda bersuara. Tentunya wanita paruh baya itu mengusir beberapa perias yang ada di sana terlebih dahulu.

“Semalam kamu dari mana?” tanya Adinda sembari menutup pintu rapat.

“Produser film terbaruku membuat pesta kecil.” Tanisha sudah menjelaskannya sejak menginjakkan kaki di salah satu hotel milik keluarganya ini. Namun, sepertinya semua orang belum puas mencercanya.

Tanisha terdiam sejenak dan berdeham pelan. “Sebenarnya aku hanya ingin mampir sebentar. Tapi, ada sedikit kendala yang membuatku harus menginap di sana. Aku sama sekali tidak punya niatan untuk kabur, Ma. Aku hanya—”

“Ini kendala yang kamu maksud?” tebak Adinda sembari menunjukkan jejak kemerahan yang terlihat di tulang selangka putrinya.

Sontak saja, itu membuat Tanisha menegang. Ia melirik bagian yang ditunjuk ibunya. Rupanya ia kecolongan. Padahal sebelum para perias membantunya tadi, Tanisha sudah berusaha menutupi jejak-jejak itu menggunakan concealer. Namun, ternyata masih ada yang terlewat.

Decak samar lolos dari bibir Adinda yang biasanya selalu bertutur kata lembut dan bersahaja itu. Ia langsung mengambil concealer dan menutupi jejak kemerahan di tulang selangka putrinya. Memastikan jejak tersebut tak akan terlihat lagi sekalipun dilihat dari jarak dekat.

“Berhenti bermain-main, Tanisha. Mama tidak mau melihatmu seperti ini lagi. Jangan coreng nama baik keluarga kita dengan kelakuanmu. Tidak mudah menjadi bagian dari keluarga Mahadewa. Mereka bisa mendepakmu kapan saja,” peringat Adinda sembari merapikan melati yang terpasang di kepala Tanisha.

Adinda telah mengatakan itu berulang kali. Bolehkah Tanisha mengatakan jika dirinya sudah muak mendengar peringatan tersebut?

Tanisha tahu bagaimana dirinya harus bersikap. Adinda tak perlu mengingatkan itu berulang kali. Pesta pernikahannya belum dimulai dan rasanya ia sudah sangat lelah. Padahal pastinya hari ini akan menjadi hari yang panjang. Sebab, pesta ini diselenggarakan hingga tengah malam.

“Senyum. Ini hari bahagiamu. Jangan sampai ada yang berpikir ada unsur pemaksaan dalam pernikahan ini.” Ekspresi Adinda kembali berubah penuh kelembutan.

Wanita paruh baya itu menegakkan tubuhnya dan menatap snaf putri dari pantulan cermin di hadapan mereka. “Persiapkan dirimu. Nanti mama jemput kalau akadnya akan dimulai.”

Bersamaan dengan kepergian ibunya, Tanisha merasa sesak yang membelenggu dadanya memudar. Ia tatap pantulan dirinya dari cermin. Penampilannya sudah luar biasa. Sayangnya, kekosongan di dadanya tetap terasa. Meskipun begitu, dirinya tak bisa mundur.

Keriuhan yang terjadi di luar membuat Tanisha mengernyit heran. Terdengar langkah orang berlari juga suara yang saling bersahutan. Menyadari ada yang tidak beres di luar sana, Tanisha langsung menyingsingkan kebayanya dan melangkah keluar.

“Apa yang terjadi?” tanya Tanisha pada salah satu ajudan ayahnya yang kebetulan melintas.

“Mobil yang Pak Bumi tumpangi masuk jurang. Sekarang Pak Bumi sedang dilarikan di rumah sakit.”

Informasi tersebut membuat Tanisha nyaris kehilangan pijakan jika tidak berpegangan pada pintu. Setelah ajudan itu pergi, ia bergegas mencari anggota keluarganya yang ternyata telah bersiap ke rumah sakit. Mereka melarang Tanisha ikut, khawatir terjadi hal-hal buruk lagi. Namun, Tanisha tetap memaksa ikut serta.

Meskipun tak memilih perasaan sedikit pun pada calon suaminya, kekhawatiran itu tetap ada. Tanisha sudah menganggap Bumi seperti kakaknya sendiri. Ia ingin memastikan jika lelaki itu baik-baik saja. Bumi terlalu baik padanya selama ini.

Sebelum sampai di rumah sakit, ada buruk kembali datang. Bumi menghembuskan napas terakhirnya tepat ketika tiba di rumah sakit. Hari yang seharusnya penuh suka cita ini berubah menjadi hari yang kelam. Tak ada tangis haru, hanya tersisa duka yang menyelimuti jiwa.

Bumi menggunakan mobil pengantin bersama seorang sopir dan ajudan. Sopir dan ajudan lelaki itu tewas di tempat, sedangkan Bumi tewas begitu tiba di rumah sakit. Dan sebentar lagi, prosesi pemakaman Bumi akan dilangsungkan.

Warna silver yang seharusnya menjadi dress code pernikahan ini telah berganti menjadi warna hitam, senada dengan duka mendalam yang terasa. Tamu yang tadinya datang untuk mengucapkan selamat pada pengantin yang berbahagia malah turut berbelasungkawa.

“Bagaimana bisa mereka membiarkan Bumi hanya ditemani dua orang?! Sedangkan keluarga besarnya malah dikawal banyak ajudan! Padahal seharusnya, Bumi yang mendapat pengawalan lebih ketat!” sembur Baskara setelah prosesi pemakaman Bumi selesai.

Tanisha spontan melirik sekelilingnya. Saat ini, mereka semua masih berada di area pemakaman. Meskipun sudah cukup jauh dari rombongan yang mengantar Bumi ke tempat peristirahatan terakhirnya. Tetap saja, ada kemungkinan ucapan sang ayah didengar orang lain.

“Kita masih di makam, Pa.” Tanisha berusaha mengingatkan sang ayah.

“Ini musibah, Pa. Tidak ada yang mengharapkan kejadian seperti ini. Tidak ada yang bisa disalahkan,” imbuh Tanisha pelan. Tak ingin memancing keributan.

Suasana duka yang menyelimuti masih sangat pekat. Adinda masih menemani calon mertuanya yang masih histeris di area pemakaman. Oleh karena itu, Tanisha yang diseret oleh ayahnya menjauh dari sana. Dan Tanisha sudah bisa menebak jika ayahnya akan kembali meluapkan amarah.

Tak ada yang menginginkan kejadian seperti ini terjadi. Apalagi sampai memakan korban jiwa. Namun, tidak ada yang bisa melawan takdir. Yang sekarang bisa mereka lakukan hanya menerima keadaan. Akan tetapi, ayahnya memiliki persepsi berbeda.

“Pernikahan kalian berantakan! Mau ditaruh di mana muka papa?!”

“Pa, semua orang pasti mengerti. Aku dan Mas Bumi memang tidak berjodoh.” Tanisha berusaha meredam emosi ayahnya.

“Kalau Bumi tidak bisa menikahi kamu, harusnya Langit bisa menggantikannya.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dilamar Adiknya, Dinikahi Kakaknya   Penghakiman yang Sudah Menunggu

    “Maaf, istri saya sedang hamil muda. Sepertinya morning sickness nya kambuh.”Bukan hanya Tanisha dan Tommy yang terkejut, melainkan semua orang yang berada di sana. Sedangkan sang pembuat ulah malah dengan santai menyeberangi ruangan. Kemudian, menarik Tanisha menjauh dari rengkuhan Tommy.Tanisha yang sudah memucat tampak semakin pucat pasi. Wanita itu menatap sang suami dengan dada berdebar keras. Ia tatap lelaki itu penuh peringatan. Berharap Langit akan mengatakan sesuatu yang mungkin dapat meredam gosip yang akan datang. “Maaf, istri saya pasti tidak sengaja. Biar saya ganti pakaian kamu,” tutur Langit pada Tommy yang tampak masih syok dan diam membisu. Ucapan Langit tentunya tak dapat membantu meredam gosip yang akan berembus nantinya. Walaupun jika.dibuka sekarang, mungkin tak ada akan gosip jika Tanisha hamil di luar nikah. Akan tetapi, tak ada rencana untuk membongkar kehamilannya dalam waktu dekat. Walaupun Taniaha jarang dilibatkan dalam diskusi yang para orang tua laku

  • Dilamar Adiknya, Dinikahi Kakaknya   Membongkar Rahasia

    Tanisha yang seharusnya marah karena Langit yang melanggar ranah privasinya. Akan tetapi, setelah pertengkaran mereka semalam, malah Langit yang tampak memusuhinya. Walaupun lelaki itu memang cuek, Langit tak pernah benar-benar mengabaikannya. Bahkan, ketika Tanisha menerobos masuk ke kamar mandi karena mengalami morning sickness, Langit tetap cuek dan hanya melewati wanita itu tanpa menanyakan apa pun. Begitu pun saat mereka berada di meja makan. Langit yang lebih dulu tiba di sana telah selesai makan dan langsung pergi tanpa berpamitan. Mertua Tanisha sedang memiliki agenda pekerjaan di luar kota. Jadi, hanya Tanisha dan Langit yang tersisa di rumah. Dan sekarang, hanya Tanisha yang tersisa di meja makan seorang diri. Wanita itu langsung mengisi piringnya dan menyuap perlahan-lahan. Suapan pertama masih aman. Namun, begitu kembali menyuap makanannya, mual menyebalkan itu kembali datang. Tanisha berlari ke toilet terdekat dan memuntahkan isi perutnya. Pening luar biasa menghantam

  • Dilamar Adiknya, Dinikahi Kakaknya   Adegan Dewasa

    “Ada yang ingin saya bicarakan.”Langit tak pernah menunggunya. Setidaknya jika mereka tak memiliki janji untuk bepergian sepulang Tanisha dari lokasi syuting. Dan hari ini mereka pun tak memiliki agenda bepergian keluar. Namun, begitu Tanisha datang, Langit sudah menunggunya di depan pintu. Bukan pintu kamar mereka, melainkan pintu utama kediaman orang tua Langit. Ekspresi yang lelaki itu tunjukkan pun tampak tak bersahabat. Seolah-olah ada hal sangat penting yang harus mereka bahas secepatnya. Namun, Tanisha merasa tak ada yang perlu mereka bicarakan. “Ada apa, Mas?” tanya Tanisha sembari menebak-nebak. “Ada informasi tentang dalang di balik kecelakaan kita? Atau tentang siapa yang masuk ke apartemenku?” tebak wanita itu. Namun, jika berkaitan dengan itu, biasanya pun Langit tak pernah sampai segininya. Lelaki itu malah cenderung menghindari pembahasan tentang permasalahan tersebut. Dengan alasan tak ingin membebani Tanisha dan membuat wanita itu stress. “Bukan. Ada yang jauh l

  • Dilamar Adiknya, Dinikahi Kakaknya   Akhirnya, Dia Mengaku

    “Kenapa Mas nyimpen foto aku?” Walaupun tidak melihat foto yang jatuh dari lemari Langit dengan jelas. Akan tetapi, ia yakin kalau itu adalah fotonya. Fotonya semasa remaja. Foto yang entah Langit dapatkan dari mana. Sebab, dirinya tak pernah memberikan foto seperti itu pada siapa pun. Apalagi Langit. Kalaupun dirinya pernah secara tidak sadar memberikan foto tersebut pada Langit. Seharusnya, Langit langsung membuangnya. Tak perlu menyimpannya. Apalagi sampai bertahun-tahun begini. Foto itu tampak usang, menunjukkan jika foto tersebut telah disimpan bertahun-tahun. “Ini bukan foto kamu,” jawab Langit seraya menutup kembali lemari pakaiannya. “Aku tau itu aku, Mas,” balas Tanisha bersikukuh. Tanisha mengenali struktur wajahnya, gaya rambut hingga gaya berpakaiannya. Dan yang ada di dalam foto tersebut jelas-jelas fotonya. Tanisha yakin. Penglihatannya masih baik-baik saja. Dan paniknya Langit malah membuatnya semakin curiga. Banyak sekali yang sengaja Langit sembunyikan dar

  • Dilamar Adiknya, Dinikahi Kakaknya   Foto Rahasia di Lemari

    Unit apartemen Tanisha sudah terbuka ketika keduanya datang. Padahal, tak ada yang mengetahui password apartemen tersebut selain Tanisha dan Langit. Asisten dan manajer Tanisha saja tidak mengetahui password apartemen tersebut. Tak mungkin juga pihak pemilik gedung yang tiba-tiba masuk tanpa izin. “Kamu yakin orang tua kamu benar-benar nggak tau tentang apartemen ini?” tanya Langit sembari menatap awas sekitarnya. “Harusnya begitu,” jawab Tanisha ragu. Tanisha mengerti maksud ucapan Langit. Ada kemungkinan orang tuanya telah mengetahui tentang apartemen ini dan menerobos masuk. Walaupun Tanisha lebih suka dimarahi secara langsung daripada diperlakukan begini. Jika ini memang perbuatan orang tuanya. Pintu apartemen Tanisha memang tidak terbuka lebar. Namun, pasangan suami-istri itu menyadari jika pintunya tidak benar-benar tertutup sebagaimana mestinya. Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, Langit pun langsung menarik Tanisha menjauh dari sana. Keduanya kembali

  • Dilamar Adiknya, Dinikahi Kakaknya   Berhenti Menjodohkan Saya dengan Wanita Lain

    “Berhenti bersikap seolah-olah ada affair di antara saya dan Senja.”Tanisha yang sedang mengeringkan rambutnya kontan tersenyum sinis. Ia tak menoleh dan tidak berniat menanggapi ucapan sang suami. Tanisha memilih fokus melanjutkan kegiatannya, seolah-olah tak mendengar ucapan sang suami barusan.Sampai sebegitunya Langit membela Senja. Padahal, Tanisha merasa tak pernah berbicara macam-macam tentang Senja. Apalagi sampai menjelek-jelekan wanita itu. Namun, Langit bersikap seolah-olah Tanisha gemar menyakiti Senja.Untuk hal ini, Langit tampak seperti pengecut. Ingin melindungi Senja tetapi tak pernah berani menunjukkan secara terang-terangan. Bahkan, sengaja menggunakan pernikahan sebagai tameng agar tetap bisa melindungi snag pujaan hti dari kejauhan. “Kamu nggak dengar saya bilang apa?” tanya Langit yang masih mengawasi tingkah sang istri. Tanisha berdecak pelan. “Dengar. Emangnya kenapa, Mas? Apa yang aku lakuin sampe bikin Senja sakit hati? Aku harus minta maaf sama dia?”Akhi

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status