Share

Chapter 2 : Tamu

"Celin pulang!" teriak Celindia saat memasuki rumahnya yang cukup besar. 

"Berisik!" Celindia mengalihkan pandangannya ke arah ruang keluarga. 

Ia mengerutkan keningnya. "Abang? Kok udah pulang?" 

Alges--sang kakak dari Celindia mendelik ke arahnya. 

"Enggak seneng abang pulang?" tanya nya dengan sinis kepada Celindia yang sudah duduk dengan posisi kaki menyilang di sampingnya. 

"Astaghfirullah, soudzon mulu sama adek sendiri. Heran deh." 

Alges mengangkat bahu acuh lalu kembali menonton. 

Celindia melemparkan pandangannya. "Mama sama Papa mana, bang?" 

"Papa diruang kerja, mama didapur." Celindia mengangguk lalu menyomot camilan yang berada di pelukan Alges. 

Alges melotot lalu menjauhkan toples dari adiknya yang rakus. 

"Apaan sih bang, pelit amat." gerutu Celindia. 

"Udah sana mandi, badan kamu bau." Alges mencubit hidungnya dan menatap Celindia dengan geli. 

"Enak aja, aku walaupun enggak mandi setahun juga tetep harum." 

"Buset," ujar Alges. 

"Tapi lama-lama juga gerah sih, yaudah aku ke kamar dulu." pamit Celindia lalu masuk ke kamarnya. 

Alges menggelengkan kepala nya melihat Celindia, baru seminggu yang lalu gadis itu melakukan wisudanya. Waktu berjalan sangat cepat, padahal ia merasa seperti melihat Celindia yang baru di lahirkan oleh Kalana kemarin. 

Usia mereka yang terpaut lima tahun, membuat Alges sangat menjaga adiknya. Apa lagi Celindia adalah gadis yang bar-bar dan cerewet, ia takut orang-orang yang pernah terkena sikap bar-bar Celindia memiliki dendam kepada gadis itu. 

"Aden," T**i--asisten rumah tangga keluarga pratama datang dengan terburu-buru.

"Kenapa, Bi?" 

"Itu ... didepan ada tamu, katanya mencari Pak Rio." 

"Cari Papa? Siapa? Bibi kenal?" 

"Enggak atuh Den, Bibi kan bukan Mamanya Pak Rio." 

Alges tertawa kecil. "Maksud Aku, siapa tahu aja Bibi pernah lihat. Bibi kan sering lihat teman dan rekan kerjanya Papa kalau mereka kesini" ujar Alges menerangkan. 

"Oalah, enggak Den. Bibi belum pernah lihat," jelas T**i.

"Oh yaudah, Aku panggil Papa dulu. Udah Bibi suruh duduk di ruang tamu, kan?" 

"Udah Den." 

"Oke," Alges lalu melangkah pergi ke ruang kerja Rio--Sang Ayah. 

Tok tok ... 

CEKLEK 

"Papa," Rio yang sedang sibuk dengan berkas-berkasnya menoleh ke arah pintu. 

"Alges, kenapa?" 

"Ada tamu, katanya nyari Papa." 

"Oke Papa kesana, Kamu temenin tamunya dulu sana." 

"Iya, Pa."

****

Celindia keluar dari kamarnya dengan rambut yang setengah basah, ia telah selesai dengan ritual mandinya. Rencananya selanjutnya adalah mencuri makanan, gadis itu melangkah ke arah dapur. 

Sesampainya Celindia didapur, ia melihat Kalana yang sedang membuat minuman dan ada tiga gelas didepan wanita itu. Celindia lalu mendekati Kalana dan hendak bersuara. 

"Ada tamu ya, Ma?" Kalana menoleh dan mengangguk. 

"Iya, tamunya Papa." Celindia mengangguk paham. 

Gadis itu lalu mulai melancarkan aksinya untuk mencuri makanan, kenapa ia menamakan itu mencuri makanan padahal ini adalah rumah orang tuanya. Karena Celindia selalu makan sebelum waktu makan malam tiba, walau terkadang gadis itu akan memilih memakan camilan saja. 

"Oh kebetulan Kamu di sini sayang," perkataan Kalana membuat Celindia menatap Mamanya. 

"Tolongin Mama ya, Kamu anterin minuman ini ke ruang tamu." Baru saja Celindia hendak menyuarakan rasa tidak setujunya, Kalana menyela. 

"Mama mau bawa kue, Kamu mau Mama bawa kue sama minumannya sekaligus? Nanti pecah lho." 

Celindia memutar bola mata. "Iya-iya." Gadis itu lalu mengangkat nampan yang berisi tiga gelas dan melangkah ke ruang tamu dengan Kalan di belakangnya membawa toples kue. 

"Kan bisa di bawa satu-satu, gitu aja kok ribet sih." Celindia membatin kesal. 

Kalau boleh jujur, ia sangat tidak suka jika memperlihatkan wujudnya ke tamu rumah. Entah kenapa begitu, tapi setiap saat mereka kedatangan tamu, Celindia lebih memilih berdiam diri dikamar. 

Saat sampai di sana, Celindia melihat Rio dan Alges duduk berhadapan dengan seorang pria. Celindia tidak terlalu memperhatikan wajah pria itu karena ia tidak menatap pria itu, ia hanya memfokuskan diri untuk meletakkan nampan berisi minuman itu dan berniat melangkah pergi. 

"Celin," panggil Rio membuat Celindia yang hendak pergi berhenti dan berbalik. 

"Sini, duduk dulu." 

Tidak ingin membuat Papanya malu, Celindia akhirnya duduk di sebelah Abangnya. Kalana juga ikut duduk di sampingnya, Celindia berada di antara Alges dan Kalana. Sedangkan Rio berada di sebelah Alges. 

"Ini Celindia, nak Indra. Masih ingat?" Celindia yang hanya menunduk mengerutkan keningnya saat mendengar Sang Papa yang menyebut namanya. 

Pria yang berada di depan mereka menatap Celindia sekilas lalu tersenyum tipis. 

"Iya, Saya masih ingat. Saat itu Kami masih sangat kecil, tapi Saya masih mengingatnya dengan baik." 

"Celin, Kamu masih ingat sama Indra?" pertanyaan Rio membuat Celindia mengangkat kepalanya dan bersitatap dengan seorang pria yang tidak asing. 

Ia menatap lamat pria yang sedang tersenyum tipis itu, walau bibirnya tersenyum, Celindia bisa melihat kalau matanya seakan menatap tajam Celindia. 

"Ah Celin ingat," kata Celindia tanpa sadar. 

"Kamu ingat?" tanya Alges. 

Celindia mengangguk. "Iya, Dia pelanggan hari ini di kafè." 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status