"Saya datang ke sini karena ingin melamar Celindia, Anak Om Rio." What the-- Celindia Putri Pratama, Gadis berumur 21 tahun yang baru saja melakukan wisuda itu terkejut karena kedatangan seseorang yang tiba-tiba. Pria itu datang untuk dirinya, melamar Celin. Dengan berkilah bahwa itu adalah salah satu permintaan Nenek Pria itu, akhirnya Celin menerima lamaran itu. Bukan hanya itu saja sebenarnya alasan Celin untuk menerima Pria yang tidak Ia kenal, Papa dan Mamanya juga memaksa Celin untuk menerima lamaran Pria itu. "Aku ... menikah dengan cowok itu? Yang bener aja." Bagimana kisah Mereka nanti? Bagaimana kehidupan kedua manusia yang sifatnya sangat bertolak belakang itu? Celindia si gadis bar-bar dan cerewet, sedangkan Keindra si pria dingin tak tersentuh. Akankah kebahagiaan menanti mereka saat satu persatu masa lalu kelam Keindra terungkap? Apakah Celindia memilih untuk bertahan? Atau mengikuti kata orang tuanya? Ikuti terus kisah Celindia dan Keindra di novel 'Dilamar CEO Kejam'
view moreCelindia Putri Pratama, Anak kedua dari pasangan bernama Algantario Algres Pratama dan Kalana Riana Pratama. Memiliki saudara kandung, kakaknya yang bernama Algestrio Putra Pratama.
Celindia baru saja melakukan wisuda sarjana satu nya minggu kemarin, Ia sekarang menjadi pelayan di kafè yang cukup terkenal. Rio--Ayahnya pernah menyarankan gadis itu untuk bekerja bersama kakaknya di perusahaan Rio, tapi Celin menolak.
Ia berkata bahwa Ia tidak cocok dengan bisnis, lagi pula, Ia lebih suka bekerja yang ke sana kemari. Katanya lebih menyenangkan dari pada harus duduk di kantor dan bertatapan dengan kertas-kertas berwarna putih, Rio dan Kalana--Ibunya Celin hanya mengikuti saja perkataan anak kedua mereka itu.
"Celin," panggilan itu membuat sang pemilik nama menoleh.
"Kenapa Anjani?"
"Tolong gantiin gue di sini bentar ya, gue kebelet nih." ucap gadis itu dengan gerakan seperti cacing kepanasan.
Celindia yang tak tega akhirnya mengangguk, gadis yang bernama Anjani itu lalu berlari kencang ke belakang kafè. Melihat itu membuat Celindia tertawa, temannya yang lucu.
Gadis itu sekarang menggantikan posisi Anjani yang berada di tempat kasir kafè, Celindia dan Anjani memang memiliki posisi kerja yang berbeda. Celindia sebagai waiters dan Anjani sebagai kasir, karena kebetulan belum ada lagi pelanggan yang masuk, gadis itu bisa bersantai di kursi kasir.
KRING ...
Bunyi bel pintu kafè--yang akan berbunyi jika di buka atau di tutup itu, berbunyi. Celindia berdiri tegap dan tersenyum, menyambut seorang pria yang masuk dengan wajah datar.
Setelah sampai di depan kasir, pria itu mendongakkan kepalanya. Melihat menu yang berada di atas, Celindia masih mempertahankan senyumnya. Mencoba ramah kepada pelanggan.
"Selamat datang, mau pesan apa, Pak?"
Pria itu menatap Celindia, lalu matanya menelusuri seisi kafè. Beberapa bisikan terdengar di telinga Celindia, Ia yakin bisikan itu karena kedatangan pria tampan berwajah datar ini.
"Astaga, itu bukannya Keindra Genanta Aldres?"
"Iya, itu CEO Black corp."
"Gila, ganteng banget."
"Yang gue denger, dia salah satu pemuda yang udah sukses di usia yang masih terbilang muda."
"Wah, keren banget."
"Dia natap gue, argh!"
Celindia lalu menatap ke depan, ke arah pria itu. Pria itu melempar senyum tipis ke arah mereka, membuat beberapa pelanggan yang memang sebagian besarnya adalah seorang gadis memekik tertahan.
Pria itu lalu kembali mengalihkan tatapannya ke arah Celindia, Ia tersenyum tipis ke arah Celindia. Celindia mengerutkan kening heran, padahal tadi jelas-jelas Ia melihat wajah datar pria ini.
"Kenapa sekarang malah senyum-senyum enggak jelas?!" batinnya berteriak kesal.
"Saya pesan kentang goreng sama es kopi," beritahu pria itu dengan masih mempertahankan senyumnya.
Celindia tersenyum kaku. "Baik, tunggu sebentar ya, Pak." ujarnya lalu menulis pesanan pria itu dan memberikan kertas notes itu kepada karyawan yang bertugas memasak di belakang kafè.
"Terima kasih, semoga hari Anda menyenangkan." ujar Celindia dengan ramah.
Setelah pria itu pergi, Celindia terdiam seolah berpikir.
"Kok mukanya ... kayak enggak asing ya?" gumamnya pelan.
Tidak mau ambil pusing, gadis itu hanya mengangkat bahu acuh dan menukar posisi dengan Anjani yang sudah selesai.
"Makasih Celindia yang cantik dan tidak sombong," ucap Anjani berlebihan.
Celindia memutar bola mata malas dan kembali bekerja.
****
Wanita tua yang terbaring di brankar rumah sakit itu menghela napas, ia tengah menunggu cucunya yang entah pergi ke mana. Merasa bahwa umurnya sudah tidak lama lagi, wanita itu lalu mengalihkan pandangannya dari jendela saat suara pintu yang berbunyi.
"Indra," panggilannya kepada sang cucu yang sudah duduk di sampingnya.
"Iya oma? Oma butuh sesuatu?" tanya pria itu.
Sang nenek menggeleng, "Oma sayang Indra, Indra tau, kan?" Pria yang di panggil Indra itu mengangguk.
"Aku tahu," jawabnya singkat.
"Ingat ini baik-baik, jangan pernah merasa sendiri. Saat waktunya tiba, oma sebenarnya enggak ke mana-mana. Oma masih ada tetap di hati kamu," ucap wanita itu.
Pria itu, Keindra Genanta Aldres. Sang cucu dari wanita yang terbaring lemah di brankar itu hanya diam, belum memberikan reaksi apa pun.
"Oma mau kamu kabulin permintaan terakhir oma," kata wanita itu.
Keindra masih diam, menunggu sang nenek yang akan membuka suara.
"Oma mau lihat kamu menikah sebelum kepergian oma, nak."
Keindra terdiam kaku.
Ia menghela napas dalam diam, sudah ia duga.
"Oma, oma tahu kan kalo Indra--"
"Indra, oma mohon." sela wanita itu dengan raut sendu.
"Oma tahu kamu belum punya pacar, makanya oma udah dapat calon yang cocok untuk kamu. Dia adalah anak dari orang baik, kamu dan dia pernah ketemu saat masih kecil dulu." jelasnya.
"Mungkin kamu enggak ingat, tapi oma masih sangat mengingat itu. Dia adalah gadis baik Indra, oma yakin kalian berdua cocok." lirihnya pelan.
Melihat cucunya yang masih saja diam, wanita itu menghela napas dengan lirih. Semakin lama, napasnya makin sesak.
"Oma mohon, nak. Cuman itu permintaan terakhir oma, oma pengen lihat kamu nikah dengan gadis yang baik."
Keindra menghela napas, lalu akhirnya mengangguk.
"Oke," ucapnya singkat.
Wanita itu tersenyum dengan wajah pucatnya.
Celindia membuka matanya dengan perlahan, suara ringisan keluar dari bibirnya saat ia mencoba menggerakkan tubuhnya. Netranya melihat ke sekelilingnya. Sunyi. Tidak ada siapapun di dalam ruangan VIP itu selain dirinya, ia menghela napas dengan mata yang terpejam. Ingatannya kembali pada kejadian yang menjadi penyebab dirinya terbaring di brankar rumah sakit ini, perbuatannya yang terbilang nekat dan berani, yang juga membuatnya terlihat seperti orang bodoh. Celindia kembali mengingat. Saat itu, ia ingat sempat melihat wajah tegang Keindra saat berada di dalam mobil. Ia bahkan bisa merasakan tangan dingin Keindra yang menyentuh pipinya dan tangannya yang lain memegang luka tembaknya. CEKLEK Suara pintu yang terbuka membuatnya mengalihkan pandangannya. Keindra terdiam di depan pintu saat melihat Celindia yang sudah sadar dan sedang menatapnya. Mereka terdiam dalam hening yang tercipta. Saling menatap dari jarak yang tidak dekat. Celindia yang lebih dulu tersadar lalu segera menga
Keindra berdiri dari duduknya, lalu kembali duduk. Hanya itu yang ia lakukan di depan ruangan operasi yang sekarang masih berlangsung. Sudah lebih dari dua jam pria itu tidak beranjak dari tempatnya. Tepukan dibahunya membuat Keindra menoleh, ia mendapati Jordan yang membawa dua kaleng soda ditangannya. Keindra mengambil satu kaleng minuman yang disodorkan padanya. "Duduk dulu, Ndra." Keindra tidak mengindahkan dan tetap menatap pintu ruang operasi. Jordan menghela napasnya, lalu meminum minumannya. "Kenapa gak lo aja yang pimpin operasinya?" Keindra menatap Jordan dari tempatnya berdiri. Jordan menggeleng sekilas. "Enggak bisa. Ini bukan rumah sakit yang gue pegang, gue juga gak bisa seenaknya lakuin operasi darurat pasien rumah sakit lain." Jordan memang adalah seorang dokter, namun ia tidak bisa sembarangan mengambil alih pasien di rumah sakit yang bukan tempatnya bertugas. Keindra kembali menatap pintu operasi, lampu operasi belum juga mati, yang berarti operasi masih berja
Keindra memberikan pukulan kepada pria bertopeng itu tanpa jeda, ia bahkan tidak memberinya kesempatan untuk mengelak atau pun melawan. Setelah tadi menghabisi semua orang bayaran itu ia memasuki ruangan besar karena mendengar suara jeritan Celindia, saat sampai ia menyaksikan istrinya menahan sakit akibat rambutnya yang ditarik dengan kasar oleh pria yang saat ini sedang ia hajar.Jordan melepaskan semua ikatan yang berada di tubuh Celindia, ia meringis saat melihat memar di wajah dan tangan serta kaki gadis itu."Tunggu di sini, jangan ke mana-mana." Jordan menjauh setelah Celindia mengangguk setuju.Setelah beberapa saat, muncul beberapa orang yang memegang senjata tajam serta topeng di wajah mereka. Jordan membantu Keindra melawan mereka yang kewalahan, sedangkan Celindia meringkuk dengan takut.Mereka ada sekitar tiga belas orang, melawan dua orang jelas perkelahian itu a
Celindia membuka matanya yang terasa berat. Ia mengerjap panik, hanya gelap yang berada di hadapannya saat ini.Sangat gelap.Ia bahkan tidak bisa melihat apa pun. Gadis itu beranjak untuk meraba-raba sekitarnya, malah terdiam saat mengetahui dirinya tidak bisa bergerak.Celindia memberontak dengan panik."Hmphh!" Suaranya juga tidak muncul!Ia terengah dan diam sejenak, tahu bahwa usahanya akan sia-sia. Sekarang Celindia paham kondisinya.Ia terikat di kursi kayu dengan mulut yang dilakban serta kepala yang ditutupi sebuah kain, ia memejamkan matanya dengan jantung berdebar.Bagaimana ia bisa di sini?Apa yang terjadi sebelumnya?Di mana dia sekarang ini?Kepala gadis itu mulai berpikir. Seingatnya terakhir kali ia berada di toilet mall, ia melihat wanita jadi-jadian dan hendak keluar dari toilet. Setelahnya ia tidak mengingat apa-apa lagi.
Keindra menatap lurus ke depan, didepannya terlihat beberapa orang dengan pakaian hitam yang melekat di tubuh mereka. Hanya dirinya sendiri yang memakai jas formal, karena memang pria itu tidak pulang dan malah pergi ke markas.Inilah salah satu dari sekian hal yang disembunyikan oleh pria berdarah Amerika itu.Keindra Genanta Aldres. Pria yang memiliki pekerjaan di dua dunia, dunia manusia dan dunia gelap. Ia memang memiliki usaha yang melejit.Tidak hanya di dunia perusahaannya, tapi juga di bisnis gelapnya.Sekarang mereka sedang melakukan runding untuk strategi pemasaran ganja. Pemerintah Amerika tidak bisa diajak bekerja sama, mereka akan membantai habis orang-orang yang terlibat perdagangan benda terlarang itu.Maka dari itu, mereka sedang melakukan rundingan dan mencari cara agar bisnis mereka berjalan lancar tanpa adanya hambatan. Keindra men
Celindia melangkah riang dengan senandung lirih dari bibirnya, Andrew mengikuti nonanya dengan berjalan agak sedikit ke belakang. Mereka menatap sekeliling, mall di pusat kota Chicago sangat ramai. "Mau beli apa ya," gumam Celindia kecil. Matanya lalu melihat timezone yang berada tidak jauh dari posisi mereka, Celindia lalu berlari ke arah timezone. Sedangkan Andrew yang tidak tahu malah panik, ia ikut berlari menyusul nonanya. "Wah!" Celindia menatap timezone di depannya dengan mata berbinar. "Andrew, Andrew!" Gadis itu menatap pria disampingnya dengan semangat. "Aku mau bermain!" "Nona bisa membeli kartu timezone ke sebelah sana, mari ikuti saya." Andrew berjalan ke arah tempat dijualnya kartu timezone diikuti Celindia dibelakangnya. Setelah membeli kartu itu, Celindia mulai bermain dengan semangat. Tak jarang
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Mga Comments