Share

Chapter 3 : Dilamar

 "Ha?" beo ketiganya. 

"Pelanggan kafè?" tanya Rio dengan nada heran. 

"Iya Pa, dia pelanggan hari ini di kafè tempat Celin kerja." jelas Celindia. 

Rio tertawa, "Berarti dia enggak ingat, Pa." kata Alges yang juga ikut tertawa. 

Celindia menatap ketiganya dengan heran, memangnya apa yang yang salah dan harus di tertawakan. Ia memang benar, pria di depannya ini--si pemuda sukses yang menjadi pelanggannya hari ini. 

"Celin," Celindia menatap ke arah Kalana. 

"Cowok yang di depan Kamu ini adalah teman masa kecil Kamu, mungkin Kamu enggak ingat karena itu udah lama banget. Tapi, Kita masih ingat, waktu itu Kalian masih kecil-kecil." jelas Kalana. 

Sedangkan Celindia hanya manggut-manggut, walau memang benar kalau Ia sama sekali tidak ingat. Lalu Rio kembali bersuara, Ia menatap Keindra. 

"Bagaimana keadaan Oma?" Keindra tersenyum tipis. 

"Makin parah." 

"Astaga, maafkan Kami belum sempat menjenguk." ucap Rio dengan tidak enak. 

"Enggak apa-apa Om," jawab Keindra singkat. 

"Oh iya, Saya kesini bukan hanya sekedar berkunjung." kata Keindra tiba-tiba. 

Mereka diam, menunggu pria itu kembali bersuara. 

"Saya datang ke sini karena ingin melamar Celindia, Anak Om Rio." 

Seketika suasana menjadi hening. 

Keempat manusia di depan Keindra mendadak terdiam kaku, seolah ucapan yang di keluarkan oleh Keindra merupakan mantera yang bisa mengutuk mereka berubah menjadi patung. 

"Ehem," Rio berdehem. 

"Kenapa tiba-tiba?" tanya Alges heran. 

Keindra menghela napas. "Maaf, tapi ini wasiat yang di berikan Oma Saya. Kalau enggak percaya, Kalian bisa ikut Saya ke rumah sakit dan bertanya kepada beliau." 

****

Keluarga Pratama sedang dalam perjalanan menuju rumah sakit tempat Oma dari Keindra do rawat, kata Kalana kepada Celindia namanya adalah Amara. Kalana juga menceritakan bagaimana wanita itu sangat membantu mereka saat mereka mengalami kesusahan dulu, Celindia tahu maksud Kalana menceritakan itu. 

Walaupun begitu, gadis itu memilih untuk pura-pura tidak tahu. 

"Celin," panggil Rio dari kursi pengemudi. 

"Papa please," mohon Celindia, ia tahu Rio lagi-lagi akan menanyakan jawabannya. 

"Aku ... menikah dengan cowok itu? Yang bener aja." 

Rio menghela napas. "Turun," kata Rio. 

Celindia menatap Papanya tak percaya. "Papa ngusir Aku dari mobil?" 

"Heh pe'a!" kata Alges yang berada di samping Rio, memukul singkat kepala adiknya. 

Celindia meringis, baru saja Ia akan bersuara. Alges menyela. 

"Kita udah sampe dodol."

****

CEKLEK 

Pintu ruangan terbuka, Rio masuk di susul Kalana, Alges, dan Celindia di barisan terakhir. Wanita yang awalnya terlihat mengobrol dengan Keindra, mengalihkan pandangannya. 

"Rio," panggil Amara dengan lirih. 

"Iya, Tante?" 

"Bagaimana kabarmu dan keluarga?" 

Rio tertawa kecil. "Bukannya seharusnya Saya yang bertanya begitu?" 

Amara tersenyum. 

"Bagaimana kabar Tante?" tanya Kalana dengan mendekatkan diri kepada Amara. 

"Ya ... seperti yang Kamu lihat," ujar Amara santai. 

"Ini ... Alges?" tanya Amara dengan mata menatap ke arah Alges. 

Alges maju selangkah lalu menyalimi tangan Amara, Kalana lalu menjawab pertanyaan Amara. 

"Iya, Tante." 

"Udah gede ya, rasanya baru kemarin Oma lihat Kamu lari-larian." Alges mengusap belakang lehernya dengan canggung. 

Amara lalu menatap Rio. "Mana Anak Kamu yang terakhir?" 

Celindia yang menunduk dan bersembunyi di belakang tubuh Alges hanya diam, tidak mengeluarkan suara sedikit pun. Lalu Ia merasakan dorongan di pundaknya, gadis itu membuka mata dan tidak mendapati Alges di depannya. 

Ia tersenyum canggung ke arah Amara, Amara tersenyum menatap calon cucu menantunya. 

"Sini sayang," Kalana menyingkir agar Anaknya lebih leluasa untuk mendekati Amara. 

Celindia menyalimi tangan Amara yang sudah berkerut karena umur, "Cantik sekali." puji Amara membuat Celindia tersenyum canggung. 

"Makasih Oma." 

"Kamu udah dengar dari Keindra, kan?" 

Celindia terdiam. 

Ia mengerti maksud pertanyaan Amara. 

"Soal pernikahan Kalian," lanjut Amara menatap lamat Celindia.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status