Home / Romansa / Dilamar Nenek-nenek / 4. Antara Kesal dan Rencana Perjodohan

Share

4. Antara Kesal dan Rencana Perjodohan

Author: pramudining
last update Last Updated: 2025-11-29 10:18:20

Happy Reading

*****

"Jangan ganggu anak saya lagi, Nek. Usia nenek itu nggak pantes kalau menikah sama anak saya Cakra," lanjut Arimbi.

"Hah?" jawab perempuan di seberang sana.

"Kalau nenek masih terus menganggu Cakra, saya bisa laporkan masalah ini ke pihak berwajib dengan pasal menganggu ketenangan orang lain. Mengerti?" Arimbi segera mematikan sambungan teleponnya. Lalu, menatap si sulung.

Tak peduli dengan perasaan lawan bicara di seberang sana yang mungkin menyimpan sakit hati. Arimbi, hanya ingin melindungi putra sulungnya dari segala ketidak baikan di dunia.

Selesai dengan penggilan tersebut, Arimbi menyodorkan ponselnya. Raut mukanya berubah, antara kesal, kecewa, tetapi ingin tertawa juga.

"Blokir saja nomornya. Mama nggak suka sama tipe cewek seperti dia. Biarpun kalian seumuran, Mama mungkin nggak akan setuju. Kurang sopan ngomongnya," omel Arimbi.

Perempuan yang sudah melahirkan dua orang jagoan itu memijat pelipisnya. Berusaha tenang supaya tidak meluapkan kekesalannya.

"Dengerin mamamu, Mas," sindir Sapta.

Sebagai suami, lelaki itu bisa merasakan perasaan kecewa sang istri. Walau bagaimanapun, dia berharap besar hubungan si sulung dengan kekasih online-nya akan berhasil hingga ke jenjang pernikahan. Namun, harapan tak seindah kenyataan. Sapta dan Arimbi harus lebih bersabar untuk mendapatkan seorang menantu.

Si bungsu juga ikut-ikutan menasihati Cakra. "Makanya, nyari yang pasti-pasti saja, Mas. Setahun berhubungan, ternyata hasilnya zonk," ejeknya, "kalau dari awal tahu cewek itu nenek-nenek, Mas nggak peru buang-buang waktu, kan."

"Diem, Dik." Bola mata Cakra membulat sempurna. Bibirnya maju karena sebal. Semua orang seolah menyalahkan kecerobohannya. "Memangnya, Mas mau nerima kejadian seperti ini? Ah, apes ... apes," ucapnya dengan mimik kecewa, tetapi terkesan sangat lucu.

Semua anggota keluarga Cakra tertawa padahal si sulung tengah jengkel setengah mati. Semua pengorbanannya selama setahun terasa sia-sia. Harapan bisa menikah dengan sang pujaan hati, kandas. Kini, Cakra tidak tahu harus berbuat apalagi demi bisa mewujudkan keinginan sang mama.

"Tau, ah. Aku mau ke kamar saja," kesal Cakra karena ditertawakan semua orang. Berdiri, siap meninggalkan keluarga yang masih saja tertawa.

Tak lama kemudian saat langkah Cakra terdengar menjauh, semua orang menghentikan tawa mereka. Sang kepala keluarga bahkan menatap si sulung dan memanggilnya.

"Bener kata adikmu, Mas. Mendingan nyari yang pasti-pasti saja. Misalnya, putrinya temen Papa yang waktu itu. Sudah cantik juga punya usaha bakery. Ya, walau umurnya jauh lebih muda darimu. Tapi, menurut Papa umur 24 bersanding dengan 31 masih sangat cocok," jelas Sapta.

"Setuju, Pa. Anaknya asyik, cantik dan imut," tambah si bungsu, mengompori saudaranya supaya bisa cepat menikah.

Berbalik dengan bibir bergerak-gerak lucu dan maju sedikit, si sulung pun berkata, "Males, Pa. Dia terlalu banyak omong. Aku yang basic-nya pemasaran saja kalah kalau ngomong sama dia. Bisa botak kepalaku kalau dengerin omongannya tiap hari." Cakra melambaikan tangannya sambil berbalik dan melanjutkan langkah menjauh keluarganya.

Baru satu langkah mengayunkan kaki, suara Arimbi terdengar menginterupsi.

"Terus kamu mau nyari yang kayak gimana, Mas? Nyari di dunia maya lagi? Ujung-ujungnya nanti kecewa, gimana? Buang-buang waktu saja jadinya," nasihat Arimbi tanpa berniat meremehkan serta mengejek si sulung seperti sang suami dan si bungsu. 

"Sudahlah, Ma. Biarkan waktu yang menjawab, siapa sebenarnya perempuan yang akan jadi istrinya, Mas," jawab Cakra sok bijak.

"Oke, Mama kasih Mas waktu tiga bulan untuk membawa calon menantu yang kamu inginkan. Jika sampai tiga bulan Mas belum juga mengenalkan seorang perempuan. Maka, Mama akan menjodohkanmu dengan cewek yang sudah Mama dan Papa pilih," ancam Arimbi.

"Ma," sahut Cakra sedikit keberatan.

"Nggak ada bantahan." Arimbi mendengkus.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dilamar Nenek-nenek   11. Sayangku yang Ganteng

    Happy Reading*****Menepuk kening sendiri setelah melihat wajah si nenek, mau tak mau Cakra tetap menampilkan senyuman walau sedikit enggan bertemu dengan wanita tersebut. "Nenek mau nyari siapa di sini?" tanya Cakra sedikit canggung. Kakinya bersiap melarikan diri jika jawaban si nenek sesuai dengan pemikirannya tadi. "Mau nyari siapa lagi? Pastinya, nyari kesayanganku, dong, Mas," jawab si nenek sedikit genit. Tanpa basa-basi lagi, Cakra memilih melarikan diri. Meninggalkan si nenek tanpa membalas perkataan wanita berambut putih di hadapannya. Langkah kaki si sulung begitu cepat bahkan panggilan namanya yang diteriakkan si nenek tak mampu menghentikan langkahnya. Namun, di tikungan jalan yang tak jauh dari taman, langkah Cakra terhenti karena ada beberapa orang berpakaian serba hitam yang menghadangnya."Siapa kalian?" tanya Cakra dengan kening berkerut. Dia merasa tak mengenal orang-orang tersebut. Apalagi di komplek perumahannya hampir tidak ada yang memiliki pengawal maupun a

  • Dilamar Nenek-nenek   10. Jomblo Karatan

    Happy Reading****Aktifitas Cakra kembali seperti semula. Setelah adanya konfirmasi dari Venya bahwa dirinya tidak pernah bertemu. Seperti biasa, sepulang kerja, dia langsung menghubungi kekasih online-nya. Kantor baru di tempat kliennya membuat sang lelaki cukup menguras tenaga. Sifat si bos wanita yang curigaan bahkan terkadang meremehkannya membuat kepala Cakra pening. Padahal dia sudah punya program sendiri untuk memajukan usaha si bos. Menatap foto profil yang dipakai sang kekasih online, Cakra menarik garis bibir tinggi-tinggi. Hamparan pasir pantai yang terkena sinar senja begitu memukau mata pemandangnya. Lekas, Cakra pun mengetikkan chat pada Venya. "Baby, gimana kalau kita video call. Sudah setahun berhubungan, tapi kamu nggak pernah mengirimkan foto atau hal lainnya yang bisa mengidentifikasi wajahmu. Nanti, kalau ketemu di jalan terus nggak saling sapa, kan, aneh. Paling parah, kalau kita ternyata bisa menjadi musuh satu sama lain di dunia nyata," tulis Cakra. Entah me

  • Dilamar Nenek-nenek   9. Dikejar Istri Orang

    Happy Reading***** "Hilih, ngelak aja kamu. Terus, tadi ngomong apa? Sampai nyebut kata gila, kalau nggak kepikiran si nenek, kamu nggak akan ngomong gitu. Ayolah, Cak. Akui saja dengan jujur kalau kamu muai tertarik dengan lamaran si nenek itu," goda Hanif. "Dih, apa coba? Kamu salah dengar kayaknya, aku nggak ngomong apa-apa," jawab Cakra, "sudah. Nggak usah bahas masalah aku sama nenek. Jadi, mau apa kamu nyariin aku?"Cakra membenarkan posisi duduknya menjadi tegak. Sudah saatnya bicara serius, bukan cuma membahas masalah pribadinya seperti tadi. Hanif pun melakukan hal yang sama seperti sahabatnya, duduk dengan posisi tegak. Tak lupa, sahabat yang sejak kuliah sudah mengenal Cakra itu mengambil map hitam di depannya. Sejak tadi, Hanif meletakkan map tersebut begitu saja, lebih tertarik mendengar cerita Cakra dengan segala kisah cita dunia maya yang dimiliki. "Aku ke sini cuma mau nyerahin berkas yang kemarin kamu minta." Lelaki berambut lurus dan hitam lebat itu menyodorkan

  • Dilamar Nenek-nenek   8. Terngiang-ngiang

    Happy Reading*****Hening sejenak, tiba-tiba saja merasakan udara di sekitarnya mencekik leher. Sekujur tubuhnya merinding, membayangkan wajah si nenek yang kemarin bertemu dengannya. "Mas, halo. Kamu masih di sana, kan? Kamu dengar pertanyaan ku tadi, kan?" tanya si perempuan di seberang sana. "Eh, iya," sahut Cakra tergagap. "Jadi, bukan kamu yang ketemuan sama aku kemarin atau kamu ada nyuruh orang untuk ketemuan sama aku?" "Mas, ih. Ada-ada saja ngomongnya. Gimana bisa ketemuan atau nyuruh orang buat ketemuan sama Mas? Seharian kemarin, aku ngurus masalah keluarga," jelas perempuan di seberang sana. "Nggak bisa ngapa-ngapain atau keluar.""Benarkah?" "Hu um," jawab sang perempuan d seberang sana. Ingin rasanya Cakra berteriak sekencang mungkin. Antara bahagia sekaligus bingung mendengar penjelasan kekasih online-nya. "Kamu yakin, Baby?""Harus berapa kali aku menjelaskannya, Mas. HP-ku hilang nggak tahu di mana. Mungkin saja, seseorang telah menemukannya, lalu menghubungimu.

  • Dilamar Nenek-nenek   7. Penjelasan Mengejutkan

    Happy Reading*****Baru saja Cakra keluar dari ruangan Ari, ponsel perempuan itu sudah berdering. Ada panggilan masuk dari sang Nenek. Walau hatinya masih jengkel karena perbuatan elaki tadi,"Ya, Nek," ucap perempuan yang masih menyimpan jengkel pada lelaki yang baru saja pergi itu."Ar, kamu sudah teken kontrak dengan perusahaan, Cakra, kan? Awas saja kalau kamu menolak kerja sama yang dia tawarkan dan memarahinya gara-gara masalah kemarin," tanya si nenek tanpa berniat basa-basi sama sekali. Perempuan yang baru saja bertemu dengan Cakra, mengembuskan napas. "Nenek benar-benar dibutakan oleh cinta, ya? Segitunya pengen lelaki itu ada di kantor kita. Apa, sih, hebatnya dia?"Bukannya marah, perempuan sepuh itu malah tertawa. "Nenek memang sudah dibutakan oleh ketampanan Cakra. Nenek jatuh cinta sejak pertemuan dengannya kemarin. Dia harus menjadi bagian dari keluarga kita. Awas saja kaau kamu menolak atau menghalanginya." "Nenek, ingat umur!" Si perempuan sampai berteriak mendeng

  • Dilamar Nenek-nenek   6. Antara Terpesona dan Benci

    Happy Reading*****"Ih, amit-amit. Kok, bisa aku ketemu lagi sama kamu," ucap Cakra lirih. Badannya bergerak, menggeliat seperti jijik terhadap perempuan di depannya. "Oo ... Jadi, kamu orang yang direkomendasikan Pak Hardinata. Kok nggak cocok sama sekali, sih, sama cerita beliau. Aku kira, orang yang direkomen sama beliau itu bakalan waw gitu. Ternyata cuma lelaki ...," ejek perempuan dengan kemeja ketat berwarna putih serta rok motif bunga mawar, membungkus tubuh indah di depan Cakra."Cuma apa? Lanjutkan saja ejekanmu." Entah mengapa suara Cakra meninggi. Tiap kali bertemu dengan perempuan di depannya, si lelaki selalu emosi. Seperti ada yang mendorongnya untuk terus marah. "Dasar cowok mokondo," hina si perempuan. "Kayaknya kamu nggak cocok sama pekerjaan ini. Aku yakin, ilmu pemasaran yang kamu miliki cuma digunakan untuk memikat cewek-cewek seperti pada nenek.""Iich, kamu." Telunjuk Cakra mengacung ke wajah si perempuan. Emosi Cakra makin terpancing dengan kalimat tadi. "Ka

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status