Bersamaan dengan kehangatan mereka, Rain mendapat panggilan telepon. Ia meminta izin keluar kamar untuk menerima panggilan.
“Sea, Papa mau bicara.”“Bicara apa, Pa?”“Papa dengar keluhan kamu ke suamimu tadi waktu di depan ruang operasi. Gak baik bicara begitu dengannya, Sea. Dia itu suami kamu.” Thomas menegurnya.“Keluhan apa, Pa?” tanya Angkasa penasaran.“Biar Sea yang jelaskan, Angkasa.”“Emmh ... itu ... habisnya dia mengganggu banget, Pa. Aku gak mau kehilangan Kakak karena Kakak udah berkorban nyawa untuk aku, makanya aku gak mau tinggalin Kakak sedikit pun.”“Kamu bilang begitu ke Rain, Vin?” tanya Angkasa.Sea menekuk wajahnya dan mengangguk pelan.“Ya, ampun, Vin. Kamu tahu? Dia udah buat rencana sebelum penculikan kamu, loh. Dia hubungi Kakak dan mengerahkan beberapa anak buahnya untuk melindungi kamu. Kamu lihat, kan, semua orang yang melawan Bintang di rumah itu?”Mata S"Maya, apa jadwal saya selanjutnya?" tanya Rain."Jam sebelas siang meeting dengan pemilik lahan Raharja dan notaris, di Star Break Coffee, mungkin anda makan siang disana kalau meeting-nya berlangsung lama.""Tolong siapkan berkas-berkas yang akan dibawa," tukas Rain."Baik, semuanya sudah disiapkan, Pak Hendra sepuluh menit lagi sampai." Sambil menengok jam tangannya dengan strap yang terbuat dari kulit, memberikan kesan elegan dan stylish, terutama dipakai oleh Maya yang cenderung berkulit putih."Oke maya, kamu tunggu di mobil, saya mau ke toilet dulu.""Baik, Pak."[Di Star Break Coffee.]"Baik kalau begitu, semua surat-suratnya sudah ditanda-tangani, dananya sedang di urus oleh asisten saya ya, Pak Raharja.""Iya terima kasih, Pak Rain, lain waktu mampir ke rumah saya, Pak.""P
"Hanna pasti kedinginan ... kamu sejak kemarin disini ya, Hun? Semalaman hujan deras dan kamu sendirian disini. Maafin aku Hanna, maafin ...," lirih Rain, ia menangis sesenggukan."Siapa orang bodoh yang berani menyakiti Hanna, akan berurusan langsung denganku," teriaknya.Isak tangisnya begitu menyeruak, membuat orang-orang yang berada disana merasa iba melihatnya.Rain melihat tangan dan kemeja putihnya penuh dengan darah dari luka kepala istrinya, Rain lekas mengeluarkan ponsel dari sakunya."Andy, bantu aku!""Hai Rain, apa yang bisa kubantu?" Andy adalah teman semasa kuliah yang hingga kini menjadi sahabat terdekatnya."Kamu tau apa yang kumaksud 'kan?""Aku mengerti Rain, nanti siang aku akan mengunjungimu ke kantor," pungkasnya."Baiklah, sekarang aku harus mengurus Hanna dulu."***[Satu minggu sebelumnya].
Maya melirik ke arah tangan Hendra yang menggenggam pergelangan tangan Hanna sambil berlarian.Hanna melepas tangan Hendra dan berlari menggendong Cyra yang sedang dituntun Maya. "Cyra, are you okay?" Mama khawatir banget, Nak.""I'm okay, Mama," jawabnya disertai anggukan.Rain datang, dan langsung memeluk Cyra dan Hanna."I'm sorry, Papa," lirih Cyra menyesal."It's okay, kita pulang ya sekarang."🌵🌵🌵[Di rumah, 2 hari sebelumnya.]"Hendra, kita langsung jalan ke lokasi proyek Grand William hotel hari ini," perintah Rain pada supirnya yang sedang duduk di teras."Baik, Pak," jawab Hendra."Sayang, ini bekalnya ketinggalan?" sahut Hanna dari dalam rumah sambil membawakan lunch box berwarna turquoise favoritnya."Thank you, Hun," sambil mengecup keningnya."Kamu pake baju santai,
Lokasi proyek pagi itu dipenuhi oleh orang-orang dan wartawan yang ingin meliput kejadian tragis yang menimpa menantu Willy Group. Sementara para karyawan Rain sibuk menghalau para juru warta itu."Om, saya akan bantu Om!" Sahut gadis aneh yang muncul dari belakangnya. Rain tidak menggubrisnya."Kakakku Jaksa, Om!" lanjut si gadis aneh.Rain melirik, "Kamu ikut aku," pinta Rain sambil mengangkat jenazah Hanna ke stratcher ambulance.Sea bergegas masuk ke ambulance bersama Rain. Ia melihat Rain menangis sejadi-jadinya. Sampai di Rumah Sakit, Sea melihat Rain sangat terpukul. Terlebih saat jenazah Hanna dibawa memasuki ruang autopsi."Kasian banget dia, udah kerja cuma kuli sekarang ditinggal istrinya. Ngenes banget, ckckck, gue jadi sedih," gumam si gadis aneh.Rain mengeluarkan ponsel dari sakunya, mencoba menelepon seseorang.Sea terperangah melih
"Ya, kakakku bekerja di Kejaksaan Pusat," sahut Sea."Antar kami kesana!" tegas Rain.Sea berlenggang ke mobil yang di parkir di depan rumah peristirahatan Rain sambil meracau, "Huh, dia yang minta tolong dia yang judes!"Mereka bertiga meluncur ke kantor Kejaksaan Pusat tempat kakak lelaki Sea bekerja. Hari sudah sore, matahari sudah turun ke barat. Jalanan sore itu sedikit padat, dikarenakan jamnya orang-orang yang baru pulang setelah seharian bekerja.Suara klakson kendaraan bermotor terdengar saling bersahutan di sana-sini, ditambah arus lalu lintas yang tidak teratur, membuat wajah Rain memerah, karena meredam kesal.Mobil sudah diparkir di halaman Kejaksaan. Rain keluar dengan tergesa-gesa."Kamu jalan duluan, tunjukkan jalannya!" tegas Rain yang wajahnya terlihat emosi bercampur kesedihan itu berbicara pada Sea.Sea mengetuk pintu ruang kerja Angkasa, seraya membukanya, dan duduk di sof
Rain menyetujui izin Maya untuk menemani Cyra, hal itu supaya Cyra tidak terlalu memikirkan sosok seseorang yang kini sudah tiada."Baiklah, hanya sampai siang hari, banyak yang harus dikerjakan di kantor," tandas Rain.Maya tersenyum, kemudian mengajak Cyra bermain lagi."Cyra ... mau tante bacain buku cerita?""Mau mau, yeeyy," ujar Cyra bahagia sambil menangkup Ruby."Oke tante bacain Putri Tidur dan Penyihir Jahat ya?"Cyra mengangguk dan mendengarkan dengan seksama. Ia berbaring di ranjang kecilnya yang berwarna pink. Maya membacakan buku dongeng dengan intonasi yang tepat, membuat Cyra merasa masuk ke negeri dongeng.Setelah selesai membacakan cerita, Maya menutup bukunya, dan melihat Cyra sudah tertidur lelap. Maya menutupi tubuhnya dengan selimut, mengusap pipi Cyra dan mencium pipinya.Maya melihat jam yang melingkar di tangan kirinya, sudah hampir waktu jam makan siang. Ia bergegas keluar dari kamar Cyra, suasana ruma
"Maafkan saya," sahutnya, tanpa disadari sambungan telepon yang ia hubungi sudah dijawab."Kalo jalan pake ma--" ucapannya terpotong. Kamu! tegasnya, ia terkejut dengan seseorang yang baru saja menabraknya.""Sedang apa kau disini?" tanya Rain pada gadis yang berdiri di hadapannya."Bukan urusanmu!""Yasudah ikut aku!" pinta Rain sambil menarik tangannya."Eehhh, aku mau dibawa kemana!" Protesnya sambil berusaha melepaskan genggaman Rain."Antar aku ke Angkasa!" pekik Rain tanpa menoleh pada si gadis."Jauh banget, aku gak bisa terbang hey!"Rain sontak menghentikan langkahnya, dan membalikkan tubuhnya yang proporsional, menatap gadis yang lengannya masih dalam genggamannya itu. Ia mengangkat 1 jari telunjuknya, mendekati gadis itu dan--. Menoyor kepala gadis itu dengan telunjuknya tadi."Bukan itu bodoh," semburnya.Gadis itu terbahak-bahak. "Lepas dulu tanganku, aku mau nengok temen disitu," ucapnya, sambil menu
Kakak-kakak yang baik hati dan cantik cakep, sebelum baca, jangan sempetin follow, subscribe dan like-nya ya.. ❤❤.."Tu-tunggu sebentar, aku- butuh tempat-bersandar," ucapnya dengan tersedu sedan.Sea yang tadi enggan menerima pelukan dari om-om itu, akhirnya menyerah dan membiarkan ia melepas semua pilu di pelukannya.Sepuluh menit sudah, Rain melepaskan pelukannya. "Maaf," ucapnya singkat.Sea yang tercengang atas sikap Rain itu masih berdiri kaku dengan sorot mata terheran-heran, ia merasakan duka mendalam yang dialami pria berumur hampir kepala tiga yang mendekapnya tadi.Rain melangkah keluar lokasi proyek. Sea mengekorinya di belakang sembari mengelap blouse-nya yang basah karena air mata Rain.Pria itu tiba-tiba menghentikan langkahnya. Diikuti si gadis yang juga menghentikan langkah di belakangnya. Rain menunjuk dahi si gadis dan mendorongnya pelan."Kamu jangan mikir macem-macem tentang saya tadi!" tukasnya.