Share

Pendekatan

Suamiku pak Badrun menelepon mengabarkan, hari ini dia akan pulang. Dan di sini akan lama karena ada urusan bisnis di kota ini. lambat laun aku mulai menerima kehadiran suamiku. Suamiku selalu bersikap lembut dan penuh kesabaran kepadaku. Biasanya dia pulang sampai rumah pukul lima sore. Ibuku sibuk di dapur memasak untuk di hidangkan nanti kalau suamiku pulang.

“Rin, ini masakan sudah siap, nanti kalau suami Kamu pulang, tinggal memanasi saja.”

“Ya Bu! Jawabku.

Ibu datang menghampiriku dan mengajaku berbicara.

“Rin, apakah Kamu sudah bisa menerima, pak Badrun?

Aku terdiam menanyakan pada hatiku, lalu mendesah.

“Entahlah, Bu!

“Cobalah untuk menerimanya, agar hatimu tidak terlalu tersiksa, pak Badrun itu juga baik serta bertanggung jawab.

Aku memikirkan kata-kata ibu, yang ku rasa benar perkataannya. Suamiku pak Badrun selalu membahagiakanku, tidak menuntut dan memaksakan apa pun padaku.

“tin ... tiin ...!”

Terdengar klakson mobil, itu kebiasaan suamiku jika pulang selalu membunyikan klakson untuk memberi tanda.

“Assalamualaikum!”

Suamiku masuk ke rumah, aku keluar kamar dan menyambutnya.

“Wa’alaikumsallam!”

Ku raih tangannya dan ku cium punggung tangannya, ku lihat wajahnya tampak lelah.

“Mau mandi dulu apa, biar segar tubuhnya?”

“Ya, tolong ambilkan baju ganti ya, Rin!

Aku berjalan masuk ke kamar untuk mengambilkan baju ganti suamiku, lalu kuserahkan padanya.

“Ini Mas, baju gantinya,” ucapku

Setelah menerima baju ganti, suamiku langsung bergegas mandi. Usai mandi suamiku duduk santai di ruang keluarga sambil menonton televisi. Aku lihat suamiku sedang berbincang-bincang dengan adik-adiku, mereka tampak akrab tidak ada kecanggungan sama sekali. Tidak seperti diriku yang merasa masih asing, apa aku terlalu menutup diri?

“Arini sini!” melamun saja,”

Aku tersentak dari lamunanku mendengar suara panggilan dari pak Badrun suamiku. Mendengar panggilannya aku berjalan mendekatinya.

“Ayolah duduk sini! Jangan terlalu tegang.”

Aku mengikuti perintah suamiku untuk duduk di sampingnya. Sedangkan adik-adikku, Lasmi dan Ratih duduk di karpet.

“Rin, bagaimana kalau besok kita sekeluarga berlibur?”  mumpung aku lagi bebas tak ada kerjaan.”

“Iya Kak, saya mau,” adikku serentak menjawab.

“Kita tanya dulu pada ibu, mau apa tidak,” jawabku.

Tiba-tiba ibu sudah berada di belakang kami dan langsung menjawab.

“Iya, aku mau! Sekali-kali kita refresing cari udara segar,  berlibur tidak di rumah terus.”

“Ibu ingin berlibur ke mana?” tanya suamiku.

“Kalau bisa ya, yang dekat-dekat saja, biar tidak terlalu capek di perjalanan.”

“Bagaimana kalau di pantai saja, Bu?” selain dekat pemandangannya juga indah dan Kita bisa mandi di sana,” jawab lasmi.

“Ibu sih, setuju-setuju saja, bagaimana, Arini?”

“Jika Ibu dan adik-adik suka, aku ikut saja.”

Karena semua anggota keluarga setuju aku tidak bisa menolak, aku juga ingin membuat ibu dan adik-adiku bersenang-senang. Pagi menjelang, usai sholat subuh, kami bersiap memasak untuk sarapan dan bekal di perjalanan. Suamiku juga sudah mandi dan berpakaian rapi. Sedangkan adik-adikku, Lasmi dan Ratih belum siap.

“Ratih! Lasmi!  Ayo cepat, keburu siang!”

Kami berencana berangkat pagi, agar tidak terjebak macet.

“Iya Kak, Kami sudah siap,” jawab adik-adikku kompak.

“Ibu mana, Kak?”

“itu lagi nyiapin  bekal untuk di perjalanan kita nanti.”

Setelah semua siap, aku menanyakan kepada suamiku apakah bisa berangkat sekarang.

“Apakah bisa berangkat sekarang, Mas?”

“Kalau sudah siap, berangkat sekarang juga nggak apa-apa,ayo!

Kami bersama naik mobil, aku dan suamiku duduk di depan, sedangkan ibu, Lasmi dan Ratih duduk di jok tengah. Tak lupa sebelum berangkat kami berdoa dulu, meminta perlindungan agar selamat di perjalanan nanti.

Di perjalanan suamiku banyak bercerita, membuat suasana tidak canggung, apalagi adiku Lasmi sering membuat cerita-cerita lucu hingga membuat gelak tawa dan mencairkan suasana. Tak terasa kami sudah sampai di tujuan, setelah mengambil tempat parkir, kami semua turun. Untuk menuju ke lokasi pantai kami harus berjalan lumayan jauh, kami beriringan berjalan menuju ke pantai. Sepanjang perjalanan menuju lokasi pantai, suamiku menggandeng tanganku dengan mesra. Awalnya aku risih, tapi tak berselang lama jadi biasa.

Sesampai di pantai kami melihat bentangan air laut yang sangat luas dan indah, dengan kilauannya yang berwarna biru, sangat menyejukkan mata. Mengingatkan kita pada kebesaran-Nya.

“Apakah Kamu menyukainya, Arini?” tanya suamiku.

“Ya, terima kasih untuk semua ini,” ucapku

Lasmi dan Ratih menarik tanganku dan mengajaku ke pinggir laut.

“Ayo kak!” kita nikmati hari ini,  dengan bersenang-senang mandi air laut.

Gelak tawa adik-adikku membuat aku senang bisa membahagiakan mereka. Aku menengok ke arah ibu, ku lihat ibuku duduk di tikar bersama suamiku mereka seperti berbincang-bincang dan sesekali ibuku tersenyum. Melihat ibu tampak senang, aku berlari menyusul adik-adikku bermain air laut dan deburan ombak. Kami mandi air laut, bersenda gurau, saling siram- siraman air laut. Aku merasakan angin laut  menghempas-hempaskan tubuh ku, seakan ikut menghempaskan beban berat yang selama ini menghimpit dadaku, terasa hilang. Aku menikmati situasi ini, aku benar-benar merasakan bahagia. Baru aku merasakan beban hatiku seringan ini.

Samar-samar kudengar banyak teriakan-teriakan ditujukan padaku, lalu kubuka mataku, ternyata ada gulungan besar menerjangku, seketika tubuhku ikut terseret  ke tengah. Kepanikanku membuatku tidak bisa menguasai diri, aku berteriak minta tolong.

“Tolong ... tolong ... tolong!”

Di saat aku timbul tenggelam dan pandanganku mulai kabur, sesosok bayangan berenang mendekatiku dan mendekapku dari belakang sambil berkata.

“Tenang jangan panik, aku sudah mendekapmu,” terdengar suara yang tak asing di telingaku ternyata dia suamiku. Aku pun pasrah saat dia mendekap dan menarik tubuhku ke tepi pantai. Perasaan nyaman dan hangat mengalir ke sekujur tubuhku. Entah rasa apa ini, membuat ada rasa nyaman aku dekat dengan suamiku.

Ibu dan adik-adikku terlihat kawatir dengan keadaanku.

“Bagaimana kamu tidak apa-apa kan, Rin?” tanya Ibu.

“Tidak apa-apa, Bu, hanya syok saja.”

“Syukurlah, bagaimana tadi ceritanya, kok sampai bisa terseret ombak, Kamu?”

“Entahlah, mungkin karena aku melamun dan gulungan ombaknya datang secara tiba-tiba, hingga aku kehilangan keseimbangan.

Aku masih syok dan terdiam, mengingat kejadian tadi yang aku alami.

“Kamu benar tidak apa-apa, Rin?” tanya suamiku.

“Benar aku tidak apa-apa, Mas!

Aku menatap wajahnya, baru kali ini aku berani menatap wajah suamiku begitu lama dan kutemukan keteduhan di sana.

“Mas, terima kasih!

“Sudahlah, itu memang tanggung jawabku, untuk melindungimu.”

Suamiku memapahku untuk berdiri, menuntunku ke kamar mandi.

“Mandi dan bersihkanlah tubuhmu dulu! Setelah bersih kita pulang.”

Aku menurut apa yang di katakan suamiku.

  

Usai membersihkan diri, aku melihat ibu, Lasmi, Ratih dan suamiku sudah bersiap pulang, mereka menungguku dengan sabar. Aku berjalan menghampiri mereka.

“Sebelum kita pulang, mari kita makan dulu ya, kalian pasti lapar?

Aku hanya menganggukkan kepala.

“Iya kak, kami merasa lapar, Kak Badrun tahu saja keinginan kami,” kata Lasmi

“Iya donk,” jawab suamiku

Kami semua tertawa.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status