Om Hadi datang ke rumahku di pagi hari ketika aku selesai memandikan anakku yang bernama Arsy, mengetahui kedatangan om Hadi ibu segera menyambutnya dan mempersilahkan masuk.
“Mbak, hari ini aku jadi mencari keberadaan suami Arini, foto copi ktpnya mana?” kata om Hadi.
“Ya, sebentar aku ambilkan,” kata ibu sambil bergegas masuk ke kamar mengambil foto copi ktp suamiku.
Aku keluar dari kamar ikut menemui dan menyalami om Hadi.
“Kamu jangan berharap terlalu banyak, aku akan berusaha semampuku,” kata om Hadi.
“Ya, Om, terima kasih, telah mau meluangkan waktu untuk membantuku,” kataku.
“Ini foto copi ktpnya,” kata ibu sambil menyerahkan foto copi suamiku pada om Hadi.
Setelah menerima foto copi ktp suamiku, om Hadi kemudian mengamatinya. Tak berapa lama om Hadi berkata.
“O, kalau alamat ini ada di luar kota, aku bisa memakan waktu seharian penuh perjalanan pula
Merasa urusannya selesai tidak ada yang perlu di bahas lagi dan penuh rasa amarah di dalam dada om Hadi pamit. Setelah berpamitan pada pak Badrun suamiku dan pak RT, om Hadi pun pergi meninggalkan rumah suamiku dengan perasaan kecewa dan campur aduk. Dalam perjalanan pulang om Hadi memikirkan bagaimana cara menyampaikan hal ini kepadaku. “Kasihan Arini, bagaimana dia kalau tahu semua tentang hal ini, bagaimana pula caraku untuk menyampaikan pada Arini. Kalau aku tutup-tutupi hal ini, berarti dia sama juga dibohongi suaminya. Tapi kalau aku sampaikan takutnya ada apa-apa dengan Arini kasihan anaknya. Arini pasti amat sangat terpukul bila menerima kenyataan ini. Bagaimanapun juga ini akan kusampaikan pada Arini,” batin om Hadi sambil menginjak pedal gas untuk menambah laju kecepatan mobilnya. Menjelang sore om Hadi sudah sampai di rumahku. Ibu merasa lega ketika melihat mobil om Hadi masuk ke dalam halaman rumahku. Memang ibu semenjak kepergian om Hadi, u
Bab 16 Hati seorang istri tak akan ada yang rela jika suami yang di cintainya membagi cintanya dengan wanita lain. Apalagi pernikahan yang dibangun bertahun-tahun mesti hancur seketika karena adanya pihak ketiga. Haryarti merasa terpukul mengetahui suaminya Badrun ternyata telah menikah lagi, tanpa sepengetahuannya dengan seorang wanita yang hampir seusia anak sulungnya dari suaminya. “Tega sekali kamu, Mas!” teriak Haryati. Badrun hanya diam menunduk dan berkata dalam hati. “Semua rencana yang telah kususun berantakan, aku tidak mengira kalau keluarga Arini akan mencari dan menemukanku di sini, seharusnya dulu waktu aku memalsukan dokumen pernikahan seharusnya alamatnya kuganti juga bukan statusku saja, selama ini aku kira keluarga Arini keluarga yang lugu dan mudah dibohongi sehingga saat aku menghilang mereka tidak akan mencariku, semuanya sudah terlanjur sekarang aku harus cari alasan agar istriku menerima pernikahanku dengan A
Anakku adalah alasanku untuk tersenyum, tertawa bahkan menangis. Dia adalah sumber kebahagiaanku, kekuatanku sekaligus kefrustrasianku. Dia yang membuat jantungku berdenyut bahkan dia adalah orang yang bisa membuat hatiku bersedih dan terluka. Tapi tanpa anakku, aku enggak akan bisa jadi diri aku yang sekarang ini, anakku adalah anugerah terindah yang tuhan berikan padaku. Arini melamun, pandangannya terus menatap anaknya. Kriing ... kriiing ... kriiing! Lamunannya buyar dikagetkan dengan suara dering telepon yang terus berbunyi, saat melihat yang telepon ternyata suaminya, Arini enggan untuk mengangkatnya. Arini merasa sakit hati karena merasa di bohongi suaminya Badrun. Sore hari ketika Arini dan keluarganya saat berkumpul melihat televisi, terdengar deru mobil masuk di halaman rumah mereka. “Seperti ada suara mobil berhenti di halaman rumah, siapa itu, Bu?” kata Arini. “Sebentar ibu lihat,” kata ibunya sambil berdiri dan berjalan ke
Di tengah kebimbangan hati Arini dia pun akhirnya memutuskan ke kamar untuk menyusui Arsy. Di lihatnya Arsy sedang di gendong oleh suaminya dan berusaha untuk menenangkannya. “Bawa sini Arsy biar aku susui,” kata Arini sambil mengambil Arsy dari gendongan suaminya. “Kamu masih marah padaku?” tanya suami Arini. Arini diam tidak menjawab perkataan suaminya. “Maafkan aku, aku membohongimu, kan, untuk menolong kedua orang tuamu, kalau aku tidak lakukan itu kamu pasti tidak mau untuk nikah denganku,” kata suami Arini. Arini tetap terdiam dan masih menyusui Arsy dengan posisi memiringkan tubuhnya menghadap tembok membelakangi suaminya. Setelah Beberapa saat menyusui, tiba-tiba terasa pundaknya ada yang memijit-mijit ternyata suaminya, yang sudah tidur di belakangnya sambil memijit- mijit bahunya. Arini yang masih merasa marah berusaha melepaskan tangan suaminya yang berada di pundaknya. “Apaan, sih, Risih! Kata Arini jengkel.
“Aku bertahan dengan pernikahanku bukan berarti aku lemah dan menyerah, justru aku bertahan karena aku kuat, aku bertahan demi anak-anak dan demi masa depan mereka. Aku tidak ingin jika terjadi perceraian anak-anakku akan menjadi korban dan menjadi pribadi yang tidak percaya diri, aku ingin akan selalu ada untuk mereka. Aku akan berusaha tegar menyambut kehidupanku ke depan,” kata Haryati dalam hati sambil duduk termenung berusaha untuk menguatkan diri sendiri. “Semoga suamiku di beri keselamatan di perjalanan,” batin Haryati. Menjelang sore Badrun sudah sampai di rumah Haryati istri pertamanya. Thok ... thok ... thok ....” mbok Rusmi mengetuk pintu kamar Haryati. “Bu, bapak sudah pulang,” kata mbok Rusmi. “Ya, aku akan keluar, tolong buatkan minum buat bapak dan siapkan air panas untuk mandi bapak,” kata Haryati. Haryati ke luar kamar dan berjalan menghampiri suaminya yang sedang duduk di ruang tamu. “Gimana, Mas?” tanya
“Semoga pindahanku menjadi awal yang baik bagi kehidupanku dan mas Badrun menepati janjinya untuk bertanggung jawab dan menyayangi kami sepenuh hati,” doa Arini dalam hati sambil meneruskan mengemasi barang- barangnya. Sebenarnya barang-barang yang di bawa Arini tidak banyak hanya beberapa Pakaian Arini dan Arsy anaknya, Badrun suaminya telah berpesan untuk tidak membawa barang-barang terlalu banyak, barang-barang keperluan rumah tangga nanti bisa untuk membeli di sana jadi Arini tidak terlalu ribet untuk dirinya pindahan. “Hanya ini, Rin, yang Kamu bawa?” tanya ibunya. “Ya, Bu,” jawab Arini. “Apa, Kamu tidak membawa piring, gelas dan lainya, untuk di gunakan di sana? “Enggak usah, Bu, mas Badrun bilang katanya semua peralatan rumah tangga beli di sana saja, agar tidak ribet nantinya,” jelas Arini. “Rin, sebenarnya ibu berat untuk melepasmu sendiri di sana tapi ini sudah merupakan keputusanmu dan demi kebahagiaanmu. “Aku minta
Keesokan harinya Arini sibuk mengemasi barang-barangnya dan memasukkannya ke bagasi mobil, sementara Badrun mengendong Arsy anaknya. “Arini, barang-barangmu sudah kamu masukan ke bagasi mobil semua tidak ada yang ketinggalan, kan, sudah siap semua,” tanya ibunya. “Seingatku sudah semua, Bu,” jawab Arini. “Gimana, semuanya sudah siap?” tanya Badrun sambil menyerahkan Arsy pada Arini. “Sudah, Mas, mau berangkat sekarang?” “Arsy jangan rewel ya, Nak, kata Badrun sambil mencium kening anaknya. Ya sudah, kita berangkat sekarang.” “Ayo ibu masuk dulu, biar aku mengunci rumah,” kata Lasmi. Setelah Lasmi selesai mengunci pintu rumah lalu menyusul masuk ke mobil. Kemudian Badrun melajukan mobilnya. “Oh, ya, Mas, kemarin Mas bilang semua perabotan akan beli di sana semua, berarti rumahnya kosong belum ada perabotannya sama sekali?” tanya Arini di dalam mobil saat perjalanan. “Enggak kosong, kemarin aku sudah n
“Ya Allah, aku siap melewati hidup ini, terima kasih atas kesempatan hari ini, Engkau masih memberiku kesempatan untuk melihat dunia dan melihat orang-orang yang aku cintai, beri aku kekuatan untuk melewatinya, ya Allah, terus temani aku dalam setiap langkahku, lapangkan hatiku dalam menerima segala ketetapanmu, amiin,” kata Arini menutup doanya. Kini statusku adalah istri ke dua dari mas Badrun, aku akan mencoba menerima statusku ini walau ini bukan kemauanku tapi takdirlah yang mempertemukanku dengan mas Badrun yang sekarang berstatus suamiku,” batin Arini sambil melipat mukenanya setelah menjalankan sholat shubuh. Di pagi hari ibunya Arini bangun lebih awal saat subuh, dia langsung menuju ke dapur mencari ceret untuk memasak air. “Mana ya ceretnya, oh, itu dia, ternyata suami Arini sudah membelikannya,” batin ibunya Arini. Mendengar suara di dapur Arini bangun dari rebahannya, dia pun kemudian berjalan ke dapur untuk memeriksanya.