Suara adzan subuh menggema ditelinga. Tak biasanya Tya beranjak dari tempat tidur, menuju arah balkon dan mengintip suasana rumah seberang.
Senyumnya mengembang, melihat sosok pria bersarung dan mengenakan peci di balkon sebrang. Sudah dipastikan sang pria itu telah melaksanakan sholat fajar atau apa itu lah, Tya sendiri kurang paham. Rendra, pria yang membuat penasaran itu sedang mengamati lingkungan barunya. "Busyet ... dah bangun itu cowok, masih pake sarung lagi. Wih, dah ganteng ternyata sholeh juga. Cucok neh," kelakar Tya dalam hati sembari memperhatikan gerak-gerik Rendra. Tak sengaja Rendra tersenyum melihat tingkah Tya yang mengendap-endap, mengintipnya dari balkon. Ia kaget setengah mati karena ketahuan sedang mengintai dirinya. Pria itu melambaikan tangan, reflek Tya langsung kembali masuk ke dalam kamar sambil tersipu malu. Mengutuk kebodohannya mengintai pria itu hingga tertangkap basah, ketahuan sedang mengamatinya. kedua tangan Tya menutup muka, merasa malu akan kelakuannya. Seusai mandi Tya mulai merapikan buku pelajaran, memasukkan buku pelajaran hari ini ke dalam tas ransel biru. "Hmm ... hari senin yang memosankan," gerutu Tya sembari merapikan beberapa buku catatan pelajaran hari ini ke dalam tas. Kemudian turun ke lantai bawah menuju ruang makan, seperti biasa, semua anggota keluarga berkumpul untuk sekedar sarapan pagi bersama, mengisi tenaga tuk memulai aktifitas. "Tya ... ayo sarapan, Sayang," ajak Mirna seketika setelah melihat anak gadisnya menuruni anak tangga. Setelah Tya duduk, Mirna menyodorkan segelas susu ke hadapan Tya. Namun, saat hendak meminumnya, gelas itu seketika berpindah tangan diserobot oleh Andi, saudara lelaki Tya. "Ih, Kak Andi." ucap Tya reflek saat Kak Andi merebut gelas susu itu. "Tuh Mah, Kak Andi nakal," lanjut rengek Tya pada Mirna bak anak kecil. "Sudah... sudah. Minum ini." Mirna mengalah, menyodorkan gelas susunya untuk Tya. Sedangkan papah hanya tersenyum melihat tingkah laku kedua anaknya, kemudian beliau melanjutkan sarapannya. Setelah sarapan selesai, papah berkata, "Udah, ayo berangkat. Tya mau dianter Papah atau Kak Andi? mumpung Kakakmu lagi gak ada kuliah. Bener kan, Ndi?" ucap Yusuf yang tak lain Papah Tya, dan dijawab dengan anggukan dari Andi yang sedang menenggak susu. "Tya berangkat sama Papah aja, Kak andi rese, week," ledek Tya sambil menjulurkan lidah pada Kakaknya. "Ya udah sana, hati-hati di jalan ya Brownies,” timpal Andi yang tidak mau kalah setelah menerima ledekan Tya. Tya pun juga berpamitan pada Mirna, "Tya berangkat dulu yah, Mah." Tak lupa ia mencium punggung tangan Mirna seraya mengucapkan salam, "Asaalmu'alaikum, Mah." "Wa'alaikumsalam, belajar yang bener dan hati-hati di jalan," nasihat Mirna pada Tya. "Eh, Ty!" panggil Mirna saat anak bungsunya hendak ke luar rumah. "Iya, Mah. Ada apa?" Tya yang akan melewati pintu pun berhenti dan berbalik menghampiri Mirna. "Loh, nih uang sakunya. Lupa yah?" kata Mirna. "Jangan boros-boros!" lanjut nasihat Mirna. "Oh iya, lupa. Sekarang kan tanggal 13, lagian uang saku Tya masih Mah,” ucap Tya sembari mengingat tanggal. Uang saku Tya memang satu bulan sekali dirapel, Mirna sengaja ingin mengajarkan putra-putrinya berhemat dan tanggung jawab. Tya masuk ke dalam mobil Papah. Saat membuka kaca mobil, kembali ia melihat pria di seberang balkon itu juga terlihat hendak berangkat ke sekolah. Memakai seragam putih abu-abu, dengan mengenakkan helm mengendarai motor sportnya. "Pah, emang depan rumah kita sudah ada yang nempatin yah pah? Sama siapa? Orang mana?”. Tya memberondong Papah dengan beberapa pertanyaan. "Loh, nanya ko borongan gitu. Kenapa? Penasaran apa naksir nih?" ledek Yusuf yang baru saja duduk di depan kemudi. "Ih, papah. Tya kan cuman tanya, Pah. Masa ngga boleh?" ucap Tya sambil cemberut memanyunkan bibir, tak terima dengan peryataan maupun tudingan papah terhadapnya. "Iya, sudah ada yang nempatin. Kalo ngga salah sih dari Jakarta. Pak Anton, dan ternyata temen sekantor papah, katanya baru di mutasi ke sini," jawab Pak Yusuf sambil menjalankan kemudinya. --- Setibanya di kelas, Lusi dan Dewi tak sabar menunggu kedatangan Tya, biasa pinjam PR alias mau menyontek tugasku gitu. Saat Tya datang mereka langsung sumringah dan berebut tas milik Tya, kemudian mengambil salah satu buku tulis yang bersampulkan coklat dari tas ransel berwarna biru gelap yang baru saja merosot dari bahu Tya. Merekapun mulai fokus bebarengan mencatat jawaban tugas yang sudah Tya kerjakan semalaman ke lembar bukunya masing-masing. Sementara Dewi dan Lusi sibuk menyalin PR, Tya melihat keluar jendela kelas. Ia terkejut .... To be continue,Lusi dengan langkah pongahnya mendekati Dewi dan berkata, "Lo, nggak salah duduk?" Dewi hanya diam enggan menjawab pertanyaan Lusi, bahkan dirinya sama sekali tak menatap wajah Lusi yang tengah berbicara padanya. Dirinya bahkan asyik membuka buku, berpura-pura membaca walau entah apa yang ia baca.Meja yang tengah jadi sandaran ke-dua tangan Dewi saat membaca buku digebrag keras oleh telapak tangan kanan Lusi, Jengkel dengan kelakuan Dewi yang mengacuhkannya. "Ok, Lo akan tau balasan apa yang kau buat!" Lusi langsung melangkah ke luar kelas, tak menghiraukan bel masuk tengah berbunyi, mood belajarnya seakan hilang. Guru Pelajaran yang tengah memasuki kelas pun ditabraknya, bahu sang guru disenggo dan hampir saja buku yang beliau bawa sempat terjatuh. Siswa lain di kelas itu terperangah akan kelakuan Lusi, tak sedikit dari mereka yang saling bicara berbisik membicarakan kelakuan Lusi, menebak-nebak sebab kejadian barusan. Hingga membicarakan persahabatan Geng Trio-kwek, baru saja ke
Lusi sempat memperhatikan sikap Tya dan Rendra. Ya, Lusi sudah menyadari bahwa Rendra benar-benar mencintai Tya, terlihat dari sorot matanya. Namun, dirinya juga ingin memiliki Rendra. Lebih tepatnya, tidak ada yang pernah menolak cinta atau sekedar mengacuhkan ajakan Lusi, dan Rendra adalah orang pertama yang tak menghiraukan dirinya.Wajahnya semakin memerah karena kesal, melihat sikap Rendra terhadap Tya. Namun, dirinya masih menahan amarah, tak ingin mengacaukan suasana."Ne, bros kamu," Ucap Rendra sesaat berpapasan dengan Tya sambil menyerahkan bros pink, terjatuh saat mereka bertabrakan tadi pagi."Oh, makasih," ucap Tya singkat, menerima bros tersebut. Tak banyak berbicara, mengingat hubungan dua sejoli ini sekarang tengah renggang.Rendra langsung berlalu setelah memberikan bross itu, Tya hanya terpaku tanpa menoleh ke blakang, tak melihat kepergian tambatan hatinya kini. Rendra pun melaju tanpa mengharap perhatian dari Tya.Dewi yang menyadari suasana seakan kaku langsung me
Tya yang sudah menuntaskan ritual buang air kecil pun mulai memasuki kelas, dan mulai duduk di bankunya."Eh, kerudung kamu kenapa? Sini aku bantu benerin," ucap Zulfa melihat hijab Tya sedikit acak tak rapi. Sambil tersenyum, ia mulai membantu merapikan jilbab yang dikenakka sahabatnya. Memaklumi baru saja berhijab sehingga masih belum rapi, pa lagi kalau sudah beraktifitas, terkadang lipatan kerudung pada sisi pipi miring karena aktifitas tersebut."Mana bros pink mungil kamu," lanjut Zulfa menanyakan akseoris yang tadi pagi ia lihat dikenakan Tya untuk mempercantik tatanan kerudung."Iya, tadi aku cari di toilet nggak nemu. Entah ilang di mana," jawab Tya mencoba mengingat di mana bross pink-nya terjatuh."Entar, tunggu ... neh aku ada. Buat kamu." Zulfa mulau mencari dan mengambil bros miliknya dalam tas. Mulai memasangakan bros bergambarkan angsa berwarna silver dengan berlian berwarna ungu tepat di mata angsa, seakan mata tersebut menyala."Makasih, Zul." Tya mengucapkan terima
Tya terkejut dan tatapannya kini menoleh ke arah Zulfa, seakan meminta jawaban akan bungkusan yang baru saja ia terima."Buka saja," jawab Zulfa singkat sembari tersenyum.Dengan rasa penasaran Tya membuka bungkusan yang terbalut koran tersebut, tampak dua buah stelan seragam, seragam pramuka dan OSIS berwarna putih abu-abu. Dahi Tya menyengrit, belum juga mengerti akan maksud Zulfa tentang seragam tersebut. Menghilangkan rasa bingungnya, ia mulai berkata, "Seragam, Zul?""Ia, seragam lengan panjang buat kamu." Zulfa mulai mendekat dan membelai rambut Tya, dan berucap, "Sudah saatnya kamu berhijab, Ty.""Zul...." Tya hendak menolak dengan ingin melontarkan argumen menurut sudut pandangnya. Tya yang masih bimbang dengan ajakan Zulfa mulai membuka mulutnya, ingin berdalih tuk mengemukakan alasan. Namun, perkataannya langsung dipotong Zulfa.Jari telunjuk kanan Zulfa langsung menempel di bibir Tya, seakan memberi kode, tak ingin mendengar alasan sahabatnya itu yang belum ingin berhijab. Z
Pagi itu Tya di depan gerbang rumah, menunggu Kak Andi yang akan mengantarkannya ke sekolah. Tak disangka, Rendra pun sama, baru saja keluar dari gerbang rumah, menggunakan motor gedenya dan berlalu begitu saja tanpa menegur atau sebatas menoleh pada Tya."Begini banget seh cintaku, rasanya bak permen Na*o-nano, manis asam asin rame rasanya," ucap Tya dalam batin. Pandangan sayunya terfokus melihat kepergian Rendra, hingga motor itu tak terlihat di ujung jalan. Ada secuil rasa kecewa yang dirasa Tya."Ayo, Dek. Malah ngelamun," ajak Kak Andi tatkala sudah berada di depan gerbang rumah, mendapati Tya sedang menatap jalan yang dilalui Rendra, kini tengah sepi."Eh, i--a," kata Tya terkejut akan sapaab Kak Andi.Merekapun menuju ke sekolah, di mana Tya mengenyam pendidikan. Setibanya di gerbang sekolah, Tya berpamitan pada Kak Andi dan segera melewati gerbang, mulai memasuki lingkungan sekolah.Saat melewati koridor kelas, ujung hati Tya terasa pilu, ada seberkas rasa perih seakan teriri
Tya berpamitan ke toilet karena penat, acara tak kunjung dimulai seperti tertera dalam undangan. Wajahnya tertunduk saja saat menuju toilet, ia pun menabrak Rendra yang tengah keluar dari dalam toilet."Lo gak papa?" tanya Rendra sembari memapah Tya berdiri."Gak papa ko."Setelah mendengar jawaban dari Tya, Rendra pun cepat berlalu dari hadapan Tya. Ada rasa yang aneh dalam hati Tya, rasa yang tertinggal saat kini Rendra seakan mengacuhkannya.Dengan sedikit menghirup udara dengan napas panjangnya, Tya pun bergegas menuju toilet. Di dalam toilet, ia hanya membasuh mukanya. Memberi kesejukan di wajahnya, walaupun kucuran air itu tak bisa membasuh hatinya yang sedang gundah gulana.Suara cek speaker dari ruang aula terdengar dari toilet, menandakan akan dimulainya acara. Tya pun bergegas kembali menuju alula, berkumpul dengan calon pengurus lainnya.Betapa terkejutnya Tya tatkala akan menghampiri Zulfa, terlihat di kedua manik Tya bahwa Rendra tengah berada dalam shaf kelompok calon pe