Setelah beberapa saat Alina perlahan tidak sadarkan diri akibat obat bius. Lalu Siska segera menghubungi Jonathan dan temannya. Beberapa saat kemudian Jonathan masuk, “Hahaha, akhirnya aku bisa balas dendam sama cewek ini. Aku akan buat Fathan menyesal telah mencampuri urusanku bahkan melukai ku,” ucap Jonathan. Siska juga tersenyum puas atas pekerjaan yang ia lakukan. “Akan kita apakan dia Bos?” tanya Fais.Jonathan melihat seisi rumah Alina. Lalu Jonathan bisa melihat beberapa hiasan mewah di dalam rumah itu. Awalnya dia berniat untuk menghancurkan barang-barang itu karena Fathan sudah memporak porandakan basecamp mereka. Tapi ia mengurungkan niatnya karena terbesit di benaknya rasa kasihan pada Alina. “Kalau aku hancurin semua ini terus cewek ini juga aku hancurin hidupnya nanti, aku takut nanti aku ngerasa bersalah kalau berbuat lebih kayak gitu,” pikirnya.“Udahlah, kita bawa aja dia ke basecamp dulu, nanti baru kita pikirkan apa yang harus kita lakukan sama dia,” ujar Jonathan
Alina kembali ke rumahnya. Ia pun berbaring di atas kasurnya kemudian menarik selimut dan menutupi tubuh mungilnya itu. Fathan sangat ingin membelai rambut Alina dengan lembut, tapi ia khawatir penulis itu akan marah padanya.“Alina kamu ke rumah aku aja ya, di sana kan ada Mama yang bisa jagain kamu,” bujuk Fathan.‘Lalu kenapa jika memang ada Mamamu di rumahmu? Itu bukan urusanku,’ benak Alina. Alina menatap kedua mata Fathan dan di saat yang sama muncullah Lisa dari gerombolan anggota street motorcycle. Lisa segera menuju pada Alina yang berada di atas kasur. Lisa mengelus-elus rambut Alina dengan tatapan sedih, kemudian memegang tangannya dengan khawatir.“Kenapa? Alina kenapa?” tanya Lisa panik.Fathan hendak menjawab tapi Alina memberi isyarat untuk diam karena dia yang akan menjawabnya. “Aku baik-baik saja Lisa, mereka semua telah membantuku. Nanti akan aku ceritakan padamu apa yang terjadi setelah mereka pergi,” ucapnya. “Fathan, sekali lagi terima kasih. Sekarang Lisa sudah a
“Apa yang kamu lakukan?” tanya Fathan heran.“Fathan, aku takut padamu. Aku tidak tahu sejak kapan rasa takut ini ada dan aku hanya ingin pembahasan dan pembicaraan kita hanya berkaitan dengan pekerjaan. Aku mohon padamu,” jawab Alina kemudian berbalik dan menjauh dari Fathan.Fathan melihat punggung penulis cantik itu. Ia tidak tahu bahwa Alina ternyata menyimpan rasa takut padanya. Entah dari hal apa dan kejadian yang mana yang membuat Alina takut padanya. Yang Fathan ketahui saat ini adalah bahwa ia merasa sedih mendengar pernyataan Alina.Fathan terdiam sesaat di bawah derasnya air hujan yang terus mengenai tubuh kekarnya. Hingga akhirnya Harun datang dan menyadarkan dirinya.“Ngapain kamu ujan-ujanan nanti sakit tau, Mama kamu nanti khawatir. Ayo pulang, aneh banget dapet kerjaan baru malah main ujan-ujanan,” cetus Harun yang tidak tahu apa-apa.“Oy, malah diem aja. Ayok, kita malam ini kan mau ke rumah Aris. Kamu enggak lupa kan Fat
Alina baru saja bangun dan merenggangkan setiap otot yang ada di tubuhnya. Lalu ia berguling ke kanan dan ke kiri di atas kasurnya. Ia sangat malas bangun pagi itu walaupun ia ada janji temu dengan Fathan dan Retno di apartemen Retno.“Oh sial, aku sangat malas,” gumamnya. Dengan enggan Alina terpaksa bangun dan bersiap untuk pergi.Setelah siap, penulis itu berjalan menuju gerbang rumahnya. Dan tepat di depan rumahnya Fathan sudah menunggunya. Raut wajah Alina berubah menjadi dingin dan jutek.“Apa yang kamu lakukan di sini?” tanya Alina.Fathan turun dari motornya dan mendekati pintu gerbang yang belum terbuka itu. “Retno memintaku untuk menjemputmu,” jawabnya.“Aku akan mengendarai mobil sendiri, kamu tidak perlu repot-repot,” cetus Alina. Tapi sesaat setelah ia berbicara, ia mendapatkan pesan dari Retno yang memintanya untuk datang bersama Fathan karena di basement apartemen Retno sudah penuh untuk parkir mobil. Jadi mau tidak mau Ali
“Makasih untuk hari ini ya, hati-hati di jalan!” Lambaian tangan Retno mengiringi kepergian Alina dan Fathan.Setelah Alina dan Fathan tidak terlihat lagi, ia pun kembali masuk ke dalam gedung itu. Dan di saat itu Retno melihat Ethan berada di dekat pintu masuk gedung menatap ke arahnya.***Retno dan Ethan kini tengah duduk di cafe.“Apa yang ingin kamu tahu atau kamu tanyakan padaku?” tanya Retno.“Apakah yang baru saja pergi adalah Alina?” “Apa pedulimu siapa dia? Mau Alina atau bukan, tidak ada urusannya denganmu.”“Apa kamu juga membenciku Retno?”“Aku tidak membencimu tapi aku kesal padamu, terus kenapa juga kamu harus bertunangan di gedung ini ha?” jawab Retno sekaligus bertanya dengan kesal.“Jadi benar itu Alina, sepertinya wanita yang tadi aku lihat adalah dia dan pria itu,” gumam Ethan.“Hah, terus kenapa? Apa kamu sekarang merasa bersalah pada Alina? Baru sekarang kamu sadar? Sudah terlambat, sudah ada yang siap menjadi mengganti kamu untuk menjaganya,” cetus Retno dengan
Fathan melambaikan tangannya begitu ia melihat Harun yang semakin dekat. Harun segera menghampiri ketua gengnya dan mereka langsung bergerak melacak kemana perginya Alina.“Gimana sih kok bisa cewek itu tiba-tiba berubah sembilan puluh derajat?” tanya Harun.Fathan diam saja tidak ingin menjawab pertanyaan temannya itu. Ia tidak ingin membongkar kesedihan Alina karena Ethan manusia tidak bertanggung jawab itu.“Kenapa diem aja? Kamu juga nggak tau ya?” tanya Harun lagi. Fathan hanya menjawab dengan anggukan pelan dan terlihat di kaca spion.***Beberapa saat kemudian mereka tiba di salah satu toko pakaian yang memperlihatkan banyaknya pakaian seksi untuk wanita. Keduanya sama-sama terkejut melihat ke toko itu lalu melihat satu sama lain.“Oh tidak, firasatku buruk Run,” ucap Fathan.“Aku juga gitu Fathan,” sahut Harun.‘Aish, aku harap cewek itu nggak melakukan hal-hal yang akan merugikan dirinya sendiri,’ benak Fathan.“Apa kamu yakin di sini lokasi terakhirnya?” tanya Harun.“Iya in
Fathan kembali mencari Alina yang baru saja terlepas dari genggamannya. Dan tidak lama baginya menemukan Alina. Ia melihat penulis itu berjalan sempoyongan ke arah pintu keluar klub.Fathan segera memasukkan kembali ponselnya dan mengejar Alina agar ia tidak terjatuh karena jalannya yang sempoyongan.“Alina kamu mau kemana, motorku ada di sana!” Fathan berusaha menghentikan langkah kaki Alina yang jalan berlawanan dari dimana motornya terparkir.“Oooh, motor kamu ya. Ini (Alina mengeluarkan kunci motor dari sakunya) ini dia kunci motor kamu dan kamu bisa pulang sekarang. Maaf ya aku udah bawa kabur motor kesayangan kamuuuu,” ucap Alina melantur.Fathan mengambil kunci motor itu dari tangan Alina. Lalu penulis itu kembali berjalan jalan ke arah yang entah dimana. Fathan terus saja mengiringi wanita itu.“Eeeey, kenaaapaa kamu ikutin aku? Kamu mau ngerampok ya??” Alina lagi-lagi melantur dengan tidak jelas. Fathan hanya geleng-geleng kepala.Lalu tiba-tiba Alina terduduk di jalan itu. Ia
Penulis cantik itu terbangun dari tidur panjangnya karena wajahnya terkena sinar matahari dari jendela kamar yang gorden nya tidak tertutup. Ia pun menggeliat di atas kasurnya karena masih merasa ngantuk. Setelah itu ia melamun dan memikirkan apa yang telah terjadi padanya.“Aduh sakit banget kepalaku,” keluh penulis itu. Setelah berkata seperti itu ia tiba-tiba saja merasa mual dan segera berlari ke kamar mandi.Setelah beberapa kali ia mengeluarkan isi perutnya karena mual. Ia pun duduk di sofa dengan minuman hangat yang sudah ia ambil dari dapur.“Oh sial, aku baru inget. Aku kemaren pergi ke klub malam dan minum alkohol. Nggak mau lagi aku minum alkohol, ternyata efeknya menyakitkan,” ucap Alina. Karena memang baru kali itulah ia nekat ke klub malam dan minum alkohol yang selama ini belum pernah ia sentuh.“Lemes banget aku,” keluhnya lagi. “Eh, gimana aku bisa pulang ya?” pikirnya baru sadar kalau ia lupa bagaimana caranya ia pulang semalam.Penulis cantik itu diam dan mengingat