Share

Bab 7 

Auteur: Belinda
Kyna memperhatikan Aldrian dan Anara. Setelah canggung sesaat, mereka dengan cepat beradaptasi dengan peran baru mereka. Keduanya mengobrol dengan gembira dengan mitra bisnis itu. Mereka terlihat sangat serasi ....

Kyna diam-diam memotret mereka. Saat berbalik untuk pergi, "jarum" yang tertancap di jantungnya masih terasa menusuk. Rasa sakit yang tajam dengan cepat menyebar ke dadanya, bahkan nyaris membuatnya menangis.

"Kyna!"

Tiba-tiba, seseorang memanggil namanya tepat saat Kyna hendak meninggalkan mal. Dia menoleh dan melihat seseorang berdiri di eskalator yang menurun. Orang itu melambaikan tangan ke arahnya dengan penuh semangat.

Itu adalah Sonia, guru akademi tari ketika Kyna berkuliah dulu.

"Bu Sonia!" seru Kyna dengan gembira.

Sonia segera menuruni eskalator, lalu menghampiri Kyna dan menggenggam tangannya. Dia juga terlihat gembira. "Aku awalnya masih ragu aku salah kenali orang atau nggak. Setelah panggil, ternyata memang kamu! Gimana kabarmu? Sudah lima tahun kita nggak ketemu."

Kyna merasa agak sedih. Lima tahun telah berlalu, tetapi dia malah menjadi orang yang tidak berguna. Bagaimana mungkin dia dapat menghadapi gurunya?

"Lagi sibuk nggak? Kalau nggak, ayo kita ngobrol di kafe," ucap Sonia sambil menggenggam tangan Kyna.

Kyna tidak sibuk. Jika itu sebelumnya, dia mungkin akan terus mengasingkan diri dan menolak semua orang dari dunia tari karena merasa rendah diri. Namun, sejak membuka album foto tari di ponselnya, dia merasa seperti sudah ada celah di langit gelapnya. Dia tiba-tiba mendambakan ada secercah cahaya yang dapat bersinar masuk.

Kyna mengangguk, "Oke, Bu Sonia."

Entah kenapa, air mata menggenang di mata Kyna.

Sonia menggenggam tangan Kyna, lalu membawanya ke sebuah kafe yang menjual afternoon tea ala bangsawan zaman dulu.

"Bu Sonia, gimana kabar teman-teman lainnya sekarang?" Kyna sudah terlalu lama terpisah dari dunianya sendiri. Dia juga telah meninggalkan semua obrolan grup teman kampusnya.

Sonia meliriknya dengan tajam dan bertanya, "Kamu benar-benar mau tahu?"

Sonia mengetahui situasi Kyna. Awalnya, Kyna berencana melanjutkan studi pascasarjana, tetapi tiba-tiba menyerah. Sonia tentu saja menanyakan alasannya. Setelahnya, Sonia bahkan sengaja datang ke Kota Hatam untuk mengunjungi Kyna.

Kyna mengangguk penuh semangat. Sonia pun mulai bercerita.

Lima tahun benar-benar cukup untuk mengubah hidup seseorang. Sebagian teman-teman Kyna itu telah bergabung dengan kelompok tari dan menjadi penari utama. Ada juga yang melanjutkan studi di luar negeri dan lulus dengan gelar doktor, sedangkan ada beberapa yang menjadi guru supaya bisa mengembangkan bakat-bakat baru.

Semua orang mengambil lompatan besar dalam perjalanan hidup mereka. Hanya dia yang ....

Akan tetapi, mulai hari ini, Kyna juga akan menjadi seseorang yang berbeda. Dia akan berusaha mengejar ketertinggalan. Meskipun tidak bisa menari lagi, dia akan menemukan tempatnya di bidang lain!

"Bu Sonia, aku ... akhirnya juga bisa berikan jawabanku padamu," kata Kyna dengan berlinang air mata. Saat ini, dia benar-benar merasa bersalah karena sudah mengecewakan harapan gurunya.

"Apa?" Sonia masih tersenyum seperti biasa.

Kyna berbisik di telinga Sonia mengenai rencananya untuk kuliah di luar negeri.

"Baguslah! Sudah kutahu nggak ada muridku yang lemah!" seru Sonia sambil menggenggam tangan Kyna. "Oh iya, kebetulan kami juga akan adakan pertunjukan keliling Yuropiah. Kamu bisa ikut untuk merasakan suasana dan biasakan diri dengan kehidupan di sana!"

"Tapi aku ...." Apakah kakinya akan sanggup? Kyna tidak akan pernah bisa menari lagi. Dia bahkan berjalan lebih lambat daripada orang lain. Program pascasarjana yang diambilnya juga adalah bidang teori.

"Nggak ada yang mustahil! Kalau bukan karena kecelakaan itu, kamu pasti sudah jadi anggota tim tari muda. Kali ini, kamu ikut saja sebagai staf yang tangani urusan belakang panggung atau penata rias!" ujar Sonia dengan tegas. Dia sama sekali tidak menganggap Kyna sebagai orang cacat.

Kyna tak kuasa menahan tawa. Dia menyukai perasaan tidak diperlakukan seperti orang cacat. Dia tidak bisa menari, tetapi masih bisa melakukan hal-hal lain. Dia bukannya langsung menjadi orang yang tidak berguna karena tidak bisa menari lagi ....

Baru saja Sonia selesai berbicara, ponselnya bergetar dan sebuah pesan masuk.

"Ini pesan dari suamiku. Kamu keberatan nggak kalau dia gabung sama kita?" tanya Sonia untuk meminta pendapat Kyna.

"Tentu saja nggak," jawab Kyna sambil tersenyum.

Sebenarnya, Kyna agak takut. Setelah mengisolasi diri selama lima tahun, dia sudah tidak terbiasa bertemu orang asing. Akan tetapi, bukankah dia tetap harus mengambil langkah pertama?

"Kalau begitu, aku akan suruh dia datang," jawab Sonia.

Hanya saja, yang sangat mengejutkan Kyna adalah, suami Sonia ternyata adalah rekan bisnis baru Aldrian yang dilihatnya tadi.

"Dia datang ke Kota Hatam untuk urusan bisnis. Aku juga ikut datang liburan beberapa hari. Tak disangka, aku malah ketemu sama kamu di sini. Kita benar-benar berjodoh ...."

Sambil berbicara, Sonia memperkenalkan suaminya. Namun, Kyna malah memperhatikan Aldrian, Anara, dan suami Sonia yang berjalan menuju meja mereka. Akhirnya, mereka sampai di depan meja.

Kyna duduk diam sambil memperhatikan perubahan ekspresi dramatis Aldrian dan Anara.

"Ayo duduk. Ini istriku, Sonia. Dia itu seorang guru tari." Suaminya Sonia memperkenalkan mereka, "Ini Pak Aldrian, rekan bisnisku. Itu istrinya."

Kata "istri" itu membuat tangan Aldrian gemetar sejenak, sedangkan Anara juga terlihat gelisah. Mereka merasa serbasalah dan menatap Kyna dengan gugup. Namun, Kyna hanya menatap mereka dan tersenyum tipis.

Sonia juga memperkenalkan suaminya kepada Kyna, "Ini suamiku, namanya Evan."

Kemudian, Sonia menunjuk Kyna dan lanjut berkata, "Ini muridku yang dulunya punya peluang terbesar untuk raih Piala Tari Nasional."

Ketika mendengar kata "Piala Tari Nasional", mata Aldrian meredup sepenuhnya. Dia mengalihkan pandangannya ke bawah, seolah-olah ingin melihat kaki Kyna.

Kyna menyadarinya. Pada saat ini, mata Aldrian dipenuhi penderitaan. Benar juga, bagaimana mungkin Aldrian tidak menderita? Jika bukan karena kakinya menjadi pincang, Aldrian tidak akan menikahinya, sedangkan wanita di sampingnya sekarang bisa menjadi istri sahnya.

Kyna tersenyum dan berujar, "Bu Sonia, Pak Evan, sebenarnya akulah ...."

"Ah!" seru Anara di waktu yang tepat untuk menyela kata-kata Kyna.

Kyna pun berhenti berbicara. Anara menumpahkan teh yang begitu panas hingga membasahi tangan dan pakaiannya.

"Ma ... maaf. A ... aku benar-benar nggak sopan." Anara segera mengambil tisu untuk menyeka teh yang tumpah itu.

"Nggak apa-apa." Sonia yang tidak menyadari apa-apa bahkan memberinya tisu.

Secangkir teh yang tumpah sudah menghentikan Kyna untuk mengungkapkan kebenaran. Namun, jika Kyna ingin lanjut berbicara, apakah Anara bisa menghentikannya?

Di seberang, Aldrian menatap Kyna dengan penuh permohonan dan menggeleng pelan. Dia seolah-olah sedang bergumam dalam hati, 'Jangan ngomong, jangan ngomong.'

Cih! Kyna sebenarnya juga tidak ingin mengungkapkannya. Dia hanya ingin membuat mereka panik.

Selama berada di kafe, ada orang yang terlihat tegang, sedangkan ada juga yang tenang.

Saat Kyna mengangkat cangkir tehnya, Sonia tiba-tiba memperhatikan tangannya dan bertanya, "Kyna, itu cincin kawin? Siapa suamimu?"

Pertanyaan itu terasa bagaikan guntur di langit cerah yang mengejutkan Aldrian dan Anara di seberang. Ekspresi mereka seketika berubah drastis.

Kyna menatap tangan Aldrian yang sedang memegang cangkir teh dan tersenyum mengejek. Aldrian tidak pernah memakai cincin kawin. Begitu resepsi pernikahan mereka berakhir, dia langsung melepas cincin kawin itu. Sejak saat itu, cincin kawin itu entah disimpan di mana.

"Iya, aku sudah nikah selama lima tahun. Suamiku bermarga Wibowo," jawab Kyna dengan santai.

"Kebetulan sekali? Dia juga bermarga Wibowo?" tanya Aldrian. Implikasinya sudah jelas. Dia ingin Kyna berhenti bicara.

"Ya, dia bermarga Wibowo, juga seorang pebisnis. Tapi, bisnisnya nggak sebesar bisnis Pak Aldrian," jawab Kyna sambil menyesap tehnya.

Dari balik cangkir teh, Kyna melihat dengan jelas Aldrian menghela napas lega.

"Kebetulan sekali. Lain kali, ajak suamimu keluar juga. Kita bisa minum teh bareng," ucap Evan. Berhubung Kyna adalah murid Sonia, dia bersikap sangat hormat kepada Kyna.

Ekspresi Aldrian berubah lagi.

Kyna benar-benar merasa lucu. Dalam lima tahun pernikahan mereka, perubahan ekspresi Aldrian selama ini bahkan tidak sebanyak satu sore ini.

Berhubung situasinya begitu canggung, Aldrian juga tidak berniat untuk menghabiskan waktu terlalu lama di kafe ini. Setelah mengobrol sebentar, dia mengatakan bahwa dirinya masih ada urusan dan harus pergi. Namun, karena khawatir Kyna akan mengatakan sesuatu yang tidak pantas jika ditinggal sendiri, dia memberi isyarat agar Kyna juga segera pergi.
Continuez à lire ce livre gratuitement
Scanner le code pour télécharger l'application

Latest chapter

  • Dilema Pernikahan bersama Presdir Dingin   Bab 100 

    Ucapan itu tidak sepenuhnya salah ...."Aku cuma kasih kamu uang untuk ....""Apa bedanya?" Sebelum Kyna sempat mengatakan "untuk biaya tutormu", Aldrian sudah menyela. Kemudian, 10 ribu itu kembali ke sakunya. Ketika berjalan pergi melewati Kyna, Aldrian meninggalkan sebuah kalimat. "Aku belum merosot sampai ke tahap serendah itu!"Inilah yang Aldrian maksud dengan Kyna pernah menanyakan pelajaran kepadanya. Aldrian mungkin hanya mengingat samar hal itu, juga telah melupakan semua sebab dan akibatnya.Hanya Kyna yang ingat, di tahun-tahun yang membingungkan namun penuh tekad itu, mereka telah menyaksikan momen-momen paling memalukan satu sama lain. Namun, itu semua adalah kenangan masa muda yang suram. Jadi, memang sebaiknya dilupakan saja ...."Kyna ...." panggil Inggrid untuk membuyarkan lamunannya. "Kamu .... Apa dia tahu?" tanya Inggrid dengan suara rendah.Kyna melirik punggung Aldrian yang sedang memasak di dapur, lalu menggeleng pelan, dan berbisik, "Nenek, aku belum mau ka

  • Dilema Pernikahan bersama Presdir Dingin   Bab 99

    Kyna pun tercengang. Dia tidak tahu situasi keluarga Aldrian ternyata seperti ini.Aldrian sangat keras kepala dan tidak mengambil uang itu.Kyna mendengarnya berkata dengan dingin, "Nggak usah. Mulai sekarang, aku nggak akan pernah terima uangmu lagi!" Kemudian, Aldrian pun berbalik untuk pergi.Orang di dalam mobil itu keluar dan mengejarnya. "Oke. Kalau hebat, jangan pernah pulang untuk minta uang! Aku mau tahu gimana kamu bisa bertahan hidup!" Sinar dari matahari terbenam hari itu sangat cerah. Dengan bermandikan cahaya keemasan, Aldrian tertawa menantang dan menyahut tanpa menoleh, "Jangan khawatir. Meski dipelihara sugar mommy, aku juga nggak akan pulang ke rumahmu!" Omongan seperti apa itu! Kyna yang masih adalah seorang murid SMA pun sepenuhnya tercengang. Namun, dia juga sudah sering mendengar kata-kata seperti itu. Ketika memarahinya, Amelia juga sering berkata bahwa membesarkannya hanya membuang-buang uang. Amelia bahkan menyuruhnya untuk menjual diri ....Setiap kali Ame

  • Dilema Pernikahan bersama Presdir Dingin   Bab 98 

    Aldrian bisa memasak, tetapi itu tidak berarti dia bisa memasak di luar ruangan. Menyalakan api merupakan rintangan terbesarnya. Dia berjuang mati-matian, hingga wajahnya hitam dan kotor. Akan tetapi, dia tetap tidak berhasil menyalakan api. Di sisi lain, Kyna berbeda. Semasa kecil, dia selalu kembali ke desa saat liburan. Dia pernah membuat api unggun, memanjat pohon, dan mengumpulkan telur burung bersama anak-anak lain. Sebagai seseorang dari kelompok kelas sebelah, dia tidak tega melihat Aldrian lanjut berkutat sendiri. Dia pun mengosongkan tungku itu, lalu mulai menyalakan api.Melihat api yang berkobar, Aldrian tertegun sejenak. Mungkin menyadari penampilannya yang berantakan, dia bahkan tidak berterima kasih pada Kyna. Namun, setelah itu, dia tidak bertemu kesulitan lagi. Dinilai dari penampilannya saat memasak, dia terlihat seperti orang yang melakukan pekerjaan rumah.Itulah satu-satunya momen Kyna pernah makan masakan Aldrian. Orang-orang dari kelompok Aldrian tergolong cuku

  • Dilema Pernikahan bersama Presdir Dingin   Bab 97

    "Oke." Aldrian terdengar cukup senang. Suasana hatinya yang bagus ini tetap bertahan hingga mereka tiba di rumah Inggrid.Pada saat ini, Inggrid sedang menyiapkan makan siang. Di atas meja, ada semangkuk bubur, sepiring acar, dan sepiring sayuran hijau. Melihat Kyna dan Aldrian datang, dia merasa terkejut sekaligus sedikit malu, lalu segera membersihkan mangkuk itu."Kenapa kalian datang di jam segini? Sudah makan? Aku akan pergi masak!" Kyna menatap hidangan sederhana di atas meja. Itu sama sekali tak bisa dibandingkan dengan makanan mewah yang selalu disiapkan Inggrid setiap kali dia datang. "Nenek, kenapa kamu cuma makan ini?" Inggrid segera menyimpan bubur dan acar itu. "Ini sisa sarapan pagi ini. Kan sayang kalau dibuang. Jadi, aku lanjut makan siang ini. Aku biasanya nggak makan seperti ini." Kyna tidak percaya. Dia menatap neneknya dengan tampang cemberut."Sudah, jangan cemberut lagi. Nenek akan masakkan sesuatu yang lezat. Tunggu sebentar, ya!"Seusai berbicara, Inggrid mem

  • Dilema Pernikahan bersama Presdir Dingin   Bab 96

    "Benar, Bu. Ini rumah yang lokasinya paling strategis di area ini. Selain itu, rumah ini juga tepat di tepi danau. Saat cuaca hangat, akan ada angsa yang terbang kemari. Pemandangannya sangat indah," tambah agen penjual itu.Aldrian menuntun Kyna ke teras supaya dia bisa menikmati pemandangan dari rumah.Udara dari danau yang berkabut menerpa Kyna. Dia menarik napas dalam-dalam. Udaranya dipenuhi aroma pepohonan dan rerumputan yang menyenangkan."Gimana? Suka nggak?" tanya Aldrian sambil menggenggam tangan Kyna.Kyna menunduk dan melirik tangannya yang bertautan dengan tangan Aldrian. Baiklah, berhubung rumah ini sangat sesuai dengan seleranya, dia akan bersabar!Kyna pun mengangguk.Aldrian makin puas dan berujar, "Aku juga rasa rumah ini lumayan bagus. Setelah renovasinya selesai, kita juga bisa pindah kemari kalau mau. Soal pernikahan Robert ... kita lihat saja nanti." Kyna berdiri di teras sambil berpikir bagaimana dia bisa membagi halaman di lantai dasar untuk dijadikan tempat be

  • Dilema Pernikahan bersama Presdir Dingin   Bab 95

    Aldrian kembali mengendarai mobilnya, tetapi dia tetap tidak menuju ke rumah nenek.“Aku bawa kamu lihat rumah,” ucap Aldrian dengan nada rendah. “Semalam aku bawa kartu identitasmu juga karena beli rumah buat kamu.”Kening Kyna berkerut. “Beli rumah?”“Bukannya orang tuamu mau beli rumah nikah untuk Robert?” ucap Aldrian.“Apa mereka mencarimu lagi?” tanya Kyna dengan hati-hati.Aldrian tidak berbicara. Diam berarti mengiakan.“Masalah kapan? Kenapa aku nggak tahu?”Aldrian melirik Kyna sekilas, malah terlihat senyuman di dalam tatapannya. “Kamu begitu galak. Apa mungkin mereka berani kasih tahu kamu?”Kyna tidak tahu kenapa Aldrian bisa menunjukkan ekspresi tersenyum seperti ini. Hanya saja, Kyna merasa marah. Anggota keluarganya selalu menjadi beban hidupnya saja! Alhasil, selamanya Kyna tidak bisa mengangkat kepalanya di hadapan Aldrian!“Aldrian, bisa nggak kamu jangan kasih rumah terus? Biasanya orang lain cuma kasih uang, kenapa kamu malah kasih rumah? Langsung dikasih begitu di

Plus de chapitres
Découvrez et lisez de bons romans gratuitement
Accédez gratuitement à un grand nombre de bons romans sur GoodNovel. Téléchargez les livres que vous aimez et lisez où et quand vous voulez.
Lisez des livres gratuitement sur l'APP
Scanner le code pour lire sur l'application
DMCA.com Protection Status