Share

Bab 6

Author: Belinda
"Aldrian ...," panggil Kyna dengan suara tercekat.

"Hmm? Kyna?" Aldrian menggenggam tangan Kyna dan bertanya, "Ada apa? Pengen nangis? Kalau begitu, nangis saja. Jangan ditahan."

Suaranya begitu lembut, persis seperti ketika Kyna baru keluar dari ruang operasi pada tahun itu. Setelah mendorongnya kembali ke kamar rawat inap bersama perawat, Aldrian tetap berjaga di samping tempat tidurnya dan berbicara dengan suara selembut ini, "Kyna, sakit? Kalau sakit, nangis saja. Jangan ditahan ...."

Saat itu, Kyna hanya merasa bahwa perhatian dan kelembutan Aldrian adalah obat mujarab untuk menghilangkan rasa sakit. Sayangnya, butuh bertahun-tahun baginya untuk sepenuhnya paham bahwa kelembutan dan perhatian seorang pria tidak akan pernah bisa berubah menjadi cinta ....

"Aldrian, kita cerai saja," tutur Kyna dengan pelan sambil menarik tangannya. Rasa sakit yang menyengat membuatnya berlinang air mata hingga pandangannya perlahan-lahan kabur.

Aldrian mengerutkan kening. Sangat jelas bahwa dia tidak menyangka Kyna akan melontarkan hal seperti itu. Setelah terdiam sejenak, dia meminta mangkuk bersih dari pelayan, mengambil sepotong ikan, dan dengan hati-hati memilih tulangnya.

Pada saat yang sama, Aldrian juga berkata, "Kyna, aku tahu kamu masih marah. Tapi, mengungkit tentang perceraian itu nggak rasional. Apa yang akan kamu lakukan setelah bercerai denganku? Gimana kamu bisa hidup sendiri?"

Napas Kyna mulai memburu. Selama lima tahun, di mata semua orang, dia adalah orang yang bergantung pada Aldrian. Tanpa Aldrian, dia adalah orang menyedihkan yang tak diinginkan siapa pun, juga tak mampu bertahan hidup. Aldrian juga berpikir begitu.

"Aku bisa!" Untuk pertama kalinya, Kyna menunjukkan sisi keras kepalanya dan ingin membela diri.

Namun, Aldrian hanya tersenyum dan masih menganggap Kyna hanya merajuk. Dia meletakkan ikan tanpa tulang itu di depan Kyna dan menyahut, "Makanlah. Kamu boleh marah sebentar, tapi kamu nggak boleh marah lagi seusai makan."

"Aku nggak marah. Aku benar-benar mau cerai!" balas Kyna. Apa yang harus dilakukannya untuk membuat Aldrian mengerti bahwa dia ingin bercerai bukan karena merajuk, tetapi serius?

"Kyna." Aldrian meletakkan peralatan makannya, lalu berujar, "Sudah cukup. Hari ini, aku batalkan dua rapat dan satu negosiasi bisnis demi temani kamu. Aku belum tentu punya waktu sebanyak ini lagi besok atau lusa."

"Kutegaskan sekali lagi, Nara itu teman baik kami semua, juga salah satu anggota dari kelompok pertemanan kami. Aku memperlakukannya sama seperti aku perlakukan William dan yang lain. Dia juga suka banget sama kamu dan selalu ingin jadi temanmu. Dengan sikapmu ini ... gimana aku bisa kenalin dia ke kamu?"

"Kalau begitu, nggak usah kenalin dia ke aku," sahut Kyna. Dia tidak merasa Anara benar-benar ingin berteman dengannya.

"Kyna!" tegur Aldrian dengan agak marah.

Kyna tahu bahwa setiap ada hal yang berkaitan dengan Anara, tabiat Aldrian tidak akan sebaik itu.

"Cepat makan. Habis makan, kita pergi belanja. Beli saja apa yang kamu suka. Nanti, kita makan malam di rumah Ayah dan Ibu. Sudah berapa lama kamu nggak jenguk orang tuamu?" ujar Aldrian sambil lanjut menaruh makanan ke mangkuk Kyna.

Kyna tidak ingin menyakiti dirinya sendiri. Jadi, dia pun mulai makan. Apa pun yang terjadi, dia harus memastikan dirinya sehat dulu. Tak ada gunanya dia melampiaskan amarahnya pada dirinya sendiri.

"Begitu dong." Suara Aldrian melembut lagi. "Jangan pernah ungkit soal cerai lagi."

Kyna tertegun sejenak, lalu lanjut makan dengan kepala tertunduk. Seusai makan, dia tidak ingin berbelanja, tetapi Aldrian bersikeras dan langsung menyetir ke mal.

Selama lima tahun pernikahan mereka, Aldrian hanya pernah menemaninya berbelanja beberapa kali. Lebih tepatnya, mereka jarang sekali muncul bersama di depan umum.

Lampu mal sangat terang, bahkan di siang hari. Kyna merasa sedikit tidak nyaman. Dia berjalan dengan hati-hati di belakang Aldrian sambil mencengkeram tasnya erat-erat.

Lantai pertama dipenuhi konter yang memajang tas, jam tangan, dan perhiasan desainer.

"Mau beli apa?" tanya Aldrian sambil menoleh ke arah Kyna.

Kyna tidak ingin membeli apa pun. Dia hanya ingin pulang. Namun, sebelum dia sempat mengucapkan sepatah kata pun, seseorang di kejauhan memanggil, "Pak Aldrian."

"Itu mitra kerja yang baru aku kenal belakangan ini. Aku pergi sapa dia dulu." Aldrian berpesan, "Kamu jalan-jalan saja dulu. Aku akan mencarimu nanti."

Kyna tidak mengenal satu pun klien Aldrian. Melihat Aldrian berjabat tangan dengan seorang pria tak jauh darinya, dia berdiri terpaku di tempat. Tak ada satu pun barang mewah yang ingin dibelinya.

"Nona, sudah giliranmu," ucap seorang pramuniaga.

Kemudian, Kyna baru menyadari bahwa dia secara tidak sengaja berdiri di antrean toko mewah.

"Oh, nggak usah, terima kasih," balas Kyna dengan cepat. Kemudian, dia segera pergi.

Kyna berjalan tanpa tujuan di mal. Tiba-tiba, dia melihat sosok yang familier di konter jam tangan desainer. Orang itu tidak lain adalah Anara.

Ketika melihat merek jam tangan itu, perasaan gelisah perlahan-lahan menyelimuti Kyna. Dia tanpa sadar berjalan menuju konter tersebut.

William sedang menemani Anara melihat-lihat jam tangan. Saat Kyna berjalan mendekat, percakapan mereka terdengar lebih jelas.

"Beli saja kalau kamu suka," kata William.

Anara menjawab, "Nggak deh. Harganya terlalu mahal. Aldri memang sudah kasih kartu tambahannya kepadaku, juga bilang aku boleh menggeseknya sesuka hati. Tapi, aku tetap malu pakai kartu itu untuk beli barang semahal ini!"

Langkah Kyna seketika terhenti. Kakinya terasa terlalu berat untuk lanjut melangkah. Hatinya juga terasa seberat kakinya.

Kartu tambahan .... Kartu tambahan Aldrian ....

"Dia kasih ke kamu, ya supaya kamu bisa pakai. Memangnya Aldri itu orang bermuka dua? Kita sudah berteman selama bertahun-tahun, apa kamu masih nggak paham sama karakternya? Dia tulus memberikannya kepadamu," lanjut William.

"Iya sih ...." Anara mulai menggerakkan pergelangan tangannya dan menunjukkannya kepada William.

Kyna juga melihatnya.

"Cantik nggak? William? Aku suka banget sama jam tangan ini bahkan sejak zaman kuliah. Waktu itu, Aldri juga pernah janji akan membelikannya untukku setelah lulus. Setelahnya ...."

Setelahnya? Kyna pun tersenyum getir dan mengejek. Setelahnya, setiap tahun di hari ulang tahun dan hari peringatan pernikahan, Aldrian menghadiahkan jam tangan itu kepadanya.

Awalnya, Kyna mengira bahwa meskipun Aldrian tidak menaruh perasaan apa pun terhadapnya, setidaknya Aldrian mengingat hari ulang tahun dan hari peringatan pernikahan mereka. Tidak peduli seasal apa pun hadiah yang dipilih Aldrian, setidaknya itu adalah barang mahal.

Namun, Aldrian ternyata bukan tidak berperasaan ataupun asal memilih hadiah. Sebaliknya, dia justru sangat peduli. Hanya saja, yang terukir di hatinya bukanlah Kyna ....

"Kalau begitu, Aldri termasuk sudah tepati janjinya sekarang. Kamu boleh beli apa pun yang kamu mau. Asal kamu suka, dia mampu membelinya," kata William untuk menyemangati Anara.

"Kalau begitu, aku gesek, ya?" Sangat jelas bahwa Anara sangat ingin melakukannya.

Di sisi lain, Aldrian telah selesai berbasa-basi dengan rekan bisnisnya. Orang itu ternyata datang untuk menjemput istrinya yang telah selesai berbelanja. Mengetahui Aldrian juga sedang menemani istrinya, rekan bisnis itu menawarkan diri untuk menyapa.

Melihat Aldrian yang berjalan mendekat, Kyna segera bersembunyi di balik pilar.

Sementara itu, Anara telah melihat Aldrian dan melambaikan tangannya sambil berseru, "Aldri, aku ada di sini. Kemarilah!"

Kyna mengintip dari balik pilar dan melihat Aldrian berjalan ke arah Anara bersama rekan bisnisnya.

Anara menggenggam tangan Aldrian, lalu mengguncangnya sambil bertanya, "Aldri, aku mau beli jam tangan ini. Boleh?"

"Tentu saja." Aldrian menatap Anara dengan begitu lembut. Cahaya dalam matanya membuat seluruh wajahnya terlihat hidup. Penampilannya sangat berbeda dengan keacuhan yang ditunjukkannya ketika bersama Kyna di rumah.

"Makasih, Aldri! Aku akan pergi gesek kartunya sekarang juga!" tutur Anara sambil melambaikan kartu tambahan yang diberikan Aldrian.

Menyaksikan hal ini, rekan bisnis itu tersenyum dan berkomentar, "Pak Aldrian, kamu dan istrimu benar-benar mesra. Ini sungguh mengharukan."

Istri? Aldrian dan Anara sama-sama terkejut, tetapi tak satu pun dari mereka yang menyangkalnya ....
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dilema Pernikahan bersama Presdir Dingin   Bab 100 

    Ucapan itu tidak sepenuhnya salah ...."Aku cuma kasih kamu uang untuk ....""Apa bedanya?" Sebelum Kyna sempat mengatakan "untuk biaya tutormu", Aldrian sudah menyela. Kemudian, 10 ribu itu kembali ke sakunya. Ketika berjalan pergi melewati Kyna, Aldrian meninggalkan sebuah kalimat. "Aku belum merosot sampai ke tahap serendah itu!"Inilah yang Aldrian maksud dengan Kyna pernah menanyakan pelajaran kepadanya. Aldrian mungkin hanya mengingat samar hal itu, juga telah melupakan semua sebab dan akibatnya.Hanya Kyna yang ingat, di tahun-tahun yang membingungkan namun penuh tekad itu, mereka telah menyaksikan momen-momen paling memalukan satu sama lain. Namun, itu semua adalah kenangan masa muda yang suram. Jadi, memang sebaiknya dilupakan saja ...."Kyna ...." panggil Inggrid untuk membuyarkan lamunannya. "Kamu .... Apa dia tahu?" tanya Inggrid dengan suara rendah.Kyna melirik punggung Aldrian yang sedang memasak di dapur, lalu menggeleng pelan, dan berbisik, "Nenek, aku belum mau ka

  • Dilema Pernikahan bersama Presdir Dingin   Bab 99

    Kyna pun tercengang. Dia tidak tahu situasi keluarga Aldrian ternyata seperti ini.Aldrian sangat keras kepala dan tidak mengambil uang itu.Kyna mendengarnya berkata dengan dingin, "Nggak usah. Mulai sekarang, aku nggak akan pernah terima uangmu lagi!" Kemudian, Aldrian pun berbalik untuk pergi.Orang di dalam mobil itu keluar dan mengejarnya. "Oke. Kalau hebat, jangan pernah pulang untuk minta uang! Aku mau tahu gimana kamu bisa bertahan hidup!" Sinar dari matahari terbenam hari itu sangat cerah. Dengan bermandikan cahaya keemasan, Aldrian tertawa menantang dan menyahut tanpa menoleh, "Jangan khawatir. Meski dipelihara sugar mommy, aku juga nggak akan pulang ke rumahmu!" Omongan seperti apa itu! Kyna yang masih adalah seorang murid SMA pun sepenuhnya tercengang. Namun, dia juga sudah sering mendengar kata-kata seperti itu. Ketika memarahinya, Amelia juga sering berkata bahwa membesarkannya hanya membuang-buang uang. Amelia bahkan menyuruhnya untuk menjual diri ....Setiap kali Ame

  • Dilema Pernikahan bersama Presdir Dingin   Bab 98 

    Aldrian bisa memasak, tetapi itu tidak berarti dia bisa memasak di luar ruangan. Menyalakan api merupakan rintangan terbesarnya. Dia berjuang mati-matian, hingga wajahnya hitam dan kotor. Akan tetapi, dia tetap tidak berhasil menyalakan api. Di sisi lain, Kyna berbeda. Semasa kecil, dia selalu kembali ke desa saat liburan. Dia pernah membuat api unggun, memanjat pohon, dan mengumpulkan telur burung bersama anak-anak lain. Sebagai seseorang dari kelompok kelas sebelah, dia tidak tega melihat Aldrian lanjut berkutat sendiri. Dia pun mengosongkan tungku itu, lalu mulai menyalakan api.Melihat api yang berkobar, Aldrian tertegun sejenak. Mungkin menyadari penampilannya yang berantakan, dia bahkan tidak berterima kasih pada Kyna. Namun, setelah itu, dia tidak bertemu kesulitan lagi. Dinilai dari penampilannya saat memasak, dia terlihat seperti orang yang melakukan pekerjaan rumah.Itulah satu-satunya momen Kyna pernah makan masakan Aldrian. Orang-orang dari kelompok Aldrian tergolong cuku

  • Dilema Pernikahan bersama Presdir Dingin   Bab 97

    "Oke." Aldrian terdengar cukup senang. Suasana hatinya yang bagus ini tetap bertahan hingga mereka tiba di rumah Inggrid.Pada saat ini, Inggrid sedang menyiapkan makan siang. Di atas meja, ada semangkuk bubur, sepiring acar, dan sepiring sayuran hijau. Melihat Kyna dan Aldrian datang, dia merasa terkejut sekaligus sedikit malu, lalu segera membersihkan mangkuk itu."Kenapa kalian datang di jam segini? Sudah makan? Aku akan pergi masak!" Kyna menatap hidangan sederhana di atas meja. Itu sama sekali tak bisa dibandingkan dengan makanan mewah yang selalu disiapkan Inggrid setiap kali dia datang. "Nenek, kenapa kamu cuma makan ini?" Inggrid segera menyimpan bubur dan acar itu. "Ini sisa sarapan pagi ini. Kan sayang kalau dibuang. Jadi, aku lanjut makan siang ini. Aku biasanya nggak makan seperti ini." Kyna tidak percaya. Dia menatap neneknya dengan tampang cemberut."Sudah, jangan cemberut lagi. Nenek akan masakkan sesuatu yang lezat. Tunggu sebentar, ya!"Seusai berbicara, Inggrid mem

  • Dilema Pernikahan bersama Presdir Dingin   Bab 96

    "Benar, Bu. Ini rumah yang lokasinya paling strategis di area ini. Selain itu, rumah ini juga tepat di tepi danau. Saat cuaca hangat, akan ada angsa yang terbang kemari. Pemandangannya sangat indah," tambah agen penjual itu.Aldrian menuntun Kyna ke teras supaya dia bisa menikmati pemandangan dari rumah.Udara dari danau yang berkabut menerpa Kyna. Dia menarik napas dalam-dalam. Udaranya dipenuhi aroma pepohonan dan rerumputan yang menyenangkan."Gimana? Suka nggak?" tanya Aldrian sambil menggenggam tangan Kyna.Kyna menunduk dan melirik tangannya yang bertautan dengan tangan Aldrian. Baiklah, berhubung rumah ini sangat sesuai dengan seleranya, dia akan bersabar!Kyna pun mengangguk.Aldrian makin puas dan berujar, "Aku juga rasa rumah ini lumayan bagus. Setelah renovasinya selesai, kita juga bisa pindah kemari kalau mau. Soal pernikahan Robert ... kita lihat saja nanti." Kyna berdiri di teras sambil berpikir bagaimana dia bisa membagi halaman di lantai dasar untuk dijadikan tempat be

  • Dilema Pernikahan bersama Presdir Dingin   Bab 95

    Aldrian kembali mengendarai mobilnya, tetapi dia tetap tidak menuju ke rumah nenek.“Aku bawa kamu lihat rumah,” ucap Aldrian dengan nada rendah. “Semalam aku bawa kartu identitasmu juga karena beli rumah buat kamu.”Kening Kyna berkerut. “Beli rumah?”“Bukannya orang tuamu mau beli rumah nikah untuk Robert?” ucap Aldrian.“Apa mereka mencarimu lagi?” tanya Kyna dengan hati-hati.Aldrian tidak berbicara. Diam berarti mengiakan.“Masalah kapan? Kenapa aku nggak tahu?”Aldrian melirik Kyna sekilas, malah terlihat senyuman di dalam tatapannya. “Kamu begitu galak. Apa mungkin mereka berani kasih tahu kamu?”Kyna tidak tahu kenapa Aldrian bisa menunjukkan ekspresi tersenyum seperti ini. Hanya saja, Kyna merasa marah. Anggota keluarganya selalu menjadi beban hidupnya saja! Alhasil, selamanya Kyna tidak bisa mengangkat kepalanya di hadapan Aldrian!“Aldrian, bisa nggak kamu jangan kasih rumah terus? Biasanya orang lain cuma kasih uang, kenapa kamu malah kasih rumah? Langsung dikasih begitu di

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status