“Setiap kali dia datang ke rumah ini, pasti ibu akan menyuruhku untuk memasak banyak makanan. Padahal dia bukan seseorang yang penting untuk diberikan jamuan setiap kali dia datang kemari. Bahkan, Aku tidak dibiarkan menyantapnya walau sedikit karena wanita seperti dia.” Riana menunjuk wajahnya Serly dengan penuh emosi.
“Riana, jangan Ka-“ kata ibu Mayang terpotong.“Apa? Jangan berani melawan kepada kalian semua, begitu maksud ibu? Aku sudah muak diperlakukan seperti ini terus, kalau Aku melawan sedikit saja seluruh tubuhku akan penuh luka lebam. Jadi, silahkan pukuli Aku sekarang, kalau berani!”Semua orang terdiam, bahkan sampai bayi kecil saja ikut terdiam mendengar Riana marah. Setelah dirasa tidak ada yang akan menjawab apa yang dia katakan, Riana memilih masuk ke dalam kamarnya untuk mengganti pakaiannya yang basah karena diguyur air oleh ibu mertuanya.“Rey, istrimu berani sekali kepada ibu. Kamu lihat sendirikan?” Ibu Mayang bergelayut meminta pembelaan kepada sang anak.“Iya, Mas. Dia juga mengatai Aku yang hamil di luar nikah, Aku sangat sedih sekali sekarang.” Serly merengek sambil berpegangan di lengan kanan Reynald.“Salah kalian sendiri seperti itu! Dia tidak ditinggali lauk sedikit pun, padahal dia yang memasaknya,” ketus Reynald.“Ibukan sudah bilang kepada, Rey. Kalau Ibu yang memasak semuanya sendiri,”“Aku melihat sendiri loh, Bu. Kalau Ibu hanya menonton Riana memasak, bahkan malah makan di depannya tanpa mengajak dia untuk ikut makan!”“Lalu, bagaimana denganku, Mas? Bukankah Aku tidak melakukan sesuatu kepada istrimu itu. Tapi, kenapa dia malah menghinaku?” tanya Serly dengan mata berbinar.“Kamu juga salah karena menyuruh Ibu untuk menyiramkan air ke Riana. Ibu, mana sisa uang yang tadi diambil? Aku mau membelikan Riana sarapan, kasian dia belum makan apa pun,”“Tapi, Kamukan sudah mengasihnya ke Ibu. Kenapa malah diminta lagi?” tanya Ibu Mayang.“Bukan Aku yang kasih. Tapi, ibu yang ngambil dari Aku,” jawab Reynald.Ibu Mayang menyerahkan sisa uangnya dengan wajah ditekuk, terlihat sangat tidak rela sekali memberikan uangnya kepada Reynald.“Ini, anakmu.” Reynald menyerahkan Leo kepada Serly, ia bergegas masuk ke dalam kamar menyusul Riana.“Tante sih,”“Bukannya Kamu yang nyuruh buat menyiram Riana,”“Riana,” panggil Reynald lembut.Riana tidak menyahut panggilan dari suaminya, ia tetap berbaring membelakanginya.“Riana, maafkan, Mas ya. Mas mengaku salah.” Reynald menyentuh lembut lengan Riana.Wanita itu tetap tidak menjawab suaminya.“Kamu pasti sangat laparkan, Sayang? Ayo kita beli makanan di luar, terserah mau makan apa pun, Mas yang bayar,” bujuk Reynald.Riana baru menoleh kepada suaminya. “Benarkan apa yang Kamu katakan, Mas?” tanya Riana dengan mata berkaca-kaca.“Benar kok,” jawab Reynlad.“Kalau begitu Aku siap-siap dulu ya, Mas.” Riana langsung beranjak dari ranjang untuk bersiap.Sedangkan Reynald, ia menatap sang istri dengan terpesona. Karena disaat Riana tersenyum, ia sangat cantik sekali. Senyuman itulah yang membuat dirinya terpikat dengan sang istri, senyuman dengan lesung pipi yang membuatnya semakin manis.“Mas! Kok melamun?”“Tidak papa, Mas hanya sedang kepikiran sesuatu,” jawab Reynald.“Eh, tadi uang Mas kan diambil sama ibu semua. Lalu, bagaimana cara bayarnya nanti?” tanya Riana khawatir.“Tenang, uangnya ada kok. Ayo kita pergi sekarang, kasian istri Mas sudah kelaparan dari pagi.” Reynald mengacak rambut Riana gemas.“Ih, Mas! Jadi berantakan lagi kan.” Riana membenarkan rambutnya dengan jari mungilnya.Reynald tertawa kecil, ia menarik tangan istrinya untuk segera berangkat.Mereka berangkat dengan menggunakan mobil milik Reynald, lelaki itu adalah seorang manager di sebuah perusahaan terkenal. Tidak mungkin gajihnya kecil, hanya saja dia selalu memberikan gajihnya kepada sang ibu, separuh lagi untuk dirinya sendiri. Riana tidak pernah tahu berapa gajihnya, suaminya selalu berkata bahwa ibu Mayang sangat pandai mengelola uang untuk membeli kebutuhan makan. Jadi, Riana hanya perlu memasak dan melakukan pekerjaan rumah lainnya.“Kamu mau makan di mana, Sayang?” tanya Reynald.“Terserah Mas saja, di mana yang enak,” jawab Riana“Jangan gitu dong, kapan lagi kita makan di luar seperti ini,”“Ayam bakar saja, sudah lama sekali Aku ingin makan itu. Saat ibu memesan makanan online, Aku jadi ngiler lihatnya,” kekeh Riana“Baiklah, kalau Kamu maunya itu,”Tidak perlu menunggu waktu lama, mereka sudah sampai di rumah makan yang menyediakan ayam bakar kemauan Riana. Reynald memarkirkan mobilnya di parkiram yang disediakan rumah makan di sana.“Aromanya harum sekali,” kata Riana senang.“Ayo,” ajak Reynald.Mereka berdua berjalan masuk ke dalam rumah makan tersebut dengan bergandengan tangan, layaknya sepasang kekasih yang sedang kasmaran. Riana memilih tempat duduk yang berada di pojok, ia tidak terlalu nyaman berada di tempat ramai.“Pelayan!” panggil Reynald.“Mau pesan apa?”“Ayam bakar dua dan minumnya es tehnya,”Pelayan pergi setekah mencatat pesanan milik Reynald dan Riana.“Lama sekali ya, kita tidak makan di luar,” kata Riana.“Aku kan sibuk, Sayang. Kebetulan kalau kita terlalu sering makan di luar nanti pengeluaran membengkak,”“Memang, berapa gajih Mas bekerja di kantor? Selama ini Aku tidak tahu berapa gajih Kamu selama kita menikah,” tanya Riana penasaran.“Ee-em, lumayan,” jawab Reynald gugup.Riana terdiam, suaminya tidak pernah mau membocorkan berapa gajihnya bekerja di kantor. Padahal, ia sangat penasaran sekali tentang gajih Reynald, karena ada yang mengatakan kalau gajih suaminya lumayan cukup memberikan penampilan yang layak untuknya. Riana berpenampilan sangat sederhana bagi seorang istri manager perusahaan terkenal. Tidak jarang ada yang mencemohnya sebab penampilannya itu. Tetapi, tidak jarang ada yang kasihan dengannya.Pesanan mereka akhirnya datang, Riana sangat senang sekali melihat ayam bakar yang berada didepannya. Dia menyantapnya dengan sangat lahap, membuat Reynald menjadi kasihan kepada istrinya itu.“Reynald?”“Eh, Chiko. Bersama siapa Kamu di sini?” tanya Reynald.“Sama siapa lagi kalau bukan istriku,” jawab Chiko.“Istrimu tidak pernah ketinggalan ya,” sindir Reynald.“Tentu dong. Wanita yang Aku pilih untuk menemaniku seumur hidup, harus diperlakukan dengan baik,”“Iya-iya, deh. Suami sayang istri,” canda Reynald.“Itu siapa, Rey?” tanya Chiko melirik Riana.Riana sedang menikmati makanannya sehingga tidak sadar kalau ada teman suaminya yang mendekat.“Itu, istriku,” jawab Reynald malu.“Ternyata ini istri Pak Manager kita. Perkenalkan, namaku Chiko.” Chiko mengulurkan tangannya kepada Riana.Wajah Riana memerah karena malu, sungguh ia tidak sadar dengan kedatangan teman suaminya itu. Ingin mengulurkan tangannya. Tetapi, tangannya kotor karena sedang makan, membuat ia hanya tersenyum menatap Chiko.“Riana,” jawabnya.“Sayang, ayo kita makan.” Istri Chiko bergelayut di lengan suaminya.“Tunggu dulu, Sayang. Ini ada Pak Manager kita sedang makan bersama dengan istrinya, disapa dulu,”“Laras.” Kata laras sambil memandang Reynald dan Riana bergantian.“Reynald,”“Riana,” kata Riana tersenyum.“Eh, Aku baru saja sadar. Kenapa istrimu memakai pakaian itu ke mari? Bukankah Kamu seorang manager? Bagimu membelikan pakaian yang mahal tidak ada arti sama sekali,” ejek Chiko.Laras menyikut suaminya pelan, memang Chiko selalu seperti itu. Dia tidak pernah segan untuk mengatakan apa yang ada di hatinya.“Maaf. Kami pergi dulu,” pamit Laras dan langsung membawa suaminya untuk pergi.Reynald mengangguk. Namun, lama ia memandangi Riana yang sedang menundukkan kepalanya. Memang pakaian istrinya itu tidaklah buruk. Masih bagus tanpa ada bekas jahitan di sana, hanya saja pakaiannya itu sudah berwarna kusam. Membuat siapa pun tahu kalau itu sudah sangat lama sekali.....“Ayo kita pulang!” ajak Reynald dengan gigi bergerutuk kesal.“Tapi, Mas. Makanan yang Aku makan belum habis, masih tersisa setengah,” tolak Riana sedih. Jarang sekali ia bisa menikmati makanan senikmat ini.Namun, Reynald semakin geram. Ditatapnya tajam wajah sang istri. “Tidak ada tapi-tapian!”Reynald pun memanggil pelayan untuk membayar semua hidangan yang dia pesan. Lelaki itu sangat marah sekaligus malu karena mendengar ucapan yang dikatakan oleh Chiko tentang pakiaan istrinya yang kusam. Tidak seperti istri petinggi perusahaan kebanyakan?! "Ck!" decak Reynald kesal. Pria itu masih tak sadar bahwa dirinyalah yang salah di sini. Seharusnya, Riana mendapatkan uang bulanan supaya Riana bisa membeli apa pun yang diinginkannya. Tapi, apa yang dia lakukan?Reynald justru menarik lengan Riana kasar, tidak memperdulikan semua mata yang memandangnya sejak tadi. Yang dia pikirkan hanyalah cepat sampai ke dalam rumah dan memarahi Riana karena sudah membuatnya malu. * *Brak!Suara pintu yang Reynald tendang membuat ibu Mayang melirik ke arahnya dengan tatapan penasaran. “Ada apa, Rey?” tanyanya. “Ini Riana membuat Aku malu saja!” jawab Reynald dengan emosi menggebu. “Membuat malu seperti apa? Dan kalian datang dari mana?” tanya Mayang lagi, matanya melirik ke arah Riana y
“Kenapa? Apa Kamu sudah dihasut oleh Riana untuk membenci Ibumu sendiri?” tanya Mayang sedih.“Tidak. Aku hanya kesal saja setiap hari ada saja masalah di rumah ini. Apa tidak bisa sehari saja tenang seperti rumah yang lainnya?” “Kamu tahu sendiri kan, Rey? Kalau Riana itu sebagai menantu tidak becus sekali melayani mertuanya. Bahkan dia tadi membuatkan Ibu jus yang sangat tidak enak rasanya, dengan terpaksa Ibu mengomelinya,” jelas Mayang. “Jelas saja kalau jusnya tidak enak. Karena tidak pakai gula, mana enak!” Reynald berlalu masuk ke dalam kamarnya, ia membanting pintu dengan keras sampai membuat Riana terkejut di dapur. Lelaki itu merebahkan tubuhnya di kasur dan mengirimi Diandra pesan. [Sudah sampai?] pesan Reynald. [Sudah, kalau Kamu?] balas Diandra. [Sudah kok. Aku sampai ke rumah dengan selamat] [Lalu setelah Kamu sampai, langsung mengirimi Aku pesan? Romantis sekali] Diandra menyematkan stiker love di pesannya, membuat Reynald semakin tersenyum senang dengan wanita c
“Baik, Bu. Akan segera Aku bersihkan setelah makan,” jawab Riana.Riana melangkah mendekati meja makan, ia tidak mendapati lauk atau pun sayur di sana. Semua yang dia masak habis tidak bersisa, membuat dia menggelengkan kepalanya pelan. “Untung mas Rey tidak membawa bekal, jadi Aku bisa makan deh,” kata Riana seorang diri sambil memeluk erat kotak bekal yang berada di tangannya. Memang ada perasaan kecewa di hatinya tetapi, Riana tidak ingin memikirkan terlalu jauh. Karena menurutnya kalau memikirkan itu tidak baik bagi diri sendiri, makanya sebisa mungkin dia menahan diri supaya tidak menjadi beban pikiran yang akan membuatnya menjadi berpikiran buruk. Riana makan dengan lahap, ia sangat menyukai menu makanan pagi ini. Sebab, setiap kali Serly datang Mayang akan membeli lauk dan sayur enak dalam jumlah banyak, jadi saat dia memasaknya kemarin, masih ada sisa untuk sarapan pagi ini. Kapan lagi akan makan enak, biasanya setiap hari akan menyantap hidangan sederhana seperti ikan asin
Mayang menggeleng dramatis, seolah menjadi ibu mertua yang amat bijak. “Bagaimana ya, Jeng. Namanya juga punya anak lelaki dibilangin susahnya minta ampun, padahal sudah beberapa kali kukatakan kalau Riana bukan wanita yang baik untuk menjadi istrinya. Yah tetap saja dia ngeyel,” kata Mayang dengan ekspresi sedih lagi. “Mungkin karena si anakmu tuh, Jeng. Yang cinta berat sama istrinya, jadi wajarlah seperti itu. Apa lagi yang Aku lihat si Riana sangat cantik,” kata Desi. “Tidak juga sih, Kamu tidak lihat Riana lagi sih, Jeng Desi. Aku kemarin lewat rumah Mayang, si Riana itu sangat berbeda sekali dengan waktu pertama menikah. Jelek, kumal dan tidak terurus gitu,” ejek Santi. “Masa sih, Jeng Santi?” tanya Desi tidak percaya. “Ya, jelas dong. Coba tanya Mayang, apa Aku bohong sama Kamu, iyakan, Jeng.” Santi menyenggol lengan Mayang pelan. Mayang yang baru meminum jusnya langsung tersedak, karena terkejut. “Tentu dong, Jeng. Si Riana memang tidak pandai merawat diri, apa lagi dia b
“Lama banget shalatnya, Kamu shalat apa tidur?!” tanya Mayang kesal. “Tidak, Bu. Aku selesai shalat langsung kemari,” jawab Riana lembut. “Kenapa jadi lama banget? Ya, sudahlah langsung pijat saja, awas kalau mijatnya tidak enak!” Riana pun diam. Dia memilih memijat ibu mertuanya dengan lembut. Sungguh, ia tidak mau kalau Mayang akan merasa kesakitan dengan pijatannya. Jadi, ia melakukan hati-hati, karena tidak menginginkan kalau mertuanya akan marah. “Heh, Riana! Kamu mijat apa mengelus sih?!” tanya Mayang kesal, karena ia malah merasa geli. “Maaf, Bu. Aku tidak mau kalau Ibu akan kesakitan,” kata Riana lembut, tidak pernah terpancing menjawab mertuanya dengan nada tinggi. Hanya kemarin saja, ia sempat terpancing karena merasa lapar dan lelah. “Kalau Kamu memijatnya seperti itu, itu bukan memijat namanya melainkan mengelus. Pijat dengan keras!” perintah Mayang. Riana lantas menuruti perkataan Mayang, dia memijat mertuanya dengan keras, membuat Mayang menjadi menjerit karena k
“Riana!” panggil Mayang dengan berteriak dari dalam kamar. “Iya, Ibu.” Riana tergopoh-gopoh berlari mendekati mertuanya. “Belikan Ibu soto ayam di depan sana, jangan pakai lama!” Mayang menyodorkan selembar uang berwarna biru. “Iya, Bu.” Riana segera berjalan ke kamar, ia memasang jilbab instan dan jaket, lalu mengambil kunci motornya. Motor yang sudah ada sebelum Riana menikah, motor matik menemani ke mana pun dia pergi sewaktu gadis. Riana melajukan matik pergi ke tempat yang mertuanya maksud, lumayan jauh kalau berjalan ke sana. Jadi dia memilih mengeluarkan maticnya. Riana sudah sampai di tempat yang dia tuju, dia segera memparkirkan matiknya ke tempat parkiran. Lalu masuk ke dalam warung makan yang sangat ramai, membuat dia harus mengantri beberapa saat. Tidak lama, tiba giliran Riana, dengan cepat wanita itu memesan satu bungkus soto. “Berapa, Pak?” tanya Riana. “15ribu, Dek.” “Ini uangnya.” Riana menyerahkan selembar uang berwarna biru. Dia bergegas berjalan pulang, tid
Riana merasa soto yang dia makan sangat enak, ia bahkan menghabiskan kuahnya sampai tidak tersisa. Setelah menyantapnya sampai habis, dia bersendawa karena merasa kenyang. “Alhamdulillah, enak sekali,” Riana mengucapkan rasa syukur. Riana mulai berpikir makan malam nanti apa, ia tidak mungkin menyuguhkan telur dadar kepada suami atau mertuanya. Tetapi, seketika dia teringat kalau uang kembalian soto tadi masih banyak, Riana akan mengatakan kalau ingin membeli lauk makan malam dengan uang ini. Karena kalau tidak, nanti malah dibilang lancang oleh mertuanya. “Ibu!” Riana memanggil mertuanya dengan suara nyaring di depan pintu. “Em,” Mayang menyahut dengan bergumam, ia malas menjawab karena sedang telponan dengan seseorang. “Aku pakai uang Ibu ini ya, bua beli lauk dan sayur untuk makan malam nanti,” kata Riana. “Iya,” Mayang padahal tidak mendengarnya dengan jelas, ia hanya sekedar menjawab ‘iya’ saja. Karena tidak mau mendengar ocehan Riana lagi. Sedangkan Riana, ia bersorak ria
Reynald merasa ada yang memperhatikan, ia berbalik ke arah belakang. “Argh! Sedang apa Kamu, Riana?!” “Mas, sedang apa? Sedari tadi kok senyum-senyum sendiri,” Riana berwajah bingung, matanya selalu melirik ke arah ponsel Reynald. Reynald segera menutup ponselnya dan menaruh di atas nakas. “Bukan dari siapa-siapa, hanya teman kantor biasa.” Reynald berkata sambil meraih handuk untuk mandi. “Oh,” Riana sangat penasaran sekali dengan isi ponsel Reynald, sayang dia tidak bisa meminjam ponsel itu. Karena lelaki itu pasti tidak akan suka kalau ponselnya dimainkan oleh Riana, padahal status Riana adalah istri. Jadi wajar kalau mau meminjam ponsel suami sebentar tetapi, sayangnya Reynald tidak pernah mengizinkan. 'Apa Aku buka saja, ya?'Batin Riana meronta-ronta sangat ingin melihat pesan apa yang membuat suaminya terus-menerus tersenyum, sampai tidak menyadari keberadaannya. Riana mendekat ke arah ponsel itu, tangannya sudah mulai mengarah ke sana. Sayang, suara kunci diputar terdenga