Share

2.Tersulut Emosi

“Makan sana! Kamu tadi bilang belum makan kan?” perintah Reynald.

Riana menyerahkan bayi kecil kepada Reynald, lelaki itu segera menyambut sang bayi dengan lembut. Memang sebenarnya sifat suami Riana adalah baik, hanya saja ia selalu dihasut ibunya untuk membencinya.

Riana berjalan ke arah meja makan, dia melihat beberapa piring kotor yang masih berserakan di meja makan tanpa ada yang membereskannya. Membuat ia menghela napas panjang.

'Aku makan saja dulu, baru bereskan ini semua.' batin Riana didalam hati.

Wanita itu tersenyum sambil membuka tudung mencari makanan yang ia masak tadi, Riana mengira kalau masih ada sisa karena suaminya menyuruhnya untuk makan. Kecewa! Itulah yang dia rasakan sekarang, saat membuka tudung saji yang ternyata tidak ada apa pun di sana. Hanya beberapa piring kotor tanpa ada sedikit pun sisa makanan yang terlihat.

Riana berjalan dengan menundukkan kepalanya mendekati sang suami yang masih diam di tempatnya berada. “Mas, tidak ada lauk sedikit pun untuk Aku makan,” kata Riana sedih.

“Mungkin sudah dihabiskan oleh Serly tadi, karena dia sangat lahap memakannya tadi,” kata Reynald acuh.

“Mas Aku belum makan,” rengek Riana.

“Beli saja lauk di luar untuk makan.” Reynald menyerahkan selembar uang berwarna merah kepada Riana.

Dengan mata berbinar wanita itu mengambil uang yang diberikan kepadanya.

“Untuk ibu saja.” Ibu mayang merampas uang yang sudah berada di tangan Riana.

“Tapi, Bu. Uang itu untuk membeli lauk makanku,” kata Riana gugup.

“Bukankah Kamu sudah makan sangat banyak tadi?” Kata Ibu Mayang dengan melotot tajam.

“Aku belu-“ kata Riana terpotong.

“Rey, tambahin lagi dong. Ibu dan Serly mau jalan sebentar keluar, jadi kami titip Leo ya,” rengek sang ibu dengan wajah dibuat memelas mungkin.

“Berikan uang itu kepada Riana, Bu. Dia bilang belum makan,” pinta Reynald.

“Dia sudah banyak makan, Rey! Apa Kamu tidak percaya dengan Ibumu ini?”

Reynald menghela napasnya panjang, lelaki itu memilih diam tanpa menyahut dan memberikan uang seperti yang ibunya minta. Tetapi, saat mengeluarkan dompet dari saku celananya, sang ibu Mayang malah mengambil semua uang yang berada di dalamnya.

“Terima kasih, Rey,” kata ibu Mayang senang.

Serly dan Mayang segera pergi tanpa menengok ke belakang lagi. Sedangkan Riana menundukkan kepalanya sedih, perutnya sudah sangat lapar sekali.

“Mas,” panggil Riana pelan.

“Kamu lihat sendirikan uangku diambil semua oleh ibu? Jadi makan saja apa yang ada!” Reynald pergi meninggalkan Riana ke kamarnya.

Riana menghela napasnya berat, wanita itu menatap Leo yang sedang bermain di lantai dengan beberapa mainan yang ada. “Leo, Tante mau ke dapur dulu sebentar ya. Jadi tunggu di sini dulu, Cuma sebentar kok,” pamit Riana.

Bayi yang baru bisa duduk itu terlihat sangat asyik dengan mainan yang tengah dia pegang. Riana meninggalkannya setelah memperhatikan kalau tidak ada barang yang dapat melukai atau pun tertelan oleh bayi kecil itu. Baru dia melangkah ke dapur untuk mencari apa pun yang bisa di makan sekarang, perutnya sudah sangat pedih karena sedari pagi tadi tidak makan apa pun. Padahal, harinya sudah sangat siang sekali sekarang.

“Apa yang bisa dimakan ya?” gumam Riana seorang diri.

Riana membuka semua lemari, dia ingin mencari siapa tahu ada simpanan mi atau telur di sana. Tetapi, nihil, tidak ada apa pun. Hanya ada nasi putih yang tersisa, bahkan minyak dan bawang sudah habis tidak bersisa, Cuma ada garam dengan micin yang bersisa.

“Apa Aku buat nasi goreng saja? Nasi goreng putih tanpa bawang atau minyak, hanya dibuat sepedas mungkin saja.”

Riana berjalan ke samping rumahnya meminta cabe ke tetangganya, lalu baru masuk kembali ke dapur untuk menggoreng nasi tanpa minyak. Tidak membutuhkan waktu lama, masakannya sudah matang. Wanita itu membawa sepiring nasi goreng ke tempat Leo berada. Dia berniat makan sambil mengawasi Leo, supaya bisa makan dengan nyaman tanpa mengkhawatirkan bayi itu.

“Em, ternyata sangat enak sekali,” gumamnya.

Baru beberapa suapan, Leo sudah memangis dengan kencang. Riana menaruh piringnya di atas meja ruang tamu. “Ada apa, Sayang? Kenapa Kamu menangis?”

Riana menggendong Leo dan mencium bau tidak sedap darinya. ”Ternyata Kamu pup ya?” kekeh Riana.

Dia bergegas membawa Leo ke belakang untuk membersihkan popoknya. Saat Riana baru saja pergi, Reynald keluar dari kamarnya karena mendengar suara Leo menangis.

“Ada nasi goreng.” Reynald mendekati nasi goreng Riana lalu menyantapnya. Baru satu suap, lelaki itu sudah memuntahkannya keluar.

Prang! Suara piring dilempar begitu nyaring terdengar sampai ke tempat Riana berada. Wanita itu bergegas berlari menuju asal suara, dia terkejut saat melihat sepiring nasi goreng yang baru beberapa suap dia makan sudah berserakan di lantai.

“Mas, kenapa nasi gorengku ....” Riana tidak mampu meneruskan kalimatnya.

“Kenapa? Nasi goreng yang tidak enak begitu, ya jelas Aku buang!” gerutu Reynald.

“Tapi, itu baru Aku makan beberapa suap saja loh, Mas,” kata Riana dengan air mata yang tertahan.

“Tinggal buat lagi saja sana! Apa susahnya?” Reynald kembali ke kamarnya dengan membawa serta Leo.

Brak, suara pintu ditutup dengan keras. Riana terduduk lemas di lantai sambil memandangi nasi gorengnya yang sudah kotor. “Padahal ini nasi yang tersisa, mau memasak lagi beras sudah habis,” lirih Riana.

Wanita itu meneteskan air matanya tanpa bisa menahannya lagi, kali ini dia amat sangat lapar. Andaikan punya uang mungkin dia bisa makan di luar rumah saja, tidak mengemis-ngemis meminta makan pada ibu mertua atau pun suaminya yang tidak peduli. Riana memilih membersihkan pecahan beling yang berhamburan dengan sesekali menatap sedih. Padahal, perutnya terasa sangat pedih sekali, tubuhnya saja masih gemetaran karena belum makan apa pun.

Setelah dirasa sudah bersih, Riana memilih meringkuk di sofanya untuk berbaring. Dia sudah tidak memiliki tenaga lain untuk sekedar berdiri, untung saja Leo sudah dibawa suaminya ke dalam kamar. Jadi, ia tidak perlu repot menjaga bayi itu. Apa lagi Leo sering sekali rewel, sehingga pasti ia akan kelelahan atau bisa pingsan nantinya.

.

.

“Enak sekali tidur ya! Padahal suaminya repot mengurus Leo yang sedang menangis!” geram ibu Mayang.

“Siram saja, Tante,” usul Serly.

Ibu Mayang bergegas ke belakang untuk mengambil seember air, ia mengguyur Riana dengan air yang dia bawa itu.

“Siapa?!” pekik Riana terkejut.

“Cepat bangun dan tenangkan Leo yang sedang menangis itu!” perintah Mayang.

“Dasar istri tidak berguna!” umpat Serly.

Kesabaran Riana habis saat terus-menerus mendengar hinaan yang diberikan kepadanya.

“Kenapa harus Aku yang mengurus anakmu itu? Bukankah Kamu ibunya? Di mana tanggung jawabmu sebagai ibu? Jangan hanya bisa membuatnya saja tapi, tidak mau mengurusnya! Oh, iya. Aku lupa, anakmu itukan hasil hubungan dari luar nikah,” sindir Riana.

“Riana!” teriak Serly marah.

“Apa!?” Riana tidak mau kalah.

“Riana, jangan berbicara omong kosong seperti itu!” kata Reynald.

“Kan memang benar apa yang Aku katakan! Semua orang juga tahu kalau Serly hamil di luar nikah, kalian saja yang tidak ingin mengakuinya!”

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Raisya_J
terima kasih kak... semoga ke depannya masih suka dengan ceritanya...
goodnovel comment avatar
Afifa
bagusss ceritanyaa, gass baca terus nii
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status