Aku kembali menikmati makanan di piringku, sebenarnya malu di liatin mas Candra makan seperti ini. Tapi mau bagaimana lagi, perutku seakan selalu minta tambah.
Aku menyeruput jus jeruk setelah isi piringku ludes. Rasanya perutku penuh sekali. Mas Candra menatapku dengan pandangan yang mendebarkan dada.
"Jangan menatapku seperti itu, mas!", ujar ku memalingkan muka.
"Kamu masih saja sama seperti dulu, setelah isi piringmu kosong, baru minum", ujarnya menunjuk jus jeruk yang ada di tanganku.
"Ini kalau makanannya terlalu enak, mas. Lupa deh buat minum"
"Ini, minum air putih dulu", dia menyodorkan segelas air putih padaku.
Aku menerimanya, lalu meminum sedikit. Itu kebiasaan ku sejak lama. Kalau makanannya enak, aku sering lupa untuk minum. Pasti nanti, setelah semua makanan habis baru minum.
Dia masih saja ingat kelakuanku, padahal sudah lebih delapan tahun yang lalu aku pernah makan berdua dengannya.
Mungkin benar yang di ucapka
Aku bahkan tidak mau bertemu dengan calon yang paman pilihkan, bahkan sampai sekarangpun aku tidak tau seperti apa calon yang paman pilihkan untukku.Karena aku yang tetap bersikeras ingin menikah dengan mas Yoga, paman akhirnya luluh. Dia memberikan restunya. Bibi juga awalnya terpaksa. Dia bilang calon yang dipilihkan paman sepertinya lebih baik.Ketika lamaran mas Yoga di terima oleh paman dan bibi, aku kembali bertemu dengan mas Candra.Dia datang langsung ingin melamar ku, saat itu kami janjian di sebuah kafe. Aku sebenarnya penasaran dengan mas Candra, sudah lama kami tidak bertemu. Komunikasi terputus. Tidak ada kata putus diantara kami sebenarnya."Mas selama ini kemana aja? Mas ninggalin aku tanpa ada kabar sedikitpun!" ujar ku mengawali pembicaraan kami."Maafkan mas, Riana. Setelah kita sama-sama wisuda, mas kembali ke kampung""Lalu kenapa handphone mas tidak bisa
Aku ke dapur dan langsung membuka kulkas, aku mau masak ayam goreng saja. Tadi, aku sudah makan dendeng sambal ijo. Besok saja aku masak itu.Aku mulai membersihkan ayam yang sudah terpotong menjadi beberapa bagian. Menyiapkan bumbu agar gorengannya tidak menjadi amis nantinya. Setelah bumbu tersedia, aku balurkan pada ayam yang sudah dicuci bersih.Ayam yang sudah di kasih bumbu mau aku ungkap dulu sebentar. Sambil menunggu bumbu meresap pada daging ayam, aku mulai menyiapkan bahan untuk sambalnya. Aku mau buat sambal terasi, pake sedikit gula aren. Biar rasanya menjadi lebih gurih."Masak apa ma?" mas Yoga menghampiriku di dapur."Ayam goreng""Enak dong?""Ya, jelas enak lah...kalau aku yang buat""Iya, masakan mama memang lebih enak daripada Rindu""Nggak usah bandingin aku sama dia, mas! Aku dan dia jauh berbeda. Nggak selevel!""Emang apa bedanya kamu dengan Rindu?" ucapan mas Yoga membuat aku menatapnya tajam.
Aku tersentak kaget saat mendengar perkataan mas Yoga, dia mau membuatkan minuman itu untuk perempuan itu. Selama jadi istrinya belum pernah dia ikut campur urusan dapur. Semuanya aku yang membereskan. Tapi sekarang, dia rela melakukan apa saja demi perempuan itu.Aku tidak terima, dia sungguh keterlaluan. Apa rasa cintanya pada perempuan itu sangat besar? Hingga dia rela diperbudak olehnya."Kamu kenapa sih, mas? Kenapa mau membuatkan minuman itu untuknya? Suruh dia yang mengerjakan, bukannya kamu!" aku tak habis pikir dengan jalan pikiran mas Yoga."Lho? Kenapa mbak marah? biarin saja mas Yoga yang bikin. Mbak tau nggak? Apapun yang aku mau pasti cepat dia lakukan. Karena dia sangat mencintaiku!" dengan sombongnya perempuan itu menepuk dadanya."Apa kamu pikir dia sangat mencintaimu? Dia hanya dibutakan oleh rayuan mu yang terlalu murahan!" aku membalas perkataannya dengan keras."Bilang saja mbak cemburu? Karena tidak pernah diperlakukan seperti
Perempuan itu dibaringkan oleh mas Yoga dan perawat di atas ranjang rumah sakit. Setelah memasangkan infus pada lengan perempuan itu, perawat meninggalkan ruangan inap.Sekarang hanya ada aku, perempuan itu dan juga suamiku yang duduk di samping ranjang sambil memegangi sebelah tangan perempuan itu."Awas saja jika terjadi sesuatu yang buruk pada Rindu! Aku akan bersikap sangat tegas padamu, Riana!" kilatan kemarahan terpancar jelas dari raut wajah mas Yoga ketika mengucapkan kalimat ancaman itu padaku."Aku tidak bermaksud membuat dia celaka, mas! Dia yang mulai duluan. Perkataannya sungguh menyinggung diriku!" aku berupaya membela diri."Aku tau pasti ini kemauanmu, membuat Rindu menderita! Kenapa sih kamu sangat arogan sekali? Kalian sama-sama istriku, tapi sikapmu seperti orang asing yang tidak kukenali!" mas Yoga mulai menghakimiku."Lalu apa mau mas? Aku sudah cukup sabar selama ini! Pe
Aku bergegas ke kamar, meraih handphone dan melihat siapa yang menelpon. Ternyata itu dari Bayu, seseorang yang aku suruh memata-matai perempuan itu."Riana, aku sekarang ada di rumah sakit. Tempat perempuan itu di rawat!" aku kaget, darimana dia tahu perempuan itu dirawat. Aku tidak memberitahunya."Kamu darimana tahu di rawat? Aku kan tidak mengabarimu?" ujarku heran."Semalam, aku mengikutinya saat suamimu menjemput perempuan itu ke rumahnya. Aku pikir itu laki-laki lain, ternyata itu suamimu!" kirain dia mau ngasih kabar baik."Lalu sekarang untuk apa kamu nelpon saya? Dia kan sekarang sama suamiku. Aku sudah tahu itu!" ujarku kecewa."Bukan itu masalahnya, aku baru nyampe rumah sakit tadi. Suamimu sudah pergi sejak pagi. Tapi, ada seseorang yang datang menjenguknya! Seorang laki-laki!" aku langsung terkejut mendengar ucapan Bayu."Apa kamu tidak salah lihat? Mungkin itu suamiku yang kembali?""Bukan, itu bukan suamimu. Dia
Kenapa perempuan itu seperti tahu sesuatu tentang rahasia suamiku? Kenapa dia bilang suamiku bahkan tidak mencintaiku sejak sedari awal pernikahan kami. Dia bilang itu cuma dikarenakan rasa bersalah dan kasihan padaku? Rasa bersalah apa? Apa aku orang yang harus mas Yoga kasihani?Ada apa? Aku dan mas Yoga saling mencintai sebelum kita menikah. Bahkan mas Yoga yang memaksa dan berjuang keras agar paman merestui pernikahan kami. Lalu apa maksud perempuan itu? Kenapa dia berkata seperti itu? Apa suamiku berkata sesuatu kepadanya? Yang membuat dia salah paham lalu beranggapan seperti itu?Pikiranku mumet, sepertinya perempuan itu ingin mengalihkan pikiranku. Mungkin dia takut aku mencari tahu tentang laki-laki yang berkunjung tadi ke ruang inapnya.Tidak, aku tidak boleh termakan ucapannya. Aku yakin sekali, dia hanyalah sedang memancing perselisihan antara aku dan mas Yoga. Tidak ada masalah apapun antara aku dan mas Yoga sebelum kehadirannya. Dia lah
Kuparkirkan mobil di bagasi rumah, dengan gontai aku beranjak membuka pintu rumah. Meletakkan tas dan kunci mobil di atas meja. Lalu duduk termenung di kursi tamu.Apa yang harus aku lakukan di rumah ini sendirian? Sepi sekali. Aku rindu canda tawa mas Yoga disini. Dulu aku sering bermanja-manja pada mas Yoga disini. Menghabiskan waktu libur mas Yoga berdua di rumah ini. Rasanya rindu masa itu.Handphone ku berdering, aku meraihnya dari dalam tas. Ternyata dari mas Candra."Hallo, mas?""Kamu dimana?""Aku di rumah mas, ada apa mas?" ujarku menanyakan maksud mas Candra menelpon."Sibuk nggak? Apa boleh mas bertandang ke rumahmu?" tanya mas Candra."Nggak, aku lagi sendiri di rumah. Mas Yoga lagi sama perempuan itu""Boleh dong? Mas main kesana?""Boleh mas. Nanti aku share lokasi rumahku ya?""Ok, mas kesana sekarang!""Baik, mas"Mas Candra mematikan sambungan telpon, aku segera mengirimkan al
Aku menggigit bibir bawahku dengan gelisah. Sedangkan mas Candra duduk sambil terus menatapku. Aku mengendalikan detak jantungku yang teramat kencang. Rasanya lututku goyang, tak mampu menopang tubuhku.Aku menikmati setiap sentuhan yang diberikan oleh mas Candra, aku sebenarnya ingin lebih dari itu. Tapi aku tahu posisiku. Apa bedanya aku dengan mas Yoga jika aku juga berkhianat dibelakangnya.Aku lalu duduk di sofa, agak jauh sedikit dari mas Candra. Aku tak ingin dia tahu, betapa groginya aku."Mas sayang sama kamu, Riana. Bahkan masih sama seperti dulu. Saat kita masih bersama. Mau kah kamu memulai lagi dengan mas, Riana?" tanya mas Candra padaku.Aku menatapnya dalam, aku tak tahu harus menjawab apa. Disatu sisi, aku sudah menyerah atas mas Yoga. Disisi lain aku masih menyimpan keraguan.Aku semakin penasaran dengan ucapan perempuan itu, aku ingin menyelidikinya. Sekarang bukan waktunya aku untuk membuka hati bagi laki-laki lain.